Cinta Platonis dalam Kisah Cinta Romantis Qais dan Layla
kangsantri.net - Kisah cinta romantik antara Qais dan Layla, yang dikenal sebagai al-Hubb al-Udzry, telah mengilhami banyak sufi falsafi. Dalam konteks ini, Layla menjadi simbol Sang Kekasih yang Maha Indah (Tuhan), sementara Qais atau Majnun menjadi simbol para pencari, pengembara, pencinta, dan perindu. Perjalanan menuju penyatuan antara pencari dan Sang Kekasih, seperti perjalanan cinta Qais dan Layla, menjadi landasan bagi apa yang kemudian dikenal sebagai "Cinta Platonis." Istilah "Platonis" merujuk pada filosof Yunani terkenal, Plato.
Cinta Platonis: Kisah Cinta Qais dan Layla dalam Pandangan Sufi Falsafi
Cinta Platonis sebagai Cinta yang Murni dan Idealis
Cinta Platonis sering didefinisikan sebagai cinta dalam tataran ide, cinta yang murni dan sepenuhnya. Ini adalah cinta yang bertujuan untuk menyatukan dua ruh yang berbeda. Para sufi besar seperti Abu Yazid al-Bisthami, al-Hallaj, Imam al-Ghazali, Ibnu Arabi, Jalal al-Din Rumi, Samnun al-Muhibb, Zhunnun al-Mashri, Al-Sirr al-Saqathi, Farid al-Din al-‘Atthar, Ibn al-Faridh, dan banyak lagi menjelajahi dan menapaki jalan ini.
Dalam puisi terkenalnya, sufi legendaris Husein Manshur al-Hallaj (w. 922 M) mengekspresikan tema cinta ini dengan:
"Anaku yang mencinta
Dia yang kucinta adalah aku
Kami adalah dua jiwa yang bersemayam dalam satu tubuh.
Jika kau melihat aku, kau melihat Dia,
dan jika kau lihat Dia, kau lihat aku."
Cinta Platonis dalam Karya Ibnu Arabi dan Para Sufi Islam
Ibnu Arabi, seorang sufi terkemuka, menyatakan bahwa cinta tulus antarmanusia adalah awal dari perjalanan pengenalan kepada Tuhan. Ini adalah pengalaman mencintai Tuhan dan menerima limpahan anugerah-Nya. Pandangan ini diperkenalkan oleh para sufi Islam dalam karya-karya sastra filsafat mereka. Konsep Cinta Ketuhanan ini pertama kali muncul pada zaman Plato dan kemudian dipertegas oleh aliran Neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus. Itulah sebabnya mengapa kisah cinta Layla-Majnun, yang awalnya dikenal sebagai kisah cinta romantis, kemudian diadaptasi oleh sufi falsafi dan dikenal dengan sebutan Cinta Platonis.
Inspirasikan Cinta Platonis dalam Kehidupan Anda
Cinta Platonis, meskipun terkait erat dengan cinta romantis dalam kisah Qais dan Layla, mengandung pesan yang lebih dalam. Ia mengajarkan kita tentang pentingnya mencari dan menyatukan diri dengan Sang Kekasih, yaitu Tuhan. Seperti yang diungkapkan oleh sufi besar seperti Rumi, Ibnu Arabi, dan al-Hallaj, cinta tulus antarmanusia membawa kita pada perjalanan spiritual yang mengarah pada pengenalan kepada Tuhan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mengambil inspirasi dari konsep Cinta Platonis ini. Kita dapat berupaya untuk mencintai dengan sepenuh hati, tidak hanya dalam hubungan romantis, tetapi juga dalam kasih sayang kepada sesama manusia dan alam semesta. Dalam mencintai, kita merasakan kedekatan dengan Sang Kekasih dan mengalami limpahan anugerah-Nya. Melalui cinta tulus, kita dapat menemukan makna dan tujuan yang lebih dalam dalam hidup kita.
Penutup
Kisah cinta romantis Qais dan Layla menjadi sumber inspirasi bagi para sufi falsafi dalam memahami cinta Platonis. Dalam pandangan sufi, cinta Platonis adalah cinta yang murni dan idealis, yang mengarah pada penyatuan antara pencari dan Sang Kekasih, Tuhan. Ibnu Arabi dan para sufi Islam lainnya mengembangkan pandangan ini dalam karya-karya sastra mereka, menghubungkan cinta manusia dengan pengenalan kepada Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mengambil inspirasi dari konsep Cinta Platonis ini untuk mencintai dengan sepenuh hati dan menemukan makna yang lebih dalam dalam hidup kita. Marilah kita terus menggali dan merenungkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya untuk memperkaya perjalanan spiritual dan cinta dalam kehidupan kita.
Ikuti Sosial media kami untuk mendapatkan update terbaru dari Kang Santri: