Terjemah Lengkap Akhlaq Lil Banin Juz 4
Selamat datang di artikel kami yang membahas tentang terjemahan kitab Akhlaq Lil Banin Juz 4. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi terjemahan lengkap kitab Akhlaq Lil Banin Juz 3, setelah seblumnya kita telah kami sajikan:
dalam bahasa Indonesia yang kami sajikan di situs https://www.kangsantri.net,
Kitab ini merupakan panduan praktis yang membahas tentang pendidikan akhlak bagi anak-anak, dan kami juga akan mengenalkan lebih dekat dengan pengarangnya, Syaikh Umar Baradja. kami berharap artikel ini dapat memberikan wawasan dan panduan yang berharga dalam mengembangkan karakter dan moralitas anak-anak dengan nilai-nilai Islami yang baik.
Mengenal Kitab Akhlaq Lil Banin
Kitab Akhlaq Lil Banin, yang secara harfiah berarti "Akhlak untuk Anak Laki-laki," ditulis oleh seorang ulama terkenal bernama Syaikh Umar Baradja. Kitab ini menggambarkan pentingnya pendidikan akhlak sejak dini dan memberikan pedoman praktis bagi orang tua, guru, dan pengasuh dalam membentuk karakter anak-anak mereka.
Dalam kitab ini, Syaikh Umar Baradja membahas berbagai aspek akhlak yang harus ditanamkan pada anak-anak, termasuk perilaku sopan, kejujuran, kesabaran, keramahan, kebersihan, dan banyak lagi. Ia menekankan pentingnya menanamkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari anak-anak agar mereka dapat tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, bermoral, dan berperilaku baik.
Melalui terjemahan Kitab Akhlaq Lil Banin ini, pembaca yang tidak mahir dalam bahasa Arab dapat memahami dan menerapkan ajaran-ajaran kitab Akhlaq Lil Banin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mempelajari kitab ini, orang tua, guru, dan pengasuh dapat memperoleh panduan yang bermanfaat dalam membimbing dan mengembangkan perilaku dan karakter anak-anak.
Mengenal Penulis Akhlaq Lil Banin
Syaikh Umar Baradja, seorang ulama terkemuka dari Surabaya, telah mengukir akhlaq para santri di Indonesia melalui karya-karyanya. Sejak tahun 1950, buku-buku karya beliau, seperti "Al-Akhlaq Lil Banin" dan "Al-Akhlaq Lil Banat," telah menjadi bagian dari kurikulum di pesantren di seluruh Indonesia. Buku-buku ini awalnya dicetak di Kairo, Mesir, pada tahun 1969 atas biaya dari seorang dermawan Mekkah. Syaikh Umar berharap agar karyanya ini dapat menjadi jariyah yang bermanfaat bagi umat Islam di seluruh dunia. Pada tahun 1992, buku-buku tersebut diterbitkan dalam bahasa Indonesia, Jawa, Madura, dan Sunda.
Selain sebagai penulis buku pelajaran, Syaikh Umar juga seorang penyair berbakat. Banyak syair-syairnya yang belum dibukukan dan masih tersimpan dalam perpustakaan keluarga. Keahliannya dalam bahasa Arab, sastra, tafsir, hadis, fiqih, tasawuf, sirah, dan sejumlah bahasa asing, seperti Belanda dan Inggris, menjadikannya ulama yang sangat berpengetahuan.
Syaikh Umar Baradja lahir pada tahun 1913 dan sejak kecil telah dididik oleh kakeknya, seorang ulama yang ahli dalam ilmu nahwu dan fiqih. Ia menuntut ilmu agama dan bahasa Arab dengan tekun dan mendapatkan pendidikan dari berbagai ulama terkemuka di Indonesia dan luar negeri.
Kariernya sebagai pendidik dimulai di Madrasah Al-Khairiyah Surabaya, dan kemudian ia mengajar di berbagai lembaga pendidikan, seperti Madrasah Al-Husainiyah Bondowoso, Rabithah Al-Alawiyyah Solo, dan Al-Arabiyah Al-Islamiyah Gresik. Selain itu, ia juga mengajar di rumah pribadinya dan menyelenggarakan majelis ta'lim. Ia bahkan mendirikan yayasan pendidikan atas namanya sendiri, Yayasan Perguruan Islam Umar Baradja, yang masih beroperasi hingga sekarang di bawah asuhan putranya.
Syaikh Umar juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Ia menggalang dana untuk membantu janda, fakir miskin, dan yatim piatu, terutama para santrinya, agar mereka dapat fokus dalam menimba ilmu. Ia juga berperan dalam menjodohkan wanita muslim dengan pria muslim yang baik dan menyediakan dukungan keuangan untuk pernikahan mereka. Salah satu karya monumental Syaikh Umar adalah pembangunan Masjid Al-Khair di Surabaya, yang ia dirikan bersama KH. Adnan Chamim pada tahun 1971. Masjid ini menjadi pusat dakwah dan kegiatan keagamaan di Surabaya. selengkapnya tentang syaikh umar baradja
Terjemah Lengkap Akhlaq Lil Banin Juz 4
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
yang menjadikan akhlak yang baik sebagai penyebab kebahagiaan dan kenikmatan
serta menyeru manusia agar melakukannya. Disamping itu, menjadikan akhlak yang
buruk sebagai penyebab kebinasaan dan kesengsaraan serta melarang manusia melakukannya.
Shalawat dan salam semoga terlimpahkan atas Nabi yang paling utama, Sayyidina
Muhammad dan keluarga serta sahabatnya yang berbakti dan bertakwa.
Selanjutnya, inilah jilid
keempat yang terakhir dari kitab Al-Akhlaq li al-Banin, (Bimbingan Akhlak Bagi
PutraPutra Anda), yang kami selesaikan atas taufik dari Allah Ta’ala dan
Dia-lah sebaik-baik penolong.
Selain itu, kami mohon
kepada Allah Azza wa Jalla agar memberi manfaat terhadap kitab ini kepada para
remaja dan menjadikannya sebagai pembimbing bagi mereka menuju budi pekerti
mulia, disamping memberi manfaat kepada mereka dengan jilid-jilid sebelumnya,
dimana mereka mempelajari adab-adab yang baik.
Sesungguhnya, hanya Allah
Ta’ala yang memberi hidayah dan kepada-Nya kita kembali. Dia-lah yang patut
mengabulkan do’a.
Surabaya, Ramadhan 1385 H.
Al-Ustadz Umar Bin Ahmad
Baradja
PENDAHULUAN DARI PERKATAAN IMAM AL-GHAZALI RA.
·
Akhlak ibarat keadaan jiwa yang kokoh, dari mana timbul berbagai
perbuatan dengan mudah tanpa menggunakan pikiran dan perencanaan. Bilamana
perbuatan-perbuatan yang timbul dari jiwa itu baik, maka keadaannya disebut
“akhlak yang baik”. Jika yang ditimbulkan kebalikan dari itu, maka keadaannya
disebut “akhlak yang buruk”. Apabila keadaan itu tidak mantap di dalam jiwa,
maka ia tidak disebut akhlak.
·
Akhlak dapat dihasilkan dengan latihan dan perjuangan pada awal, hingga
akhirnya menjadi watak. Misalnya, seseorang yang ingin mempunyai tulisan indah,
maka pertama kali dia harus memaksakan diri untuk meniru tulisan-tulisan yang
indah, hingga tulisan itu menjadi wataknya. Ini tidaklah aneh pada manusia yang
diberi oleh Allah akal dan pengertian. Bahkan, tidak aneh pula pada hewan buas,
karena ia bisa diubah akhlaknya dengan latihan hingga menjadi jinak. Tidakkah
Anda lihat, kalau anjing bisa diajar untuk berburu dan menjaga?
·
Akan tetapi, pendidikan akhlak menjadi berat bagi murid pada mulanya,
kemudian dia dapat menikmati pada : akhirnya. Misalnya, bayi yang disapih dari
payudara ibunya, pada mulanya dia menangis keras dan kurus tubuhnya serta pucat
warna kulitnya. Dia semakin tidak menyukai makanan yang diberikan kepadanya
sebagai pengganti air susu. Akan tetapi, apabila dia langsung dihentikan dari
minum air susu hari demi hari, lalu semakin payah dalam bersabar dan diliputi
rasa lapar, maka dia pun terpaksa makan makanan, kemudian menjadi watak
(kebiasaan). Seandainya disuruh kembali minum air susu ibu, dia tidak akan mau.
Selanjutnya, dia pun menjauhi payudara dan tidak menyukai air susu ibu, namun
terbiasa dengan makanan penggantinya.
Begitu pula binatang, pada
mulanya ia tidak menyukai pelana, kekang besi dan tidak mau dinaiki. Akan
tetapi ia dipaksa melakukan itu dengan rantai dan tali. Ia pun menjadi jinak,
sehingga apabila dibiarkan ditempatnya, ia pun berdiri tanpa diikat maupun
dirantai.
Untuk menunjukkan bahwa
akhlak itu dapat diubah, tersebutlah dalam hadits: “Sesungguhnya ilmu didapat
dengan belajar dan kebijakan didapat dengan sering berbuat bijaksana.
Barangsiapa mencari kebaikan, Ia pun diberi kebaikan itu. Dan barangsiapa
menghindari kejahatan, ia pun dilindungi dari kejahatan itu.
Al-Imam Al-Bushiri
rahimahullah berkata :
Nafsu itu seperti bayi,
jika kamu biarkan, ia tetap suka menyusu, dan jika kamu lepas, ia pun berhenti.
Orang yang dapat
mengendalikan nafsu dari pembangkangannya, seperti kuda liar yang dikendalikan
dengan besi di mulutnya.
·
Induk akhlak yang baik adalah empat keutamaan: kebijakan, keadilan,
keberanian dan keluhuran budi.
Hikmah adalah suatu
kebenaran dengan ilmu dan amal, dan ia adalah sumber akhlak yang baik.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan barangsiapa yang diberi al-Hikmah, maka dia pun telah diberi kebaikan yang
banyak.” (OS. Al-Baqarah: 269)
Ketika Ibnu Abbas ra
meriwayatkan firman Allah Ta’ala pada surat Luqman, ayat 12, yaitu : “Dan
sesungguhnya telah kami berikan Al-Hikmah kepada Luqman”, dia berkata:
“Al-Hikmah ialah akal, pengertian dan kecerdasan selain kenabian.”
Keadilan ialah keadaan
jiwa dan kekuatan untuk mengendalikan kemarahan dan syahwat serta
mengarahkannya secara bijaksana.
Keberanian ialah tunduknya
kekuatan amarah pada akal dalam bertindak dan berhenti.
Keluhuran budi ialah
terdidiknya kekuatan syahwat dengan pendidikan akal dan syara’ (syariat atau
perintah agama).
·
Akhlak yang terpuji ialah pertengahan dari kewajaran antara berlebih-lebihan
dan kekurangan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam memuji Rasul saw. dan
para sahabatnya: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang yang bersamanya
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.”
(QS. Al-Fath: 29).
Dan Allah Ta’ala berfirman
dalam memuji hamba-hamba-Nya yang shalih: “Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir,
dan adalah (pembelanjaan) itu ditengah-tengah antara yang demikian.” (AS.
