Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ketika Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari Menolak Tawaran Jadi Presiden Indonesia

Ketika Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari Menolak Tawaran Jadi Presiden Indonesia

Kangsantri.net - Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari adalah seorang ulama terkemuka pada masanya yang dihormati oleh banyak orang. Ia menjadi sumber referensi untuk berbagai masalah kehidupan, baik itu dalam bidang agama maupun politik nasional. Banyak masyarakat dan tokoh-tokoh yang meminta petunjuk darinya agar tidak salah dalam mengambil sikap dan arah kehidupan.

Latar Belakang dan Perjalanan Kiai Hasyim Asy’ari

Kehandalannya tidak didapatkan dengan mudah. Kiai Hasyim yang lahir di Desa Nggedang, Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur pada tanggal 14 Februari 1871 adalah seorang santri kelana. Ia belajar di berbagai pondok pesantren, berguru kepada berbagai kiai, dan melakukan perjalanan dari Jawa hingga ke Makkah. Di kota suci tersebut, ia pernah melakukan ibadah haji bersama mertuanya, KH Yaqub, dan istrinya, Khadijah. Sayangnya, istrinya meninggal saat melahirkan putra pertama mereka. Setelah itu, Kiai Hasyim memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan kemudian kembali berangkat ke Makkah bersama saudaranya.

Dalam Ensiklopedia NU Jilid 2, dikisahkan bahwa kedua kalinya Kiai Hasyim pergi ke Makkah, ia tinggal di sana selama tujuh tahun untuk belajar kepada para ulama di kota suci tersebut. Ia belajar dari ulama-ulama Nusantara yang berada di Makkah, seperti Syekh Mahfudz Termas dan Syekh Khatib Minangkabau, serta ulama-ulama dari berbagai wilayah lainnya, seperti Sayyid Abbas al-Maliki, Sayyid Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi, dan Sayyid Sulthan Hasyim Ad-Daghistani.

Setelah pulang dari Makkah, Kiai Hasyim mulai membangun pesantren di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Pesantren tersebut semakin berkembang setiap harinya. Kealimannya tidak hanya diakui saat ia mendirikan pesantren, tetapi sejak di Makkah, Kiai Hasyim sudah dipercaya untuk mengajar di Masjidil Haram.

Peran Kiai Hasyim Asy’ari dalam Pergerakan Agama dan Kemerdekaan

Selain mengajar para santrinya, Kiai Hasyim juga aktif dalam berbagai pergerakan, baik dalam mengembangkan agama Islam maupun dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Perannya sangat penting karena para ulama sepakat bahwa ia adalah Rais Akbar Nahdlatul Ulama, pemimpin tertinggi organisasi masyarakat Islam yang berpegang teguh pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.

Pengaruh Kiai Hasyim yang begitu kuat di kalangan masyarakat menarik perhatian Jepang untuk menawarkan jabatan Presiden Republik Indonesia kepadanya. Kisah ini tercatat dalam catatan harian Maruto Nitimiharjo, seorang tokoh Murba sejaman dengan Adam Malik. KH Salahuddin Wahid menceritakan kejadian tersebut berdasarkan cerita dari temannya, Hadijoyo Nitimiharjo, yang merupakan putra dari Maruto Nitimiharjo, dalam sebuah pengantar buku yang berjudul "Hadratussyaikh, Komitmen Keumatan dan Kebangsaan" (2010) yang ditulis oleh Zuhairi Misrawi.

Maruto pernah diutus oleh pemerintah militer Jepang untuk bertemu dengan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Pada saat itu, Kiai Hasyim ditawari untuk menjadi Presiden Indonesia. Namun, ia dengan tegas menolak tawaran tersebut. Pasalnya, sebagai seorang kiai, tugas utamanya adalah mendidik santri di pesantren.

Sebenarnya, menurut tulisan Gus Salah, Jepang sudah mengetahui bahwa Kiai Hasyim pasti akan menolak tawaran tersebut. Namun, Jepang ingin mengetahui kepada siapa Kiai Hasyim akan memberikan dukungannya.

Oleh karena itu, setelah penolakan tersebut, pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang menurut Kiai Hasyim layak menjadi presiden dan siapa yang pantas menjadi wakilnya. Ketika ditanya hal tersebut, Kiai Hasyim menjawab dengan mengacu pada pandangan putranya, KH Abdul Wachid Hasyim, bahwa yang paling cocok untuk menjadi presiden adalah Ir. Soekarno atau yang akrab disapa Bung Karno, sementara Bung Hatta cocok menjadi wakil presiden.

Kenangan Terakhir dan Warisan Kiai Hasyim Asy’ari

Dalam catatan Fathurrochman Karyadi (2022), kisah di atas menjadi latar belakang penulisan biografi Kiai Hasyim oleh Muhammad Asad Shihab yang berjudul "Peletak Batu Pertama Kemerdekaan Republik Indonesia" (Wāḍi’ labinah Istiqlāl Indūnūsīyā).

KH Hasyim Asy’ari meninggal dunia pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H atau 25 Juli 1947 M. Oleh karena itu, hari ini merupakan peringatan haul Kiai Hasyim yang ke-75 tahun.

Penutup

Dalam kehidupan Kiai Hasyim Asy’ari, terdapat momen penting ketika ia menolak tawaran menjadi Presiden Republik Indonesia yang diajukan oleh Jepang. Meskipun Jepang mengetahui bahwa Kiai Hasyim akan menolak, mereka ingin mengetahui dukungan Kiai Hasyim terhadap calon presiden lainnya. Kiai Hasyim dengan tegas menyatakan bahwa Ir. Soekarno adalah orang yang paling cocok untuk menjadi presiden, sementara Bung Hatta layak menjadi wakil presiden. Kisah ini menunjukkan kebijaksanaan dan integritas Kiai Hasyim dalam mempertahankan perannya sebagai seorang kiai dan pendidik santri. Warisan Kiai Hasyim Asy’ari sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia terus hidup dan memberikan inspirasi bagi generasi-generasi selanjutnya.

Ikuti kami di Google News untuk mendapatkan update Berita Terbaru Dari KangSantri.net

9014244961" data-ad-slot="7625084436" data-ad-format="auto" data-full-width-responsive="true">

Continue to Next Post

Code will appear in second