Muktamar MQK Nasional Bakal Diikuti Ribuan Santri dari Seluruh Indonesia
Muktamar MQK Nasional merupakan acara penting dalam dunia keislaman di Indonesia. Setiap tahunnya, ribuan santri dari seluruh penjuru negeri berkumpul untuk menghadiri acara ini. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang Muktamar MQK Nasional dan mengapa acara ini begitu penting.
Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) akan menyelenggarakan Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Tingkat Nasional Ketujuh Tahun 2023 di Pondok Pesantren Sunan Derajat, Lamongan, Jawa Timur pada 10-18 Juli 2023.
Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma'had Ali (PDMA) Direktorat PD Pontren Ditjen Pendis Kemenag, Mahrus El Mawa, menyampaikan bahwa kegiatan ini bakal diikuti oleh lebih dari 1.000 santri dari seluruh Indonesia. Para santri ini akan didampingi oleh para pembina dan kepanitiaan dari masing-masing kafilah (ofisial).
“Secara keseluruhan ada 2.207 kafilah, terdiri santri dan mahasantri 1.459, pembina 595, ofisial 153, seluruh Indonesia,” katanya pada Media Gathering MQK Nasional di bilangan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023).
Mereka mewakili kantor wilayah (kanwil) Kemenag provinsi masing-masing. Sampai saat ini, menurutnya, ada 34 provinsi Kanwil Kemenag yang ada di seluruh Indonesia.
“Secara resmi diutus Kemenag provinsi. Masing-masing provinsi mengirimkan sesuai kategori lomba yang diikuti,” kata Mahrus.
Ia menyampaikan bahwa MQK tingkat nasional ini terbagi mulai tingkat paling dasar sampai atas, yakni marhalah ula, marhalah wustha, dan marhalah ulya, serta ma’had aly. Untuk kategori terakhir ini, lanjutnya, tidak dikoordinasi melalui Kanwil Kemenag provinsi, melainkan langsung melalui Asosiasi Ma'had Aly.
Peserta dan Kegiatan Muktamar MQK Nasional
Muktamar MQK Nasional diikuti oleh ribuan santri dari seluruh Indonesia. Peserta berasal dari berbagai pesantren dan lembaga keislaman yang tergabung dalam MQK. Acara ini juga dihadiri oleh para tokoh agama, ulama, dan cendekiawan Muslim.
MQK Nasional 2023 mengangkat tema Rekontekstualisasi Turats untuk Peradaban dan Kerukunan Indonesia. Tema ini merupakan wujud upaya kontekstualisasi dengan eranya saat ini. “Kitab kuning itu warisan karya para ulama dan diteruskan direproduksi ulama baru dengan pemaknaan baru sesuai konteks zaman,” tuturnya.
Tahun kerukunan yang menjadi motto Kemenag menarik tema MQK Nasional juga ke tema tersebut. Hal ini sebagai bentuk pemberian petunjuk di tahun-tahun politik agar tetap menjaga keharmonisan dalam berbangsa meskipun berbeda dalam pilihannya.
“Pesantren memberikan pembekalan dan pemodelan bahwa tahun politik jangan sampai menjadi faktor pemecah masyarakat,” ujar Mahrus.
Sebab, kitab kuning memuat ajaran-ajaran tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan di dalam bingkai perbedaan yang beragam. Hal ini mengingat ada sejumlah pendapat dalam kitab-kitab yang dikaji di pesantren.
“Kebetulan dalam kitab pesantren itu, orang pesantren gak akan kaget dengan perbedaan, karena dalam kitab sering ditemukan ada berbagai macam pendapat,” ujarnya.
“Yang penting perbedaan itu tentu didasari dalil-dalil nash-nash yang kuat,” imbuhnya.
Sumber : Nu Online