Al-Furqaan: 67). –
Dalam hadits disebutkan:
“Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan.”
Penyair berkata :
Suka berlebih-lebihan itu
salah, sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan.
Keberanian adalah sikap
yang terpuji antara keras hati (berani) dan pengecut.
Kedermawanan adalah antara
pemborosan dan kikir. Rendah hati adalah antara kehinaan dan kesombongan. Rasa
malu adalah antara kelemahan dan kekasaran. Keramahan adalah antara
keberandalan dan kekakuan. Keluhuran budi adalah antara keserakahan dan
kebekuan, dan akhlak-akhlak lainnya.
·
Akhlak terpuji adalah penyebab kebahagiaan di dunia dan akhirat. la
mengangkat pemiliknya ke wilayah malaikat yang mugarrabin (yang dekat dengan
Allah), sedangkan akhlak yang buruk adalah racun pembunuh dan perbuatan buruk
yang menjauhkan diri dari rahmat Tuhan sekalian alam.
la menjerumuskan
pemiliknya ke jurang setan yang terusir. Akhlak yang buruk adalah penyakit hati
dan jiwa. Di samping itu, ia adalah penyakit yang menghilangkan kehi dupan yang
abadi. Bandingkan ia dengan penyakit yang hanya menghilangkan kehidupan jasad.
Apalagi para dokter sangat memperhatikan pengobatan badan demi memelihara
kehidupan yang fana, maka perhatian untuk mengobati penyakit hati lebih utama,
karena ia melindungi kehidupan yang abadi.
Pengobatan macam Ini wajib
dipelajari oleh setiap orang yang berakal, dan ia merupakan cara pengobatan
para Nabi. Shalawat dan salam semoga atas mereka. Allah Ta’ala telah mengutus
mereka untuk mengajari umat, bagaimana menyuc kan hati mereka dari akhlak
tercela dan menghiasi jiwanya dengan akhlak mulia?
·
Maka, ambillah buku ini, lalu bacalah dengan penuh perhatian dan
renungkan. Paksalah diri Anda untuk mengamalkan isinya. Setelah itu,
lanjutkanlah dengan buku buku besar, sehingga Anda dapat memahami hakikat akhlak
dan menjadi orang terdidik dan bahagia di dunia dan agama. dan Allah-lah
pemberi taufik.
1. RASA MALU DAN TIDAK TAHU MALU
Ketahuilah! hai anak
tercinta, rasa malu adalah pokok segala keutamaan dan sumber segala adab. Maka,
manusia wajib berakhlak dengan rasa malu sejak awal pertumbuhannya, agar dia
terbiasa dengan akhlak mulia dan adab yang baik di kala dewasa. Dalam hadits
disebutkan: “Rasa malu itu selalu membawa kebaikan”. “Rasa malu itu . sebagian
dari iman”. Juga “Rasa malu adalah pengamalan agama seluruhnya”.
Adapun perbuatan keji atau
keberandalan, maka ia merupakan pembuka pintu perbuatan yang rendah dan hina
seluruhnya. Nabi saw. bersabda: “Apabila engkau tidak merasa malu, maka
berbuatlah sekehendakmu.” Penyair berkata:
Jika engkau tak takut akibat
di kemudian hari dan tidak merasa malu, maka lakukanlah segala yang engkau
kehendaki
Demi Allah, tiada kebaikan
dalam kehidupan di dunia bila lenyap rasa malu.
Manusia hidup dalam
kebaikan, selama ia merasa malu sebagaimana batang yang terjaga, selama ada
kulitnya.
Sayyidina Abu Bakar ra.
sering mengucapkan bait berikut:
Sungguh, seakan-akan aku
melihat orang yang tak malu dan tidak jujur, telanjang di tengah masyarakat.
·
Rasa malu itu terbagi menjadi tiga macam:
Pertama, terhadap Allah
Ta’ala: Kedua, terhadap manusia, dan Ketiga, terhadap diri sendiri.
Rasa malu terhadap Allah
Ta’ala: Hal itu terwujud dengan mematuhi perintah-perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya. Nabi saw. bersabda: “Malulah terhadap Allah Azza wa Jalla dengan
rasa malu yang sebenarnya.” Ada yang mengatakan: “Hai Rasulullah, bagaimana
kami merasa malu kepada Allah dengan sebenarnya?” Beliau menjawab:
“Barangsiapa memelihara
Kepala dan apa yang dikandungnya (akal), perut dan isinya (makanan), dan
meninggalkan perhiasan kehidupan dunia serta mengingat mati dan kehancuran,
maka ia pun telah merasa malu terhadap Allah Azza wa Jalla dengan sebenarnya.”
Rasa malu ini adalah buah
dari kekuatan iman dan keyakinan. Oleh karena itu, disebutkan dalam hadits:
“Sedikit rasa malu adalah kufur, sedang rasa malu adalah ikatan iman. Jika
ikatan dari suatu benda terlepas, maka bercerai berai dan berantakanlah segala
isinya.”
Rasa malu terhadap
manusia: Hal itu terwujud apabila kamu menjaga pandangan dari suatu yang tidak
halal dari mereka. Disebutkan dalam hadits: “Allah melaknat orang yang
memandang (aurat orang lain) dan orang yang menyuruh melihatnya”.
Seorang bijak ditanya
tentang orang fasik, dia menjawab: “Dia (orang fasik) adalah orang yang tidak
menjaga pandangannya dari pintu-pintu manusia dan aurat mereka”. Hendaklah kamu
menampilkan akhlak yang baik terhadap. mereka, tidak mengganggunya dengan
akhlak yang buruk, dan tidak melakukan perbuatan maksiat atau kebiasaan buruk
di hadapan mereka, juga tidak berbicara dengan perkataan yang tidak pantas
didekatnya, lebih-lebih perkataan yang keji.
Rasulullah saw. bersabda :
“Rasa malu itu termasuk pengamalan iman, sedang iman itu di surga. Perkataan
yang keji itu termasuk kebejatan akhlak, dan kebejatan akhlak itu di neraka.”
Hendaklah kamu menampakkan
penampilan yang bagus dalam semua urusan dan memelihara citra yang baik, agar
tidak diceritakan perkara yang buruk tentang diri kamu.
Dalam hadits disebutkan :
“Termasuk takwa kepada Allah ialah menghindari celaan orang.”
Rasa malu ini menjadikan
kamu memiliki harga diri, kebenaran, keberanian, kemurahan hati, kebijakan dan
kejujuran. Maka, kamu pun berjiwa mulia dan bercitra baik. Ia mencegah kamu
dari perbuatan rendah, sifat pengecut, kikir, dusta, khianat dan kebodohan.
Karena kamu merasa malu apabila orang-orang melihatmu memiliki sifat-sifat yang
buruk tadi.
Imam Syafii ra. berkata :
“Demi Allah, seandainya aku tahu bahwa minum air dingin itu bisa merusak harga
diriku, niscaya aku tidak akan meminumnya sepanjang hidupku.”
Termasuk rasa malu
terhadap manusia adalah: Apabila menghargai setiap orang yang memiliki
keutamaan dan menghargai orang-orang yang patut dihargai menurut derajat
mereka, misalnya, ayah, ibu, dan para guru serta orang-orang yang lebih tua
atau lebih tinggi kedudukannya dari kamu. Yakni harus berendah diri pada
mereka.
Dalam Atsar (perkataan
sahabat) disebutkan: “Berendah dirilah kepada orang-orang yang mengajari kamu.”
“Ya Allah, jangan sampai aku mendapati zaman, dimana orang berilmu tidak
diikuti dan orang yang tidak merasa malu terhadap orang yang bijak.”
“Sesungguhnya yang mengetahui keutamaan bagi pemilik keutamaan, hanyalah orang
yang mempunyai keutamaan.”
Rasa malu terhadap diri
sendiri: Janganlah melakukan Suatu perbuatan di kala sendirian, apabila kamu
merasa malu bila orang-orang mengetahuinya. Seorang beradab menga. takan:
“Barangsiapa melakukan suatu perbuatan di kala sendirian (tidak merasa malu),
sedangkan apabila ia melakukannya secara terang-terangan merasa malu, maka ia
tidak menghargai dirinya.”
Seorang bijaksana berkata:
“Hendaklah kamu lebih merasa malu terhadap dirimu dari pada orang lain.”
Penyair berkata :
Perbuatanku yang
tersembunyi seperti terang-terangan, dan inilah watakku,
Gelapnya malamku seperti
terangnya siangku.
Rasa malu ini menunjukkan
isi hatimu yang baik dan merupakan pengetahuan akan derajat dirimu. Bilamana
dalam dirimu berkumpul ketiga macam rasa malu diatas, maka lengkaplah padamu
hal-hal yang menimbulkan kebaikan dan lenyaplah darimu hal-hal yang menimbulkan
keburukan. Disamping itu, kamu pun memperoleh ridha Allah dan dicintai oleh
orang banyak.
·
Janganlah kamu memiliki rasa malu yang tercela, yaitu rasa malu yang
menjadikanmu merasa tercegah untuk melakukan kebaikan, membela kebenaran dan
berkata benar serta mengingkari kemungkaran. Jangan sampai rasa malu itu
menjadikan kamu seorang yang hina dan takut, malu dan pengecut. Orang yang
memiliki rasa malu semacam ini tidak mendapat kebaikan. Sebagaimana kata
Sayyidina Ali ra.: “Rasa takut itu menimbulkan kegagalan dan rasa malu (yang
tidak wajar) tidak menghasilkan kebaikan.”
2. TELADAN TERTINGGI DALAM MASALAH MALU
·
Rasulullah saw. adalah orang yang sangat pemalu. Beliau tidak menatapkan
pandangannya pada wajah seseorang dan tidak berbicara kepada seseorang dengan
perkataan yang tidak disukainya. Seorang laki-laki datang kepadanya dengan
memakai warna kuning pada rambutnya, sehingga beliau tidak menyukainya. Namun
beliau tidak mengatakan apa-apa, sampai orang itu keluar.
Kemudian beliau bersabda
kepada seseorang: “Sekiranya kamu katakan kepada orang tersebut agar
menanggalkan warna kuning ini.
Hal itu disebabkan
terdapat semacam keserupaan dengan perempuan. Apabila tidak bertujuan
menyerupai mereka, maka hukumnya makruh dan apabila bertujuan menyerupai perempuan,
maka hukumnya haram.
Rasulullah saw. tidak
pernah terlihat menjulurkan kedua kaki holiau di antara para sahabatnya.
Apabila hendak buang
hajat, beliau tidak mengangkat bajunya hingga mendekati tanah. Pernah
Rasulullah saw. melewati seorang laki-laki yang sedang mandi. Kemudian beliau
berkata:
“Hai sekalian manusia,
sesungguhnya Allah Maha Pemalu, Maha Penyantun lagi Maha Penutup dan menyukai
sifat malu serta menutupi kejelekan. Maka, apabila seseorang diantara kamu
mandi, hendaklah kamu bersembunyi dari pandangan orang-orang.”
