Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Khutbah Idul Adha : Mempelajari dan Meneladani Kesalehan dan Ketegaran Jiwa Nabi Ismail dalam Sejarah Kurban

khutbah Idul Adha, kesalehan Nabi Ismail, ketegaran jiwa, kurban, belajar, meneladani


Selamat datang di blog kami! Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas khutbah Idul Adha yang mengisahkan tentang kesalehan dan ketegaran jiwa Nabi Ismail. Kisah ini membawa kita kembali ke masa ratusan tahun yang lalu, di mana Nabi Ismail, meski masih anak-anak, mampu menunjukkan kesalehan yang tak kalah dengan orang dewasa. Ia bahkan bersedia mengorbankan dirinya sendiri demi menaati perintah Allah swt. Mari kita pelajari kisah ini dan ambil hikmah serta teladan yang berharga.

Kisah Kesalehan dan Ketegaran Jiwa Nabi Ismail dalam Sejarah Kurban

Anak Kecil dengan Kesalehan yang Menginspirasi

Nabi Ismail adalah seorang anak yang masih kecil pada saat itu, namun ia menunjukkan kesalehan yang menginspirasi banyak orang. Dalam catatan sejarah kurban, Nabi Ismail dipilih oleh Allah swt. untuk dijadikan sebagai ujian bagi Nabi Ibrahim. Nabi Ismail dengan tulus menerima perintah Allah swt. untuk dikorbankan sebagai bentuk ketaatan dan pengabdian kepada-Nya. Hal ini menunjukkan ketegaran jiwa Nabi Ismail dalam menghadapi cobaan yang begitu berat.

Kesalehan dan Ketegaran Nabi Ismail yang Mencerminkan Ketaatan kepada Allah swt.

Nabi Ismail memberikan contoh yang luar biasa tentang kesalehan dan ketegaran dalam menghadapi perintah Allah swt. Walaupun masih anak-anak, ia tidak ragu atau takut dalam menghadapi ujian yang begitu besar. Ia mengerti bahwa keteguhan jiwa dan ketaatan kepada Allah swt. adalah prioritas utama dalam hidupnya.

Kesalehan dan Ketegaran yang Menginspirasi Kita

Kisah Nabi Ismail mengajarkan kepada kita pentingnya memiliki kesalehan dan ketegaran dalam menjalani kehidupan ini. Meskipun kita mungkin tidak menghadapi ujian seberat yang dialami oleh Nabi Ismail, tetap saja, ada banyak tantangan dan cobaan dalam hidup kita. Dalam menghadapi hal-hal tersebut, kita bisa belajar dari Nabi Ismail untuk tidak mengeluh atau menyerah, melainkan memiliki kesalehan dan ketegaran yang kuat.

Teladan Kesalehan dan Ketegaran Nabi Ismail yang Bisa Kita Teladani

Ketaatan kepada Allah swt.

Nabi Ismail menunjukkan ketaatan yang luar biasa terhadap perintah Allah swt. Walaupun mengetahui bahwa ia akan dikorbankan, ia tetap menerima dengan ikhlas karena kepatuhan kepada Allah swt. merupakan prinsip utamanya. Dari sini, kita bisa belajar untuk senantiasa mengutamakan ketaatan kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupan kita.

Ketegaran jiwa dalam menghadapi cobaan

Meskipun Nabi Ismail tahu bahwa perintah Allah swt. akan membawanya ke jalan yang penuh penderitaan, ia tetap memiliki ketegaran jiwa yang luar biasa. Ia menerima takdirnya dengan lapang dada dan menghadapi cobaan tersebut dengan ketabahan yang menginspirasi. Dari sini, kita dapat mengambil teladan untuk menjaga ketegaran jiwa dalam menghadapi cobaan hidup.

Kisah kesalehan dan ketegaran jiwa Nabi Ismail dalam sejarah kurban merupakan sumber inspirasi yang berharga bagi kita semua. Melalui contoh teladan Nabi Ismail, kita diajak untuk belajar dan meneladani nilai-nilai mulia seperti ketaatan kepada Allah swt. dan ketegaran jiwa dalam menghadapi cobaan hidup. Mari kita aplikasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari kita agar kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan mendapatkan berkah dari-Nya. Terima kasih telah membaca artikel ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua

Teks khutbah berikut ini dengan judul, “Khutbah Idul Adha: Belajar Ketegaran Jiwa dari Nabi Ismail”. Semoga bermanfaat!

Khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

 اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ  وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ شَهْرَ الْحَجِّ غُزَّةَ وَجْهِ الْعَامِ، وَأَجْزَلَ فِيْهِ الْفَضَائَلَ وَالْاِنْعَامِ، وَفَضَّلَ أَيَّامَهُ عَلَى سَائِرِ الْأَيَّامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَلْمَبْعُوْثِ عَلَى جَمِيْعِ الْأَنَامِ، وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ هُدَاةِ الْأَنَامِ وَمَصَابِيْحِ الظَّلَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِلَهٌ تَفَرَّدَ بِالْكَمَالِ وَالتَّمَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَفْضَلُ مَنْ صَلَّى وَصَامَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْ شُبِّهُوْا بِالْأَنْجَامِ، فَمَنْ تَبِعَهُ فَقَدْ نَالَ سُبُلَ التَّامِ

أَمَّا بَعْدُ، فَيآ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ رَحِمَكُمْ اللهُ، أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَقَالَ أَيْضًا: فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah

Syukur alhamdulillah mari kita tanamkan dalam hati dan ucapkan dengan lisan sebagai kata kunci pertama atas segala nikmat dan karunia yang Allah swt berikan kepada kita semua. Salah satunya adalah kembali mempertemukan kita semua dengan hari raya Idul Adha. Semoga ibadah yang kita lakukan menjadi ibadah yang diterima oleh-Nya.

Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw, allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala alih wa sahbih, yang telah sukses menjadi contoh dan teladan bagi kita semua, baik dalam berucap, bertindak, maupun berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, beserta para sahabat, keluarga, dan semua pengikutnya yang senantiasa berusaha untuk mengikuti seluruh jejak langkahnya.

Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang turut hadir pada pelaksanaan shalat sunnah Idul Adha ini, untuk terus berusaha dan berupaya dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Karena hanya dengan modal takwa, kita semua bisa menjadi hamba yang selamat, baik di dunia maupun di akhirat.

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah

Salah satu sejarah penting yang berhubungan dengan perayaan hari raya Idul Adha adalah sejarah tentang ketegaran jiwa Nabi Ismail di saat mendapatkan ujian dari Allah, berupa menjadikan dirinya sebagai kurban untuk disembelih. Kisah ini akan terus dikenang oleh kita semua, dan menjadi pelajaran penting untuk terus tumbuh sebagai manusia yang tegar dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Alkisah, suatu saat ketika Nabi Ibrahim dikaruniai seorang anak yang sudah sangat ia dambakan sejak dahulu, ternyata dalam tidurnya bermimpi menyembelih dan mengurbankan putra tersayangnya itu. Saat itu, Nabi Ismail sudah bisa membantu ayahnya dalam setiap pekerjaan-pekerjaannya. Ia sudah tumbuh menjadi anak yang bisa bertanggung jawab. Sebagian ada yang mengatakan umur 7 tahun, dan ada juga yang mengatakan sudah berumur 13 tahun.

Menyikapi mimpinya itu, Nabi Ibrahim sangat bingung dan gelisah. Ia tidak lantas membenarkan, namun tidak pula mengingkari. Ia merenunginya beberapa kali, dan memohon kepada Allah untuk memberi petunjuk yang benar kepadanya. Setelah malam yang sangat membingungkan itu selesai, ternyata malam kedua juga datang kepadanya mimpi yang sama, begitupun dengan malam ketiga. Setelah mimpinya yang ketiga, barulah ia meyakini dan membenarkan, bahwa mimpi itu benar-benar nyata dan harus dilaksanakan.

Kisah ini sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an surat As-Sffat, Allah swt mengisahkan perkataan Nabi Ibrahim kepada anak semata wayangnya setelah mengalami mimpi berkali-kali datang kepadanya. Dalam Al-Qur’an diceritakan:


فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى

Artinya, “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’”

Mendengar pernyataan dan pertanyaan ayahnya, dengan penuh ketegaran jiwa dan kesabaran, Nabi Ismail yang masih bocah itu menjawab:

قَالَ ياأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya, “Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS As-Saffat: 102).

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah

Sebagai sosok hamba yang taat, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail melakukan apa yang telah diperintahkan kepada keduanya. Dengan hati yang sedih dan raut wajah yang dipenuhi linangan air mata, keduanya harus sama-sama ikhlas dan ridha demi memenuhi perintah Tuhannya, bahkan Nabi Ibrahim harus mengurbankan anaknya sendiri, disembelih di hadapannya dan dilakukan dengan tangannya sendiri.

