Lagi, Polisi Swedia Izinkan Aksi Demo Sambil Bakar Al-Quran
Polisi di Swedia telah menuai kontroversi setelah memberikan izin untuk aksi demonstrasi yang melibatkan pembakaran Al-Quran. Keputusan ini menuai berbagai tanggapan dari masyarakat lokal maupun internasional. Apa latar belakang dan implikasi dari kejadian ini?
Seperti dilansir AFP, Senin (31/7/2023), penyelenggara unjuk rasa yang telah mendapat izin Kepolisian Swedia ini disebut bernama Salwan Najeem, yang sebelumnya bergabung dengan seorang pengungsi Irak Salwan Momika (37) dalam aksi provokatif di Stockholm beberapa waktu terakhir.
Unjuk rasa tersebut, menurut dokumen izin kepolisian, dijadwalkan untuk digelar pada Senin (31/7) siang, sekitar pukul 13.00 waktu setempat.
Momika sudah dua kali terlibat aksi pembakaran Al-Qur'an, yang digelar di luar masjid utama ibu kota Swedia dan di luar gedung Kedutaan Besar Irak di Stockholm.
Sejumlah pihak, termasuk organisasi Islam, mengecam keras izin tersebut. Mereka berpendapat bahwa membakar Al-Quran adalah tindakan yang sangat tidak menghormati dan merendahkan agama Islam serta umat Muslim secara keseluruhan. Selain itu, aksi semacam ini dapat memicu reaksi emosional dan menyulut konflik antar kelompok masyarakat.
Di sisi lain, ada pula yang membela keputusan polisi dengan mengacu pada kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh hukum di negara-negara demokratis. Menurut pandangan mereka, meskipun aksi demonstrasi tersebut provokatif dan kontroversial, tetapi memberikan izin menunjukkan bahwa negara menghormati hak setiap individu untuk menyatakan pandangannya, bahkan jika pandangan tersebut bertentangan dengan mayoritas.
Namun demikian, perlu diingat bahwa kebebasan berekspresi bukan berarti bebas dari tanggung jawab. Setiap individu dan kelompok masyarakat harus menyadari dampak dan konsekuensi dari tindakan atau pernyataan yang mereka lakukan. Keharmonisan masyarakat multikultural seperti Swedia perlu dijaga dengan bijaksana, dan pihak berwenang harus mempertimbangkan implikasi dari keputusan yang diambil.
Tentu saja, hak untuk menyampaikan pendapat dan melakukan protes adalah hal yang mendasari dalam sistem demokrasi. Namun, dalam menyampaikan pandangan atau keberatan, sebaiknya dilakukan dengan cara yang lebih konstruktif dan menghargai keberagaman dan sensitivitas agama.
Pada akhirnya, keputusan polisi Swedia ini memberikan tantangan dan pembelajaran bagi negara-negara lain dalam menghadapi situasi serupa. Penting bagi setiap negara untuk menemukan keseimbangan antara hak-hak individu dalam berpendapat dengan perlindungan terhadap hak-hak agama dan kerukunan sosial. Ini adalah langkah penting dalam menjaga stabilitas dan kedamaian dalam masyarakat yang majemuk dan beragam.
Sumber: Detik.com