·
Sayyidah Aisyah ra. adalah sangat pemalu dan memelihara diri, hingga ia
berkata: “Aru memasuki rumah tempat Rasulullah saw. dimakamkan bersama ayahku,
(semoga Allah meridhainya) dan menanggalkan bajuku. Aku berkata: “Sesungguhnya
kedua orang itu adalah suami dan ayahku. Ketika Umar ra. dikubur di tempat itu,
demi Allah, aku tidak memasukinya kecuali mengenakan baju rapat-rapat, karena
merasa malu terhadap Umar”.
Perhatikan! Bagaimana rasa
malunya terhadap orang asing (yang bukan mahramnya) sekalipun orang itu di
dalam kubur.
·
Diriwayatkan, bahwa Khuzaifah ibn Al-Yaman ra. mendatangi shalat Jum’at,
ternyata dia mendapati orang orang yang sudah bubar. Maka, ia pun menjauhi
jalan seraya berkata: “Tiada kebaikan pada orang yang tidak merasa malu
terhadap orang-orang.”
·
Sekelompok orang memanggil seorang teman mereka untuk bermain-main di
majlisnya, namun dia tidak memenuhi ajakan dan menulis surat kepada mereka:
“Tadi malam aku memasuki usia 40 tahun, dan aku merasa malu terhadap umurku.”
·
Seorang bijaksana datang kepada seorang laki-laki. Dia melihat sebuah
rumah yang tinggi dengan berbagai permadani terhampar. Namun terlihat
pemiliknya kosong dari keutamaan budi (tidak mempunyai pekerti). Maka orang itu
meludahi wajahnya. Pemilik rumah berkata kepadanya: “Apa maksud dari kebodohan
ini hai orang bijaksana?” Orang bijaksana itu berkata: “Justru ini adalah
hikmah. Sesungguhnya ludah itu dilontarkan ke tempat terhina di rumah ini dan
aku tidak melihat di dalamnya orang yang lebih hina dari pada kamu.”
3. SIFAT AL-'IFFAH DAN AL-QANA'AH SERTA KEBALIKANNYA
·
Al-‘Iffah (kelurusan budi) dan Al-Qana’ah (rasa puas dengan apa yang
ada) adalah akhlak yang baik dan sifat yang terpuji. Al-‘Iffah artinya:
Pencegahan manusia terhadap dirinya dari berbagai perbuatan haram dan
penghindaran kebiasaan yang tidak baik hingga terpelihara tangannya: Yakni, dia
tidak mencuri, tidak mengambil hak seseorang tanpa izin darinya, tidak
mengganggu makhluk manapun dengan tangannya dan tidak menulis sesuatu yang
tidak layak dengan kemuliaannya serta tidak menipu. Dalam hadits disebutkan:
“Bahwa Rasulullah saw. melewati setumpuk makanan, lalu memasukkan tangan beliau
ke dalamnya. Ternyata, tangan beliau menyentuh barang basah. Maka beliau
bersabda: Hai pemilik makanan, apakah ini? Orang itu menjawab: “Makanan ini
terkena air hujan, wahai, Rasulullah.” Beliau berkata: ‘Mengapa engkau tidak
meletakkannya di bagian atas makanan sehingga orang orang melihatnya? Barang
siapa menipu kami, maka ia pun bukan dari golongan kami.”
·
Hendaklah manusia itu memelihara kakinya dan tidak berjalan menuju
kemaksiatan atau untuk mengganggu seseorang. Memelihara lidahnya, yaitu tidak
boleh berbicara dengan perkataan yang tidak pantas. Memelihara pendengarannya,
maksudnya tidak boleh mendengarkan kata-kata yang diharamkan. Memelihara
penglihatannya, maksudnya tidak boleh melihat pada sesuatu yang tidak halal
baginya atau tidak patut dilihatnya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabannya …” (QS. Al-Isra’: 36)
Dalam hadits disebutkan:
“Bahwa seorang laki-laki mengintai ke dalam rumah Rasulullah saw. Beliau
membawa alat untuk menggaruk kepalanya. Ketika Nabi saw. melihatnya, beliau
bersabda: ‘Andaikata aku tahy bahwa engkau melihatku, tentu aku tusuk matamu.
Sesungguhnya minta Izin itu diharuskan, agar menjaga pandangan’.”
Dalam hadits lain :
“Barangsiapa mengintip rumah suatu kaum tanpa izin mereka, lalu mereka mencukil
matanya, maka tidak berlaku qishas atau tebusan atas matanya.”
Handak lah manusia
memelihara nafsunya. Tidak berlarut-larut dalam menuruti syahwat dan tidak
menjadikan keinginannya hanya untuk meraih berbagai kenikmatan, tetapi menerima
sesuatu yang ada dan tidak memaksa untuk mengadakan yang tidak ada. Hendaklah
dia tidak hidup boros dan mewah, serta tidak meminta sesuatu dari seseorang.
Rasulullah saw. bersabda.
“Janganlah kamu meminta
sesuatu kepada orang orang. Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di
bawah. Telah beruntung orang yang berserah diri dan diberi kepuasan oleh Allah
dengan apa yang diberikanNya kepadanya.
Barangsiapa memelihara
diri, maka Allah menjadikan dirinya terpelihara. Barangsiapa yang tidak
membutuhkan kepada orang lain, maka Allah akan mencukupinya. Barangsiapa mengalami
kekurangan, lalu menimpakannya kepada orang lain, maka tidaklah terpenuhi
kekurangannya.
Dan barangsiapa
mengandalkan Allah untuk mengatasi kekurangannya, maka Allah akan segera
memberinya rezeki yang cepat atau di kemudian hari.”
3 Termasuk Al-‘lffah juga,
apabila manusia tidak mengarahkan pandangannya pada makanan, minuman, pakaian
orang atau lainnya. Apabila melihat seseorang makan, janganlah mendekatinya
dengan maksud agar diberi makanannya. Apabila mendengar ada walimah, janganlah
menghadirinya jika tidak diundang ke tempat itu. Janganlah menjadi tamu yang
tak diundang, berjiwa rendah dan tidak disukai oleh semua orang.
Hendaklah tidak ikut
campur dalam perkara yang bukan urusannya, demi mengikuti sabda Rasulullah
saw.: “Termasuk kebaikan pengamalan Islam adalah, bila manusia meninggalkan
perkara yang bukan urusannya.” Maka, janganlah bertanya kepada orang tentang
berbagai rahasianya dan jangan menjawab pertanyaan yang tidak ditujukan
kepadanya. Apabila bertemu dengan sekelompok orang yang berbicara tentang
berbagai urusan yang khusus menyangkut mereka, maka janganlah ikut bicara
dengan mereka dan jangan mendengarkan pembicaraannya, agar tidak bersifat ingin
tahu atau suka menyelidiki, sehingga tidak disukai oleh semua orang. Allah
Ta’ala berfirman: “…. dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain ….”
(AS. Al-Hujurat:12).
Dalam hadits disebutkan:
“Janganlah kamu memata matai. Barangsiapa mendengarkan pembicaraan suatu kaum,
sedang mereka tidak menyukainya, maka kelak pada hari Kiamat akan dituangkan
dalam kedua telinganya timah cair.”
·
Termasuk Al-‘lffah dan yang terpenting darinya adalah terpelihara
kemaluan dan perutnya dari hal-hal yang diharamkan. Misalnya, zina, liwath
(homoseks), makan riba’ atau makan harta anak yatim.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke api yang
menyala-nyala (neraka).” (AS. AnNisa’:10).
Dalam hadits ditegaskan:
“Kesucian yang paling disukai Allah Ta’ala adalah sucinya kemaluan dan perut.”
Penyebab terjerumus ke
dalam maksiat kemaluan adalah pandangan. Maka, kamu harus memelihara matamu dan
tidak membiarkannya terus-menerus memandang hal-hal ” yang membangkitkan nafsu
(selera) yang diharamkan.
Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya …'” (QS. An. Nur:30).
“Dia mengetahui
(pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi di dalam hati.” (QS. Al.
Mukmin:19).
Dalam hadits Qudsi:
“Pandangan (yang terlarang itu) merupakan salah satu panah beracun dari Iblis.
Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada-Ku, maka Aku menggantinya
dengan iman yang dirasakan kenikmatan di dalam hatinya.”
Dalam hadits Nabawi:
“Wanita adalah perangkap setan. Tidaklah aku tinggalkan sesudah aku wafat,
fitnah yang lebih berbahaya atas laki-laki daripada wanita.”
Maka, sadarlah atas
nasihat ini dan amalkanlah itu, agar kamu selamat dari siksa dunia dan akhirat.
Terutama di zaman ini, di mana tersebar berbagai kemungkaran (kemaksiatan) dan
orang-orang meremehkannya.
Nabi saw. bersabda:
“Tidaklah pelaku zina itu berzina bila dia seorang mukmin, tidaklah pencuri itu
mencuri bila dia seorang mukmin, dan tidaklah peminum khamar itu meminumnya
bila dia seorang mukmin.”
“Rasulullah saw. telah
melaknat pemakan riba’ (dimakan sendiri), dan yang memakannya (memberi makan
kepada orang lain) dan penulis serta kedua saksinya.”
Dalam hadits juga
disebutkan: “Terkutuklah orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseks).”
·
Sesungguhnya, Qana’ah adalah kemuliaan, kehormatan dan ketenangan,
sedangkan ketamakan adalah kehinaan, kepayahan dan kecemaran.
Nabi saw. bersabda:
“Kemuliaan orang mukmin ads lah apabila dia tidak mengandalkan manusia lainnya.
Selanjutnya Nabi saw.
bersabda: “Ketamakan menghilangkan hikmah dari hati para ulama.”
Datang seorang laki-laki
kepada Nabi saw.,, lalu berkata: “Berilah aku wasiat.” Nabi bersabda:
“Janganlah kamu mengharapkan milik orang lain dan janganlah kamu tamak, karena
ketamakan adalah kemiskinan yang nyata.”
Sayyidina Ali Karamallahu
Wajha berkata: “Janganlah kamu mengandalkan orang yang kamu kehendaki, niscaya
kamu sebanding dengannya. Butuhkanlah orang yang kamu kehendaki, tentu kamu
menjadi tawanannya. Berbuatlah baik kepada siapa saja yang kamu kehendaki,
tentu kamu menjadi pemimpinnya. Orang merdeka itu dapat menjadi budak apabila
dia tamak dan budak itu dapat merdeka apabila dia dapat menerima apa adanya.”
Allah Ta’ala telah memuji
orang-orang yang memelihara diri melalui firman-Nya: “…. Orang yang bodoh
menyangka mereka (sebagai) orang kaya, karena memelihara diri dari minta-minta
…” (QS. Al-Baqarah:273).
·
Asal Qana’ah adalah berhemat. Disebutkan dalam hadits: “Tidaklah menjadi
miskin orang yang berhemat.”
Selanjutnya, disebutkan
lagi dalam hadits: “Barangsiapa berhemat, Allah akan membuatnya kaya. Dan
barangsiapa boros, maka Allah membuatnya miskin.”
Percayalah pada takdir
Allah dan tenangkan hatimu dengan perbendaharaan Allah yang tidak pernah habis.
Allah Ta’ala berfirman: “… dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia
memberikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak
disangkanya.” (AS. At-Thalaq:2-3).
Apabila keadaanmu sempit,
maka tunggulah pertolongan dari Allah Ta’ala.