Imam Fakhruddin ar-Razi dalam salah satu karyanya, Tafsir Mafatih al-Ghaib, mengisahkan percakapan keduanya ketika sudah sepakat untuk melakukan penyembelihan. Nabi Ibrahim membawa putranya ke Mina dan membaringkannya di atas pelipisnya. Saat-saat penuh kesedihan itu, Nabi Ismail berkata kepada ayahnya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran,


يَا أَبَتِ اشْدُدْ رِبَاطِي فِيَّ كَيْلَا أَضْطَرِبَ، وَاكْفُفْ عَنِّي ثِيَابَكَ لَا يَنْتَضِحَ عَلَيْهَا شَيْءٌ مِنْ دَمِي فَتَرَاهُ أُمِّي فَتَحْزَنَ، وَاسْتَحِدَّ شَفْرَتَكَ وَأَسْرِعْ إِمْرَارَهَا عَلَى حَلْقِي لِيَكُونَ أَهْوَنَ فَإِنَّ الْمَوْتَ شَدِيدٌ، وَاقْرَأْ عَلَى أُمِّي سَلَامِي وَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تَرُدَّ قَمِيصِي عَلَى أُمِّي فَافْعَلْ فَإِنَّهُ عَسَى أَنْ يَكُونَ أَسْهَلَ لَهَا

Artinya, “Wahai ayahku! Kencangkanlah ikatanku agar aku tidak lagi bergerak, singsingkanlah bajumu agar darahku tidak mengotori, dan (jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya ia akan bersedih, asah dulu pisaumu hingga tajam dan percepatlah gerakan pisau itu dari leherku, agar terasa lebih ringan bagiku, karena sungguh kematian itu sangat dahsyat. Dan, apabila engkau telah kembali maka sampaikanlah salam (kasih)ku kepadaya. Dan jika engkau hendak menyerahkan baju ini, lakukanlah mudah-mudahan bisa lebih memudahkan baginya.”


فَقَالَ إِبْرَاهِيمُ: نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللَّهِ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ يُقَبِّلُهُ وَقَدْ رَبَطَهُ وَهُمَا يَبْكِيَانِ ثُمَّ وَضَعَ السِّكِّينَ عَلَى حَلْقِهِ

Artinya, “Nabi Ibrahim berkata: ‘Sungguh sebaik-baiknya pertolongan itu adalah kamu wahai anakku atas perintah Allah.’ Kemudian ia menghadap anaknya dengan linangan air mata yang membasahi pipinya, maka Ismail pun juga menangis.”

Di saat-saat menegangkan itu, Nabi Ismail berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Telungkupkan dulu wajahku hingga tak terlihat olehmu! Karena bisa saja dengan terlihatnya wajahku, engkau akan selalu merasa iba, yang dengan perasaan tersebut bisa menjadi penghalang bagi kita untuk melaksanakan perintah Allah, apalagi di depanku terlihat kilatan pisau tajam yang akan membuatku ketakutan.”

Lantas Nabi Ibrahim melaksanakan semua permohonan dan permintaan putranya itu. Namun ketika pisau itu disembelihkan kepada leher Ismail, pisau yang begitu tajam itu tidak bisa melukainya, bahkan berkali-kali pisau itu diasahnya hingga sangat tajam, namun tetap saja tidak bisa melukainya. Di saat itulah, Allah swt berfirman kepadanya:


وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ.

Artinya, “Lalu Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” (QS As-Saffat: 104-108)

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah

Itulah kisah ketegaran Nabi Ismail dalam menjalankan perintah dari Allah swt. Ia lakukan semuanya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, sekalipun nyawa akan menjadi taruhannya. Sungguh semua ini menjadi suri teladan yang sangat mulia bagi kita semua, untuk kita pelajari dan kita ikuti jejak langkahnya dalam membangun jiwa yang tegar dan sabar.

Oleh karena itu, mari kita jadikan momentum perayaan dan pelaksanaan shalat sunnah Idul Adha ini sebagai ajang untuk meneladani ketegaran jiwa Nabi Ismail as dalam bersabar atas segala ujian yang diberikan oleh Allah, sehingga bisa menjadikan kita semua sebagai hamba pilihan yang dicintai oleh-Nya.

Demikian khutbah Idul Adha perihal belajar dan meneladani ketegaran jiwa Nabi Ismail dalam peristiwa kurban. Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai orang-orang yang bisa bersabar dalam menjalani semua ujian dari-Nya. Amin ya rabbal alamin.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah II


اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

 اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمِ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Sumber : Nu Online

Ikuti Sosial media kami untuk mendapatkan update terbaru dari Kang Santri:

Halaman:

1 2
9014244961" data-ad-slot="7625084436" data-ad-format="auto" data-full-width-responsive="true">

Continue to Next Post

Code will appear in second