Rahasia Air Musta’mal Tidak Sah Digunakan Bersuci: Mengapa Air Musta’mal Tidak Bisa Menyucikan
Secara umum, dalam ajaran Islam, air dibagi menjadi dua kategori dalam konteks thaharah, yaitu air suci dan air najis. Air suci adalah air yang tidak terkena najis dan tidak mengalami perubahan baik dari segi sifat, warna, maupun baunya. Sementara itu, air najis adalah air yang terkena najis, entah itu karena terkena najis kurang dari dua qullah atau lebih dari dua qullah yang mengalami perubahan sifat, warna, dan baunya akibat kontaminasi najis.
Mengenal lebih rinci jenis air suci
Secara lebih rinci, air suci juga dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, di antaranya adalah:
Air Mutlak:
Jenis air ini adalah air suci yang benar-benar murni dan bisa digunakan untuk menyucikan diri tanpa ada larangan apapun.
Air Musyammas:
Air ini adalah air suci yang terkena pemanasan dan bisa digunakan untuk menyucikan diri, namun ada anjuran agar tidak menggunakannya kecuali dalam keadaan darurat.
Air Musta’mal:
Jenis air ini adalah air yang suci secara hukum, tetapi tidak bisa digunakan untuk menyucikan diri.
Dalam konteks bersuci, baik itu wudhu maupun mandi besar, serta membersihkan benda dari najis, kita harus menggunakan air mutlak. Air musyammas juga bisa digunakan, tetapi ada larangan atau anjuran tertentu terkait dengan suhu air tersebut. Sedangkan air musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci.
Maka dari itu, pada kesempatan ini, penulis akan menjelaskan mengapa air musta’mal tidak bisa digunakan untuk bersuci.
Air musta’mal adalah air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadats, baik itu hadats kecil maupun hadats besar. Sebagai contoh, air bekas wudhu dan mandi besar termasuk dalam kategori air musta’mal karena sudah terkontaminasi oleh hadats.
Imam An-Nawawi, seorang ulama terkenal dalam sejarah Islam, menyatakan bahwa salah satu alasan mengapa penggunaan air musta’mal tidak sah dalam bersuci adalah karena ta’abbudi (tradisi keagamaan). Namun, Imam An-Nawawi juga menyebutkan bahwa dalam air musta’mal terdapat bekas-bekas najis yang tidak terlihat secara kasat mata.
Dalam salah satu karya Imam An-Nawawi, beliau menyatakan, "Sungguh, orang-orang yang memiliki wawasan spiritual dari kalangan yang dekat dengan Allah telah diberikan pengetahuan rahasia mengenai air musta’mal, dan mereka melihat bekas-bekas najis yang tidak terlihat secara kasat mata dalam air musta’mal. Imam Abu Hanifah termasuk di antara mereka yang memiliki wawasan spiritual ini, dan itulah sebabnya beliau menghukumi air musta’mal sebagai najis" (Fatawal Imam An-Nawawi Al-Masail Al-Mantsurah).
Imam Abu Hanifah, ketika melihat orang-orang yang sedang berwudhu, melihat bahwa air yang digunakan untuk bersuci berubah menjadi air yang keruh dan kotor. Air tersebut tidak lagi bening seperti sebelum digunakan untuk bersuci.
Imam Abdul Wahab asy-Sya’rani dalam salah satu karyanya juga menyatakan bahwa tujuan dari bersuci adalah untuk membersihkan tubuh. Oleh karena itu, tidak masuk akal jika kita membersihkan tubuh dengan menggunakan air yang sudah rusak dan kotor seperti air musta’mal.
Hal ini sejalan dengan pendapat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa seseorang yang melakukan wudhu dengan sempurna, dosa-dosa akan keluar dari tubuhnya.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang berwudhu kemudian melakukan wudhunya dengan sempurna, maka keluarlah dosa-dosa dari tubuhnya."
Penutup
Dari penjelasan di atas, kita dapat memahami rahasia di balik penggunaan air musta’mal yang tidak sah dalam bersuci. Sebagai seorang Muslim, penting bagi kita untuk memperhatikan kualitas dan kebersihan air yang digunakan dalam proses bersuci agar ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Semoga penjelasan ini bermanfaat. Wallahu a'lam.