Sayyidina Ali Karramaliahu
Wajha berkata:
Janganlah kamu tunjukkan
kepada mianusia, kecuali kebaikan.
Musibah akan menimpamu
atau teman akan menjauhimu.
Jika rezeki hari ini
menjadi sempit, sabariah hingga esok.
Mudah-mudahan musibah
dunia lenyap darimu.
Berkata Ath-Thaghrai:
Kutenangkan jiwa dengan
harapan yang aku nantikan
Alangkah sempitnya
kehidupan kalau bukan karena harapan yang lurus.
Abu Firas Al-Hamdani
berkata tentang qana’ah:
Sesungguhnya orang kaya
Itu adalah yang kaya jiwa.
Apabila kamu miliki sifat
qana’ah, maka segala sesuatu menjadi cukup.
Penyair lain berkata:
Qana’ah menimbulkan setiap
kemuliaan padaku
Kekayaan manakah yang
lebih mulia daripada qana’ah?
Jadikan ia sebagai modalmu
dan jadikan ketakwaan sesudah itu Sebagai barang dagangan.
·
Diantara hal-hal yang dapat membantu memelihara diri dari harta milik
orang lain, ialah mencari harta dari berbagai jalannya yang sah. Misalnya,
berdagang, bertani ataupun industri.
Dalam hadits disebutkan:
“Lebih baik seseorang di antara kamu mengambil tali-talinya, kemudian pergi ke
gunung dan mengambil kayu sambil memikulnya, lalu menjualnya, hingga Allah
melindungi wajahnya dari pada meminta-minta kepada orang-orang, baik mereka
memberi atau menolaknya.”
Hal itu dapat memelihara
kehormatan dan kemuliaa” Serta mendatangkan harta yang membantu dalam berbagai
urusan dunia dan agama serta menjauhkan bahaya-bahaya pengangguran dan
kekosongan.
Penyair berkata:
Sesungguhnya masa muda,
pengangguran dan kekayaan itu menimbulkan kerusakan yang besar bagi manusia.
4. BUKTI NYATA BAGI YANG MEMBERI NASIHAT
·
Rasulullah saw. menerima tamu seorang laki-laki yang kafir, lalu
menyuruh memerah susu seekor kambing dan tamu itu meminum susunya. Kemudian
beliau menyuruh memerah susu dari kambing lain dan orang itu meminumnya, hingga
minum susu dari tujuh ekor kambing. Kemudian pada waktu pagi dia masuk Islam.
Maka, Rasulullah saw. menyuruh memerah susu seekor kambing, lalu orang itu
minum air susunya. Kemudian beliau menyuruh memerah susu seekor kambing
lainnya, namun orang itu tidak menghabiskannya. Maka, Rasulullah saw. bersabda:
“Orang mukmin itu minum dalam satu usus, sedang orang kafir minum dalam tujuh
usus.” (H.R. Muslim).
·
Diceritakan, Sayyidina Umar bin Abdul Aziz melihat anaknya pada hari
raya memakai baju yang sudah usang, maka dia menangis. Lalu anaknya bertanya:
“Kenapa ayah menangis?” Beliau berkata: “Hai anakku, aku khawatir hatimu sedih
di hari raya, apabila anak-anak melihatmu dengan baju yang usang ini.” Maka
berkatalah anak itu:
“Sesungguhnya yang sedih
hanyalah hati orang yang tidak mendapat ridha Allah atau mendurhakai ibu dan
ayahnya. Sungguh aku berharap Allah ridha kepadaku sebab ridhamu.” Maka
menangislah Sayyidina Umar dan memeluk serta mendoakannya.
·
Abdullah bin Dinar berkata: “Aku keluar bersama Umar ibnul Khattab ra.
ke Makkah. Lalu kami beristirahat di suatu jalan. Kemudian datang kepadanya
seorang pengembala dari gunung.” Umar berkata kepadanya: “Hai pengembala,
juallah kepadaku seekor di antara kambing-kambing ini.” Pengembala itu
menjawab: “Aku seorang budak.” Umar berkata: “Katakan kepada tuanmu, bahwa
serigala telah memakannya.” Pengembala itu berkata: “Jika begitu, dimana
Allah?” Maka Umar menangis.
Kemudian Umar mendatangi
tuannya, lalu membeli budak tersebut dan memerdekakannya. Umar berkata:
“Perkataan ini telah membebaskanmu di dunia dan aku berharap ia akan
membebaskanmu di akhirat.”
·
Dalam hadits diterangkan: “Seorang laki-laki membeli sebidang kebun dari
seseorang. Kemudian ia menemukan sebuah pundi berisi emas di kebun itu. Maka
pembeli kebun berkata: “Ambillah emasmu dariku. Sesungguhnya aku hanya membeli
tanah darimu dan tidak membeli emas”. Pemilik tanah berkata: ‘”Sesungguhnya aku
menjual tanah itu beserta isinya padamu”. Kemudian kedua orang itu mengadukan
perkaranya kepada seorang laki-laki. Orang itu berkata: Apakah kalian (berdua)
mempunyai anak?’
Salah seorang dari mereka
berkata: “Aku mempunyai seorang anak laki-laki”. Yang satunya lagi berkata:
‘Aku mempunyai seorang anak perempuan.’ Orang itu berkata: ‘Nikahkanlah anak
laki-laki itu dengan anak perempuan ini dan keluarkan (belanjakan) bagi mereka
(untuk keperluannya) dari emas itu dan bersedekahlah’.” (H.R. Bukhari).
·
Diceritakan, seorang laki-laki menangkap seekor burung. Kemudian burung
itu berkata: “Apa yang ingin Anda lakukan terhadapku?” Orang itu menjawab: “Aku
akan menyembelih dan memakanmu.” Burung itu berkata: “Demi Allah, aku tidak
bisa memuaskan keinginan dan mengenyangkan dari lapar.
Akan tetapi aku ajari kamu
tiga perkara yang lebih baik bagimu daripada memakan aku. Pertama, ketika aku
berada di tanganmu. Kedua, bila aku berada di atas pohon. Ketiga, ketika aku
berada di atas gunung.” Orang itu berkata: “Ajarilah yang pertama.” Burung itu
berkata: “Janganlah kamu menyesali sesuatu yang luput darimu.” Maka orang itu
melepaskannya. Ketika burung itu berada di atas pohon, orang itu berkata:
“Ajarilah yang kedua”. Burung itu berkata: “Janganlah kamu mempercayai sesuatu
yang tidak terjadi”. Kemudian burung itu terbang ke atas gunung. Kemudian
burung itu berkata: “Hai orang yang sengsara, seandainya kamu menyembelihku,
tentu kamu keluarkan dari rongga . tubuhku dua butir mutiara dan berat setiap
butir adalah 20 mitsqal “. Orang itu menggigit kedua bibirnya dan menyesal,
seraya berkata: “Ajarilah yang ketiga.”
Burung itu berkata: “Kamu
telah melupakan dua perkara, maka, bagaimana aku ceritakan kepadamu yang
ketiga? Bukankah aku katakan, janganlah menyesali sesuatu yang luput darimu dan
jangan mempercayai sesuatu yang tidak terjadi? Daging, darah, dan buluku,
semuanya tidak mencapai berat 20 mitsqal, maka, bagaimana mungkin terdapat dua
butir mutiara di dalam rongga tubuhku, yang masing-masing seberat 20 mitsqal?”
Kemudian burung itu terbang dan lenyap.
Maksud dari cerita di atas
adalah melarang keserakahan dan ketamakan.
5. KEJUJURAN DAN PENGKHIANATAN
·
Kejujuran termasuk akhlak yang agung dan kita diperintahkan Allah untuk
mengamalkannya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya …..” (QS. An-Nisa’:58). .
Allah menjadikan tanggung
jawab amanat sangat berat, Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat pada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya,
dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
bodoh.” (QS. Al-Ahzab:72).
·
Arti amanat ialah: Apabila manusia memelihara perintah-perintah
Tuhannya. Di samping itu, dia pun mengerjakan berbagai kewajiban, misalnya,
shalat, puasa dan haji, sebagaimana diperintahkan Allah mengamalkannya. Manusia
harus menjauhi perbuatan maksiat dan mungkar. Maka, dia tidak boleh mendurhakai
salah satu anggotanya, karena itu adalah amanat baginya, sedangkan Allah telah
melarangnya berbuat durhaka.
Ia harus menunaikan
hak-hak para hamba. Maka, dia tidak boleh mencuri, menipu, mengkhianati
titipan, mengingkari agama dan lengah dalam menunaikan kewajibannya terhadap
perbuatan yang diwajibkan kepadanya dan larangan-larangan lainnya.
Dalam hadits dijelaskan:
“Shalat, wudhu’ , timbangan, dan takaran adalah amanat.” Dan hal-hal lain yang
disebutnya, sedangkan yang paling berat adalah titipan.
Dalam hadits lain
diterangkan: “Masing-masing di antara kamu adalah pemimpin, dan masing-masing da
kamu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin, dan dia
bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Orang laki-laki adalah pemimpin di
dalam keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Wanita
adalah pemimpin di rumah suaminya, dan dia bertanggung jawab atas apa yang
dipimpinnya. Pelayan adalah pemimpin mengenai harta tuannya, dan dia
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.”
·
Termasuk amanat ialah: Apabila kamu memelihara hak dari beberapa majlis.
Maka, janganlah kamu menyiarkan rahasia-rahasianya. Banyak pertengkaran dan
pemutusan hubungan yang terjadi karena menyiarkan rahasia.
Dalam hadits disebutkan:
“Apabila seseorang berbicara kepada orang lain tentang suatu hal, kemudian dia
menoleh, maka ia merupakan amanat. Kecuali majlismajlis maksiat, maka tidak ada
kehormatan baginya.” Dalam hadits lain: “Majlis-majlis itu harus disertai
amanat, kecuali tiga majlis: menumpahkan darah haram, kemaluan haram dan
mengambil harta tanpa hak.”
·
Amanat adalah bukti adanya iman dan cinta kepada Allah, sedangkan
kebalikannya adalah khianat.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. “ (QS. Al
Anfal: 58).
“.. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.” (QS.
An-Nisa’:107).
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) serta janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu
mengetahui.” (QS. Al-Anfal:27).
Dari Anas ra., beliau
berkata: “Tidaklah Rasulullah saw. berkhotbah kepada kami, melainkan beliau
bersabda: “Tiada iman bagi orang yang tidak menunaikan amanat dan tiada agama
bagi orang yang tidak menunaikan janji.”
Dalam hadits lain
disebutkan : “Tenda orang munafik Itu ada tiga, apabila berbicara dia berdusta,
apabila berjanji dia mengingkari dan apabila diserahi amanat dia berkhianat,”
“Oleh karena itu, Nabi
saw. telah memohon perlindungan dari khianat. Sabda Nabi: “Wahai Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari kelaparan, karena la adalah seburuk. buruk teman
tidur. Dan aku berlindung kepada-Mu dari khianat, karena ia adalah
seburuk-buruk kekenyangan.”
Dalam hadits lain:
“Apabila Allah mengumpulkan antara orang-orang terdahulu dan yang kemudian di
hari Kiamat, (maka) setiap pengkhianat diberi (dikibari) bendera untuk
mengenalinya. Kemudian dikatakan: Inilah pengkhi-anatan si Fulan.”
6. KISAH SEORANG LAKI-LAKI YANG JUJUR
Rasulullah saw. bercerita
tentang seorang laki-laki dari Bani Israel yang minta dipinjami 1000 dinar oleh
seorang yang lain dari Bani Israel juga. Orang itu berkata: “Berilah aku
saksisaksi, agar mereka menyaksikannya.” Orang itu berkata: “Cukuplah Allah
menjadi saksi.” Pemilik uang itu berkata: “Berilah aku penjamin.” Orang itu
berkata: “Cukup Allah sebagai penjamin.” Pemilik uang itu berkata: “Engkau
benar”. Kemudian dia menyerahkan uang tersebut kepadanya hingga waktu tertentu,
lalu peminjam itu berlayar dan menyelesaikan keperluannya. Setelah itu, dia
mencari kapal untuk dinaikinya menuju pemilik uang, guna melunasi hutangnya
dalam waktu yang telah ditentukan.
Namun, dia tidak
mendapatkan kapal. Maka, dia pun mengambil sepotong kayu dan melubanginya,
kemudian memasukkan uang 1000 dinar dan selembar surat kepada temannya. Lalu
dia mengatur letaknya dan membawa kayu . itu ke laut seraya berkata: :
“Wahai Allah, sesungguhnya
Engkau mengetahui bahwa aku meminjam uang 1000 dinar dari si Fulan, oleh karena
itu, aku mohon penjamin. Maka aku berkata: “Cukuplah Allah sebagai penjamin.’
Dia pun setuju dengan-Mu. Dia minta saksi dariku, lalu aku katakan: “Cukup
Allah sebagai saksi.” Maka dia pun setuju dengan-Mu. Aku telah berusaha
mendapatkan sebuah kapal untuk mengirimkan uang miliknya. Namun, aku tidak
mampu. Sekarang aku titipkan uang itu kepada-Mu.” Kemudian dia melemparkannya
ke laut hingga terapung-apung di atasnya. Kemudian orang itu pergi, sementara
dia mencari sebuah kapal untuk berlayar menuju negerinya.
Orang yang meminjami uang
keluar ke tepi laut untuk melihat, barangkali ada sebuah kapal datang membawa
uangnya. Tiba-tiba, datanglah sepotong kayu yang di dalamnya berisi uang. Maka,
dia pun mengambilnya sebagai kayu bakar buat keluarganya. Ketika dia
menggergajinya, ia menemukan uang dan surat.
Tidak lama, datang orang
yang meminjam uang darinya. Dia membawa 1000 dinar. Orang itu berkata: “Demi
Allah, aku tetap berusaha mencari sebuah kapal untuk membawa uang kepadamu.
Namun aku tidak menemukan kapal sebelum waktu keberangkatanku kemari.” Pemilik
uang itu berkata: “Apakah kamu telah mengirimkan sesuatu kepadaku?” Peminjam
uang itu berkata: “Kuberitahukan kepadamu, bahwa aku tidak menemukan kapal
sebelum waktu keberangkatanku kemari.” Pemilik uang itu berkata: “Sesungguhnya
Allah telah menyampaikan uangmu yang kamu kirimkan di dalam sepotong kayu.
Pergilah dengan uang 1000 dinar itu dengan benar.” (H.R. Bukhari).
7 BERBUAT BENAR DAN BERDUSTA
·
Berbuat benar merupakan dasar akhlak dan tonggak adab serta sumber
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Macam perbuatan yang benar
sangat banyak. Yang paling tersohor dan menonjol ialah pemberitahuan tentang
hal-hal yang sebenarnya, baik dengan lisan, tulisan ataupun isyarat, misalnya,
menggoyangkan kepala dan memberi isyarat dengan tangan serta dilakukan dengan
diam.
Apabila kamu melihat
seorang murid melakukan perbuatan yang patut dihukum, lalu guru menghukum anak
lain secara tidak disengaja, sedangkan kamu diam, maka yang demikian itu
dianggap dusta. Berkata benar ialah apabila kamu berterus terang kepada guru
tentang siapa yang berhak dihukum.
Termasuk macam-macamnya:
bersikap benar dalam niat dan keinginan, berbuat benar dalam tekad dan
melaksanakan maksud, bersikap benar dalam perbuatan serta berbagai urusan
agama.
Bersikap benar dalam niat
ialah: Apabila kamu tidak mempunyai pendorong dalam gerak dan diam, kecuali
Allah, dan bukan karena menurut hawa nafsu. Inilah makna ikhlas, dan
kebalikannya adalah riya’.
Bersikap benar dalam tekad
ialah: Apabila kamu mempunyai kemauan yang benar untuk melakukan berbagai
kebaikan dan tidak memiliki kecondongan maupun kebimbangan, misalnya, kamu
bertekad memanfaatkan iImumu kepada orang lain, jika Allah mengaruniai ilmu. ‘
Penyair berkata:
Apabila kamu mempunyai
pendapat, hendaklah kamu mempunyai tekad, karena pendapat yang buruk adalah
bila kamu bimbang.
Berbuat benar dalam
melaksanakan maksud ialah: Apabila kamu bertekad melakukan, kemudian
melaksanakannya dan tidak mundur darinya. Misalnya, kamu katakan: “Apabila
Allah mengaruniaiku harta, aku akan menyedekahkannya.” Maka, janganlah kamu
mundur dari sedekah, apabila kamu mendapat harta.
Bersikap benar dalam
perbuatan, ia:ah: Apabila kamu tidak menampakkan perbuatan-perbuatan yang
berlainan dengan isi hatimu. Misalnya, memperlihatkan sikap khusyu’ ketika
shalat, padahal hatimu lalai, dan berjalan dengan sikap tenang dan wibawa,
sedangkan hatimu tidak bersifat begitu. Maka, berusahalah menjadikan batinmu
seperti lahirmu, atau lebih dari pada lahirmu.
Dalam hadits disebutkan:
“Ya Allah, jadikan batinku lebih baik daripada lahirku dan jadikan lahirku
suatu kebaikan.”
Bersikap benar dalam
berbagai amalan agama, misalnya, bersikap benar dalam pengesaan terhadap Allah,
sangat berhati-hati dari syirik yang serendah-rendahnya, bersikap benar dalam
rasa takut atas siksa Allah dan harapan akan pahala-Nya, itulah yang
dianjurkan.
Di samping itu, hendaklah
kamu bersikap benar dalam kecintaan dan keridhaan serta tawakal kepada-Nya
dalam segala urusanmu.
· Agama telah memerintahkan kita agar berbuat
benar dalam semua perkataan dan keadaan, walaupun hal itu menimbulkan bahaya
bagi kita, misalnya Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar.” (QS. At-Taubah:119).
Dalam hadits dijelaskan:
“Berusahalah berbuat benar, walaupun kamu lihat bahwa di dalamnya terdapat
kebinasaan, karena pada hakikatnya terdapat keselamatan. Jauhilah dusta,
walaupun kamu lihat bahwa di dalam dusta terdapat keselamatan, karena pada
hakikatnya terdapat kebinasaan.”
Agama sangat melarang kita
berdusta. Firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan,
hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka
itulah orang-orang pendusta.” (QS. An-Nahl:105).
Dalam ayat lain
diterangkan: “…. agar kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang pendusta.”
(QS. Ali. Imran:61). .
Dalam hadits yang lalu
diterangkan, bahwa ia termasuk tanda orang munafik.
Dalam hadits lain: “Hendaklah
kamu berkata benar, karena kebenaran menyebabkan kebajikan, dan kebajikan
menyebabkan masuk surga. Ada orang yang selalu berkata benar dan berusaha
berbuat benar hingga dia ditulis di sisi Allah sebagai Shiddiq (pembenar).
Janganlah kamu berdusta, karena dusta menyebabkan kedurjanaan, dan kedurjanaan
menyebabkan masuk neraka. Apabila hamba selalu berdusta, maka dia ditulis di
sisi Allah sebagai pendusta.”
·
Alangkah indahnya perkataan yang benar! Dan alangkah bahagianya manusia
yang berkata benar. Dia hidup bahagia dan terhormat serta dipercaya di antara
masyarakat. Apabila berbicara, orang-orang membenarkan perkataannya karena
mereka tidak menuduhnya berdusta. Alangkah buruknya kedustaan itu, karena ia
adalah pokok setiap dosa dan penyebab setiap kejahatan serta sumber setiap
kesengsaraan dan kehinaan. Pendusta itu lebih keji dari pada pencuri, karena
pencuri adalah mencuri hartamu, sedangkan pendusta adalah mencuri akalmu.
Penyair berkata:
Aku mampu menghadapi orang
yang mengadu domba, sedang terhadap pendusta aku tidak berdaya.
Siapa berbohong dalam apa
yang dikatakan, maka sedikitlah dayaku terhadapnya.
Alangkah sengsaranya
manusia yang berdusta dalam perkataannya. Dia telah kehilangan kepercayaan
manusia terhadapnya dan tidak berharga sedikit pun di sisi mereka.
Mereka enggan berteman
dengannya dan tidak mempercayai mengenai segala sesuatu, walaupun dia benar.
Sebagaimana kata penyair:
Engkau berdusta dan orang
yang berdusta, maka sama balasannya bila ia berkata benar, tidaklah ia
dipercaya.
Penyair lain berkata:
Apabila manusia dikenal
suka berdusta, ja pun tetap dianggap pendusta oleh masyarakat, walaupun berkata
benar.
Jika dia berkata,
teman-teman duduknya tidak memperhatikan dan tidak mendengar omongannya,
walaupun dia bicara.
Apabila kamu melakukan
kesalahan, maka akuilah kesalahanmu, walaupun ayah atau gurumu marah kepadamu.
Janganlah kamu mengemukakan alasan atas kesalahan itu secara dusta.
Semoga Allah membalas
kebaikan penyair yang berkata:
Hendaklah kamu berkata
benar, walaupun kebenaran itu membakarmu dengan api ancaman.
Carilah ridha Tuhan,
karena manusia yang paling dungu jalah yang membuat murka Tuhan dan mencari
kerelaan para hamba-Nya.
·
Dusta adalah penyakit yang jahat. Apabila manusia terbiasa melakukannya,
sulitlah baginya untuk melepaskannya. Sebagaimana kata Yahya bin Khalid: “Kami
melihat peminum khamar berhenti, dan pencuri mengakhiri per, buatannya, serta
pelaku perbuatan-perbuatan keji bertobat tetapi kami tidak melihat pendusta
berubah menjadi orang yang benar”.
Penyair berkata:
Biasakan lisanmu berkata
benar, maka kamu pun menjadi benar.
Sesungguhnya lisan itu
terbiasa dengan apa yang kamu biasakan.
la bertugas menurut apa
yang kamu buat dalam kebaikan dan keburukan, maka lihatlah, bagaimana kamu
membiasakannya.
Oleh sebab itu, waspadalah
agar jangan mudah berdusta dalam pembicaraan atau senda guraumu.
Rasulullah saw. bersabda:
“Aku adalah penjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan
dusta, walaupun dia bergurau.”
Dan janganlah kamu
berdusta, walaupun terhadap anak kecil. Dalam hadits disebutkan: “Barangsiapa
berkata kepada anak kecil: ‘Kemarilah, ambil ini’, kemudian dia tidak memberinya,
maka itu adalah dusta.” Ini adalah ajaran dari Rasul saw. bagi setiap orang
yang mengurusi pendidikan anak-anak, hingga mereka menjadi besar di atas
kebenaran sejak mereka kecil dan tidak menganggap dusta sebagai dosa kecil.
Allah Ta’ala berfirman:
“…. dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal ia di sisi Allah
adalah besar.” (QS. An-Nur:15)
·
Termasuk dusta pula ialah kecurangan dan ingkar janji, kesaksian palsu,
dusta mengenai nasab (keturunan). dusta mengenai mimpi, dusta dalam sumpah dan
buruk Sangka.
Nabi saw. bersabda:
“Maukah aku beritahukan tentang dosa terbesar?” (diulang tiga kali). Kami
menjawab: “Tentu.” Beliau bersabda: “Mempersekutukan Allah, durhaka kepada
ibu-bapak dan membunuh jiwa.” Tadinya beliau bersandar, lalu duduk dan
bersabda: “Ketahuilah, dan perkataan dusta: ketahuilah, dan kesaksian palsu.”
Beliau terus mengulanginya hingga kami katakan: “Semoga beliau diam.” Beliau
bersabda lagi:
“Sesungguhnya termasuk
dusta terbesar adalah apabila seseorang mengaku anak dari selain bapaknya,
mengatakan melihat sesuatu yang tidak dilihatnya atau mengatakan sebagai
perkataanku, padahal aku tidak mengatakannya.”
Dusta terhadap Rasul saw.
adalah macam dusta paling besar. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits:
“Sesungguhnya dusta terhadap diriku, tidaklah seperti dusta terhadap seseorang.
Maka, barangsiapa berdusta terhadapku dengan sengaja, biarlah dia menduduki
tempatnya di dalam neraka.”
Mengenai larangan berburuk
sangka dan bersumpah dusta dikatakan dalam hadits: “Janganlah kamu berburuk
sangka, karena sangkaan itu adalah pembicaraan paling dusta. Barangsiapa
mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah telah mewajibkan
neraka baginya dan mengharamkan surga atasnya.”
Kemudian seorang laki-laki
berkata kepadanya: “Walaupun sesuatu yang sedikit, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab: “Meskipun sebatang kayu arok.”
·
Kebenaran itu menyebabkan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia, maka
lihatiah (perhatikanlah) para dokter, pedagang dan tukang, apabila mereka
bertindak benar dalam pekerjaannya, bagaimana orang-orang mencintai dan
mempercayai mereka!
Mereka pun mendapat
keuntungan besar. Kebalikan dari itu adalah dusta. Sebagaimana tersebut dalam
hadits: “Dusta itu mengurangi rezeki.”
Kebenaran juga menyebabkan
pahala yang banyak dan kenikmatan yang kekal di akhirat. Sebagaimana tersebut
dalam Al-Our’an: “Allah berfirman: Ini adalah suatu hari ‘ yang bermanfaat bagi
orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya
mengali, sungai-sungai, mereka kekal didalamnya, selama, lamanya: Allah ridha
terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang
paling besar’.” (QS. Al-Maidah:119).
8. BEBERAPA KISAH DARI ORANG-ORANG YANG BERKATA BENAR DAN DUSTA
·
Kaab bin Malik Al-Anshari ra. terlambat dari mengikuti Perang Tabuk,
padahal dia telah bertekad untuk berangkat, tetapi dia menunda-nunda dan
menangguhkan tekad hingga hilang kesempatannya, kemudian sampailah berita
kepadanya, bahwa Rasulullah saw. telah kembali dari Tabuk. Maka, dia pun sangat
sedih dan bermaksud mengemukakan alasan dusta atas keterlambatannya. Akan
tetapi dia memerangi nafsunya. Maka, dia membulatkan tekadnya untuk berkata
benar dan menceritakan secara terus terang, bahwa dia tidak mempunyai alasan
sedikit pun atas tertinggalnya dalam mengikuti peperangan. Maka Nabi saw.
memaafkannya dan turunlah ayat mengenai tobatnya dalam Al-Our’an. Hal itu
berkat kebenarannya dan dia tetap dalam keadaan yang menyatakan kebenaran serta
tidak pernah dengan sengaja melakukan dusta, Kisahnya panjang dan telah
tersebut dalam kitab-kitab sejarah.
2, Disebutkan dalam
hadits, bahwa Tsa’labah bin Hathib berkata: “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada
Allah, agar Dia mengaruniai aku harta.” Maka Rasulullah saw. bersabda:
“Wahai Tsa’labah, sedikit
harta yang kamu syukuri adalah lebih baik dari pada banyak harta, tetapi tidak
mampu kamu syukuri.”
Tsa’labah memohon lagi
kepadanya dan berkata: “Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya
Dia mengaruniai aku harta, tentu aku berikan hak setiap orang yang mempunyai
hak.” Kemudian Rasulullah saw. mendoakannya. Lalu dia memelihara kambing.
Kambingnya berkembang biak dengan cepat seperti ulat (cacing), hingga kota
Madinah terasa sesak karenanya. Maka, Tsa’labah pun tinggal di sebuah lembah
dan terputus dari shalat jamaah dan Jumat, lalu Rasulullah saw. menanyakan
tentang keadaannya. Maka dijawab oleh sahabat: “Hartanya menjadi banyak. hingga
tidak cukup ditampung dalam sebuah lembah.” “ Rasulullah saw. berkata: “Ah!
Celakalah Tsa’labah.”
Kemudian, Rasulullah saw.
mengutus dua orang pemungut sedekah untuk mengambil sedekah. Lalu orangorang
menyambutnya dengan memberikan sedekah mereka. Kedua orang itu singgah di rumah
Tsa’labah untuk meminta sedekah darinya dan membacakan kepadanya surat dari
Rasulullah saw. yang berisi kewajiban-kewajiban. Maka Tsa’labah berkata: “Ini
tidak lain hanyalah pajak. Ini tidak lain hanyalah semacam pajak.”
Selanjutnya dia berkata:
“Pulanglah, sampai aku putuskan pendapatku.” Ketika kedua orang itu pulang,
Rasulullah saw. berkata kepada mereka, sebelum keduanya bicara: “Ah! Celakalah
Tsa’labah” (diucapkannya dua kali). Kemudian turunlah ayat: “Dan di antara
mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah
memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan
pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.’
Maka, setelah Allah
memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia
itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran).
Maka Allah menimbulkan
kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah, kare. na
mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka Ikrarkan
kepada-Nya dan (juga) karena me. reka selalu berdusta.” (QS. At-Taubah: 75-77).
Lalu Tsa’labah datang
membawa sedekah. Namun Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah melarang
aku menerima sedekah darimu.” Kemudian Tsa’labah menaburkan tanah di atas
kepalanya. Rasulullah saw. bersabda: “Inilah perbuatanmu. Aku telah menyuruhmu,
namun kamu tidak menaati aku.”
Ketika Rasulullah saw.
wafat, Tsa’labah membawa sedekah kepada Abu Bakar ra., tetapi beliau tidak
menerimanya. Kemudian dia membawanya kepada Umar ra. ketika beliau menjadi
Khalifah, beliau pun tidak menerimanya. Akhirnya, Tsa’labah meninggal di zaman
pemerintahan Utsman ra.
·
Dari Anas bin Malik ra., bahwa pamannya yang bernama Anas bin Nadhr ra.
tidak ikut perang Badar bersama Rasulullah saw. Maka dia pun menyesali hal itu
di dalam hatinya.
Dia berkata: “Itu adalah
perang pertama yang dihadiri Rasulullah saw., dimana aku tidak hadir. Demi
Allah, jika Allah menunjukkan aku sebuah peperangan bersama Rasulullah, maka
Allah akan melihat apa yang aku lakukan.”
Dia berkata: Kemudian dia
ikut perang Uhud di tahun berikutnya. Saad bin Muadz menyambutnya seraya
bertanya: “Hai Abu Amr, hendak kemana kamu?” Anas menjawab: “Alangkah harumnya
bau surga. Aku merasakan baunya di dekat Gunung Uhud.” Kemudian dia berperang hingga
terbunuh.
Lalu ditemukan pada
tubuhnya lebih dari delapan puluh luka: di antaranya ada yang terkena panah,
pukulin dan tikaman pedang.
Saudara perempuannya,
putri An-Nadhr, berkata: “Tidaklah aku mengenali saudaraku, melainkan dengan
jarinya.” Kemudian turun ayat berikut: “… ada orang-orang yang menepati apa
yang telah mereka janjikan kepada Allah …” (QS. Al-Ahzab: 23)
·
Tsauban ra. adalah bekas sahaya Rasulullah saw. yang sangat mencintai
dan gelisah apabila tidak melihatnya. Pada suatu hari, Tsauban menemui beliau,
sementara raut wajahnya telah berubah. Terlihat kesedihan. Maka Rasulullah saw.
bertanya kepadanya: “Mengapa warna wajahmu berubah?” Tsauban menjawab: “Wahai
Rasulullah, aku tidak sakit dan tidak menderita, namun bila tidak melihat Anda,
aku merasa sangat kesepian hingga berjumpa.
Di samping itu, aku
teringat akan akhirat, dan aku takut kelak tidak akan melihat Anda, karena
derajat Anda diangkat bersama para Nabi. Jika aku masuk surga, maka derajatku
lebih rendah daripada derajat Anda. Jika aku tidak masuk surga, maka aku tidak
akan melihat Anda sama sekali. Maka turunlah firman Allah Ta’ala:
“Barangsiapa yang menaati
Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati
syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
(AS. AnNisa”: 69)
·
Disebutkan dalam hadits, bahwa Nabi saw. melewati setumpuk makanan.
Kemudian beliau memasukkan tangan ke dalamnya. Ternyata, jari-jarinya menyentuh
barang basah. Maka beliau bersabda: “Hai pemilik makanan, apakah ini?” la
menjawab: “Makanan itu terkena air hujan, wahai Rasulullah.”
Beliau berkata: “Mengapa
kamu tidak meletakkannya di bagian atas makanan, agar terlihat oleh orang-orang?
barangsiapa menipu kami, maka dia bukan dari golongan kami.”
·
Diceritakan, Al-Hajjaj berkhotbah secara panjang Ie. bar. Tiba-tiba,
berdirilah seorang laki-laki dan berkata: “Ingatlah shalat, karena waktu tidak
menunggumu dan Tuhan tidak memberimu alasan.” Maka Hajjaj memerintah agar me.
menjarakannya. Kemudian kaumnya mendatanginya. Mereka menganggapnya gila.
Mereka minta agar melepaskannya. Maka Al-Hajjaj berkata: “Jika dia mengaku
gila, aku akan melepaskannya.” Kemudian dikatakan kepadanya. Orang itu berkata:
“Semoga Allah melindungi. Aku tidak yakin, bahwa Allah menimpakan cobaan
padaku, sedangkan Dia telah mengaruniai aku kesehatan.” Sampailah berita itu
kepada AlHajjaj. Maka, beliau memaafkan karena kebenarannya.”
·
Diceritakan, seorang laki-laki mempunyai seekor sapi yang diperah
susunya. Kemudian dia mencampur dengan air dan menjualnya. Di saat sapi itu
sedang berdiri makan rumput, tiba-tiba datang banjir yang menenggelamkannya.
Maka orang itu sangat sedih atas kehilangan sapinya. Kemu“ dian anak-anaknya
berkata kepadanya: “Duhai Bapak kami, janganiah Anda bersedih, karena air yang
kita campur dengan susunya telah berkumpul dan menenggelamkannya.” Maka Orang
itu pun menyadari, bahwa penipuan itu berakibat kebinasaan dan kerugian.
9. KESABARAN DAN KEGELISAHAN HATI
Sesungguhnya kesabaran itu
termasuk akhlak yang agung. la merupakan taufik yang baik dari Allah bagi
hambaNya yang beriman dan termasuk tanda-tanda yang menunjukkan kebahagiannya.
.
Kesabaran terbagi menjadi
tiga macam: dalam melakukan ketaatan: tidak berbuat maksiat: dan dalam
menghadapi musibah.
Macam pertama: lalah
bersabar untuk mematuhi perintah-perintah Allah Ta’ala. Dia pun bersabar dalam
menegakkan shalat, baik pada waktu sehat atau sakit, dalam perjalanan atau
menetap di rumah, serta dalam semua keadaan dengan melakukan seluruh syarat dan
rukunnya, dan tidak ceroboh dalam mengerjakan sunnah-sunnahnya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabariah kamu
dalam mengerjakannya …” (QS. Thaha: 132).
Bersabar dalam
menyempurnakan wudhu. Rasulullah saw, bersabda: “Maukah kutunjukkan sesuatu,
yang dengannya Allah dapat menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat?”
Para sahabat menjawab:
“Tentu saja wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda:
“Sempurnakanlah wudhu dalam keadaan yang tidak menyenangkan (musim dingin) dan
perbanyaklah langkah menuju masjid serta menunggu shalat demi shalat. Itulah
perjuangan. Itulah perjuangan.”
Bersabar pula dalam
mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, menunaikan haji ke Baitullah,
menuntut ilmu dan berbakti kepada kedua orang tua serta mengerjakan
perintah-perintah lainnya.
Allah Ta’ala berfirman: “…
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabariah yang dicukupkan pahala mereka
tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10).
“.. dan bersabarlah kamu
sekalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal:
46). ”
Rasulullah saw. bersabda:
“Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan, sedangkan.api
neraka dikelilingi oleh hal-hal yang menyenangkan.”
Macam kedua: Bersabar
untuk meninggalkan maksiat. Ini adalah macam kesabaran tertinggi dan paling
utama. Kesabaran ini dilakukan dengan meninggalkan hal-hal yang terlarang,
misalnya, mendurhakai ibu-bapak, mengganggu orang-orang, memakan harta mereka,
mencuri, membunuh jiwa. minum khamar, berzina, memandang pada hal-hal yang
diharamkan dan lainnya. Terutama perbuatan-perbuatan maksiat yang tersebar dan
menjadi kebiasaan di antara orang. orang, misalnya, menggunjing orang, mengadu
domba, bersikap sombong, dendam dan dengki.
Alangkah perlunya manusia
bersabar untuk me. ninggalkan perbuatan-perbuatan tersebut, karena hal itu
adalah macam kesabaran terberat dan dengan itu ia men. dapat ridha Allah serta
selamat dari kemurkaan dan kebencian-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang
khusyu’ dalam shaiatnya, orang-orang yang menjauhkan diri dari (werbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna, orang-orang yang menunaikan zakat, dan
orang-orang yang menjaga kemuiuannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau
budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka aalam hal ini tiada tercela.
Barangsiapa mencari yang
di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
Dan orang-orang yang memelihara
amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, serta orang-orang yang memelihara
shalatnya.
Mereka itulah orang-orang
yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di
dalamnya.” (QS. Al-Mukminun: 1-11).
Macam ketiga: Kesabaran
dalam menghadapi musibah dengan menerima keputusan Allah dan takdir-Nya serta
menghindari keluh kesah (kegelisahan), karena ia adalah amalan yang haram dan
menghilangkan pahala. Tidak banyak mengeluh kepada orang-orang, apabila dia
sakit, kehilangan Sesuatu, diganggu orang, salah satu dari keluarga atau orang
yang dicintainya meninggal dunia, penghidupannya terasa Sempit, atau tidak
dapat mencapai suatu cita-citanya. Akan tetapi, dia harus menyerahkan urusannya
kepada Allah yang menguasai segala urusan. Hendaklah dia mengeluh kepada Allah
Azza wa Jalla atas cobaan yang menimpanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang
menceritakan tentang Sayyidina Ya’gub as.: “Sesungguhnya hanyalah Kepada Allah
aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku . (QS. Yusuf: 86).
Juga firman Allah Ta’ala
yang mengabarkan tentang Sayyidina Ayub as.: “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika
ia menyeru Tuhannya: ‘(Ya, Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit
dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang’.” (QS.
AlAnbiya’ : 83).
Hendaklah menghadapi semua
musibah dengan segala kesabaran dan ketabahan. Dengan demikian dia pun mendapat
pahala yang besar dan Allah membebaskannya dari kesedihan serta menyampaikan
pada tujuannya di dunia atau menyimpan baginya di akhirat pahala yang lebih
besar dari itu.
Allah Ta’ala berfirman:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah: 5-6).
Allah juga berfirman: “Dan
sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.’”
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya,
dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah:
155-157).
Dalam hadits: “Rasulullah
saw. ditanya: “Manusia manakah yang paling keras cobaannya?” Beliau men. jawab:
“Para Nabi. Kemudian orang-orang yang terbaik (sahabat-sahabat Nabi), lalu
orang-orang pilihan (para ulama).” :
Manusia diuji menurut
kadar agama mereka. Maka, barangsiapa yang kuat agamanya, semakin beratlah
cobaannya. Dan barangsiapa yang lemah agamanya, semakin ringanlah cobaannya.
Ada orang yang ditimpa cobaan hingga dia berjalan di atas bumi tanpa dosa.”
Dalam hadits lain:
“Menunggu kebebasan adalah ibadah.”
Dalam hadits lain lagi:
“Barangsiapa berusaha untuk sabar, maka Allah menjadikannya sabar. Tidaklah
seseorang mendapatkan pemberian yang lebih baik dan lebih luas dari pada
kesabaran.”
Termasuk macam ini adalah
kesabaran dalam menghadapi berbagai musibah yang ringan. Sebagaimana tersebut
dalam hadits, ketika lampu Nabi saw. padam. Lalu beliau mengucapkan: Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kemudian Aisyah ra. berkata: “Ini hanya
lampu!” Maka Nabi saw. bersabda: “Setiap sesuatu yang mengganggu orang mukmin
adalah musibah.”
Disunahkan bagi orang
mukmin. ketika mengalami musibah, agar mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaa
ilaihi raaji’uun. Dalam hadits disebutkan: “Barangsiapa mengucapkan, Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun pada waktu menghadapi musibah, maka Allah
memberinya pahala dalam musibah itu, dan menggantinya dengan yang lebih baik.”
Maka, hendaklah kamu
selalu menjalankan kesabaran dalam segala keadaan, niscaya kamu mencapai
cita-cita mulia dan selamat dari ketakutan. Renungkanlah hadits yang Mulia
berikut:
“Kesabaran itu ada tiga
macam, yaitu: Kesabaran dalam menghadapi musibah, kesabaran untuk melakukan
ketaatan dan kesabaran untuk menjauhi maksiat. Maka, barangsiapa bersabar pada
waktu menghadapi musibah hingga menyatakan kembali kepada Allah dengan
sebaikbaik kesabaran, niscaya Allah menetapkan baginya 300 derajat, sedang
jarak antara dua derajat seperti antara langit dan bumi.
Barangsiapa bersabar untuk
melakukan ketaatan, maka Allah menetapkan baginya 600 derajat dan jarak antara
dua derajat seperti antara perbatasan bumi hinaga akhir bumi itu.
Dan barangsiapa bersabar
untuk meninggalkan maksiat, maka Allah menetapkan baginya 900 derajat, jarak
antara dua derajat seperti antara perbatasan bumi hingga puncak ‘Arsy, dua
kali.”
Penyair berkata :
Sabarlah sedikit dan
berlindunglah kepada Allah.
Jangan terburu-buru,
karena kegagalan itu dalam ketergesaan.
Kesabaran itu seperti
namanya dalam Setiap bencana, tapi akibatnya lebih manis daripada madu.
Penyair lain berkata :
Dan sedikit sekali orang
yang bersungguhsungguh dalam suatu perkara yang diusahakannya dan menjadikan
sabar sebagai sahabatnya, melainkan ia mendapatkan kesuksesan.
Kata penyair yang lain :
Janganlah kamu berputus
asa, walaupun lama tuntutannya
Jika kamu andalkan
kesabaran akan kamu lihat kebebasan.
Orang yang sabar akan
terpenuhi keperluannya dan orang yang selalu mengetuk pintu akan masuk.
Diceritakan, seorang
badawi (orang arab yang hidupnya di padang pasir) mengucapkan takziah
(belasungkawa) kepada sahabat Jbnu Abbas ra. atas kematian ayahnya.
Maka dia berkata :
Sabarlah, kita akan
menjadi sabar denganmu.
Kesabaran rakyat adalah
sesydah kesabaran pemimpin lebih baik dari Abbas adalah pahalamu sesudahnya dan
Allah lebih baik darimu, bagi Abbas.
Kemudian Ibnu Abbas
berkata: “Tidaklah seseorang mengucapkan takziah kepadaku yang lebih baik
daripada takziahnya.”
10. AKIBAT ORANG-ORANG YANG SABAR
·
Allah telah mengutus para Nabi kepada kaum-kaum mereka dan menjadikannya
sebagai ulul ‘azmi, yakni tabah dan sabar dalam menghadapi kesulitan. Yang
paling utama di antara mereka adalah Nabi kita, Muhammad saw. Sudah berapa
banyak beliau diganggu, sejak pertama kali diutus hingga wafatnya. Maka, beliau
sangat bersabar karena mematuhi firman Allah Ta’ala: “Maka bersabariah kamu,
seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-Rasul …,”
(Al-Ahgaf: 35).
Ketika gangguan kaum
musyrikin terhadapnya Meningkat, beliau berkata kepada pamannya, Abu Thalib:
Demi Allah, hai Paman,
seandainya mereka letakkan matahari di tangan kananku dan bulan ditangan
kiriku, agar aku tinggalkan sedikit saja dari agama yang aku bawa dari Tuhanku,
tentulah aku tidak menyetujuinya . sampai Allah menampakkan kebenarannya atau
aku binasa dalam membelanya.”
Mereka meletakkan kotoran
unta di atas tubuhnya pada saat beliau sedang sujud di depan Ka’bah.
Mereka mencekik dan ingin
membunuh serta mengusirnya dari tanah kelahirannya (Makkah). Mereka patahkan
gigi dan melukai wajah sehingga berdarah serta menjatuhkannya dalam sebuah
lubang pada waktu Perang Uhud.
Mereka memaki dan
mendustakannya, menyihir dan meracunnya serta gangguan-gangguan lainnya yang
keras dan berlebihan. Mereka juga mengganggu keluarga dan para sahabatnya.
Namun beliau tetap sabar dalam menghadapi semua itu, sampai Allah memenangkan
agama dan menyenangkannya dengan keberhasilan tugasnya hingga beliau wafat.
·
Sayyidina Nuh as. bersabar dalam menghadapi gangguan kaumnya dan tinggal
di antara mereka selama 950 tahun. Mereka memukulnya sampai pingsan. Sayyidina
Ibrahim as. bersabar dalam menghadapi api Raja Namrud dan ketika disuruh
menyembelih putranya, Sayyidina Ismail as., hingga Allah menyelamatkannya dari
kedua cobaan itu. Sayyidina Ya’qub as. bersabar atas kehilangan anaknya, Yusuf,
hingga memutih kedua matanya karena sedih. Sayyidina Yusuf as. bersabar ketika
dimasukkan ke sumur dan penjara serta mengalami berbagai ujian lainnya.
Sayyidina Musa as. bersabar dalam menghadapi Bani Israel, Fir’aun dan Qarun.
Sayyidina Isa as. bersabar dalam menghadapi gangguan Yahudi. Para Nabi yang
lainnya bun bersabar. Di antara mereka ada yang dipotong dengan gergaji, ada
yang dikupas kulit kepala dan wajahnya, dan ada yang dibakar dengan api.
·
Diantara kisah-kisah Sayyidina Ayub as.: Bahwa Allah memberi kekayaan
yang banyak berupa unta, berbagai jenis ternak dan kebun. Allah mengaruniainya
istri dan anak laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi itu semua tidak
melalaikannya dari menyembah Tuhan dan menunakar kewajiban-kewajibannya.
Beliau seorang yang
menyayangi orang-orang Miskin menghormati tamu dan memelihara anak-anak yatim
serta para janda.
Kemudian Allah mengujinya
dengan berbagai cobaan berat pada badan, keluarga dan hartanya, agar menjadi
pe. lajaran baginya dan orang lain, di samping agar mereka mengetahui bahwa
dunia adalah tanaman untuk akhirat, sedang yang wajib atas manusia adalah
bersabar da am keadaan susah dan senang.
Sayyidina Ayub terserang
penyakit di tubuhnya selama 18 tahun dan rumahnya roboh menimpa anak-anaknya h
ngga semuanya meninggal. Harta bendanya terkena gangguan hingga binasa.
Kemudian setan menimbulkan perasaan waswas ke dalam dirinya. Namun Allah
melindunginya dari kejahatan dan menyelamatkannya dari fitnah setan. Beliau
menghadapi semua itu dengan kesabaran dan penyerahan diri di samping menghadapi
kenikmatan dengan pujian dan syukur.
Maka Allah Ta’ala
memujinya: “Sesungguhnya kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah
sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” (AQ. Shaad:
44)
Beliau berdo’a dan memohon
perlindungan kepada Tuhannya dalam menolak cobaan dari“Nya. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala:
“Dan (ingatlah kisah)
Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: ‘(Ya, Tuhanku), sesungguhnya aku telah
ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua
penyayang.
Maka, Kami pun
memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan
Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka,
sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang
menyembah Allah.” (QS. Al-Anbiya’: 83-84).
Kemudian Allah memberi
karunia kepadanya dengan menjadikan Ayub muda dan sehat kembali serta
melipatgandakan keluarga, anak dan harta yang pernah dimilikinya, sehingga
keadaannya pun menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
·
Demikian juga kesabaran Sayyidina Dawud, Sulaiman, Yunus, Zakaria dan
Yahya. Jejak mereka diikuti oleh para wali dan ulama. Mereka pun bersabar dan
mendapat pahala yang banyak. Di antara mereka ada yang tersebut dalam sebuah
hadits, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
Sesungguhnya ada orang di
zaman dahulu yang diuji: pertama, dalam hal mencintai anak-anaknya, dia pun
bersabar dan selamat dari mendurhakai ibu-bapak. Kedua, dalam hal mencintai
putri pamannya, dia pun bersabar dan selamat dari perbuatan zina. Ketiga, dalam
hal mencintai hartanya, dia pun teguh di atas kebenaran dan menyampaikan amanat
serta selamat dari khianat. Lafazh hadits tersebut ialah:
“Ada tiga orang dari umat
sebelum kamu bepergian, mereka masuk dan bermalam di dalam sebuah gua. Tibatiba
jatuh sebuah batu besar dari gunung hingga menutupi gua itu terhadap mereka.
Maka, mereka berkata: ‘Sesungguhnya tidak ada yang menyelamatkan kamu dari batu
ini, kecuali, bila kamu berdoa dengan perantaraan amal-amalmu yang shalih.’
Salah seorang dari mereka berkata:
‘Ya, Allah, dahulu aku
mempunyai ibu dan bapak yang sudah lanjut usianya, sedangkan aku tidak memberi
minum susu seorang pun, baik keluarga maupun hamba Sahaya, sebelum kedua orang
tuaku.
Pada suatu hari, aku
mencari pohon untuk makanan ternak di tempat yang jauh hingga aku belum
menjumpai kedua orangtuaku, sampai mereka tidur. Maka, kuperah Susu bagi mereka
dan aku dapati kedua orangtuaku sedang tidur. Akan tetapi aku enggan
membangunkan dan tidak ingin memberi keluarga maupun hamba sahaya. Aku tetap
diam sambil memegang gelas di tanganku. Aku menunggu mereka bangun hingga
terbit fajar, sementara anak-anakku menjerit-jerit di kakiku. Ketika kedua
orangtuaku telah bangun, lalu mereka meminumnya.
Ya Allah, jika aku
melakukan hal itu karena mengharap ridha-Mu, maka bebaskanlah kami dari batu
ini.’ Maka, tersingkirlah batu itu sedikit. Namun, mereka tidak bisa keluar
dari goa itu.
Orang kedua berkata: ‘Ya,
Allah, aku mempunyai putri paman yang paling aku cintai. Aku menginginkan
dirinya, namun dia menolak keinginanku hingga dia mengalami musim paceklik
(kemarau panjang). Kemudian dia datang padaku. Aku pun memberinya 120 dinar
dengan syarat dia mau menyerahkan dirinya kepadaku. Dia setuju hingga aku
berhasil menguasainya. Namun perempuan itu berkata: Takutlah kepada Allah dan
jangan melepas cincin,’? kecuali dengan haknya.”
Kemudian dia kutinggalkan,
padahal dia orang yang paling aku cintai. Aku tinggalkan pula emas yang
kuberikan kepadanya. :
Ya Allah, jika aku
melakukan hal itu karena mengharap ridha-Mu, maka bebaskanlah kami dari
kesulitan yang kami alami.” Maka batu itu tersingkir sedikit, tetapi mereka
belum dapat keluar dari tempat itu.
Orang ketiga berkata: ‘Ya
Allah, sesungguhnya aku (majikan) menyewa orang-orang dan kuberi upah, kecuali
satu orang yang membiarkan upahnya, kemudian pergi. Aku pun mengembangkan
upahnya hingga menjadi banyak hartanya. Setelah beberapa waktu, dia (buruk itu)
datang kepadaku. Dia berkata:
Wahai hamba Allah, berikan
upah yang dulu kepadaku. Aku berkata: Semua yang engkau lihat adalah dari
upahmu, yakni, unta, sapi, kambing dan budak.
Orang itu berkata: Hai
hamba Allah, janganlah kamu mengejek aku. Kemudian aku berkata: Aku tidak
mengejekmu. Orang itu pun mengambil semua miliknya. Dia mengambil harta
seluruhnya tanpa meninggalkan sedikit pun.
Ya Allah, jika aku
melakukan hal itu karena mengharap ridha-Mu, maka bebaskanlah kami dari
kesulitan yang kami alami.’ Kemudian, tersingkirlah batu itu dan mereka keluar
sambil berjalan.”
11. BERSYUKUR DAN MENGINGKARI | NIKMAT
·
Ketahuilah! Sesungguhnya Allah Yang Maha Agung memberimu nikmat yang banyak
dan besar, khusus dan umum. Nikmat-nikmat yang khusus misalnya, iman, Islam,
wujud (terciptanya diri), akal, ilmu, rezeki, kesehatan, keselamatan, makan,
minum, tidur serta nikmat lain yang tidak terhitung banyaknya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan jika kamu menghitunghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat
menentukan jumlahnya ….” (QS. An-Nahi: 18).
.“Dan apa saja nikmat yang
ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya) ….” (QS. An-Nahl: 53).
Adapun nikmat-nikmat umum,
yaitu: Allah menciptakan langit dan isinya: berupa matahari, bulan dan
bintang-bintang untuk digunakan para hamba-Nya. Begitu pula bumi dan isinya :
berupa lautan, sungai-sungai, gunung-gunung, angin, berbagai hewan dan
pohon-pohon.
Allah Ta’ala berfirman:
“Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu, supaya kapal-kapal dapat berlayar
padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya.
Mudah-mudahan kamu bersyukur.
Dan Dia menundukkan
untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, semuanya, (sebagai
rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian Itu benar-benar terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (QS. Al-Jaatsiyah:
12-13).
·
Oleh karena itu, kamu wajib bersyukur kepada Tuhanmu atas nikmat-nikmat
ini. Allah Ta’ala berfirman: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku
ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS: al-Baqarah: 152).
“.. maka carilah rezeki
itu di sisi Allah dan sembahlah Dia serta bersyukurlah kepada-Nya. Hanya
kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Ankabut: 17).
Apabila kamu bersyukur
kepada Tuhanmu, maka tidaklah diragukan bahwa Allah akan membalasmu atas rasa
syukur kepada-Nya.
Allah Azza wa Jalla
berfirman: “… dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.” (QS. Ali-lmran: 144).
Di samping itu, Allah akan
menambah nikmat-Nya bagimu, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu …” (QS. Ibrahim: 7).
Apabila kamu tidak
bersyukur kepada-Nya, maka Dia akan murka kepadamu, sebagaimana firman-Nya: “…
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS. Ibrahim: 7).
Barangsiapa yang tidak
mensyukuri nikmat-nikmat Allah atas dirinya, maka dia telah membiarkan
kehilangan nikmatnikmat itu. Tersebut dalam hadits: “Mensyukuri nikmat itu
menimbulkan rasa aman dari kehilangannya.”
Penyair berkata:
Apabila kamu dalam
kenikmatan, maka peliharalah kenikmatan itu karena maksiat menghilangkan kenikmatan.
Jagalah kenikmatan itu
dengan bersyukur kepada Tuhan, karena Tuhan cepat menghukum.
·
Banyak orang hanyut dalam nikmat-nikmat Allah Yang Maha Pemurah, tetapi
mereka lalai dari mensyukuriNya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13).
Tidaklah diragukan bahwa
faedah syukur akan kembali kepadamu, karena Allah tidak membutuhkan dari
seorang pun.
Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk dirinya sendirinya, dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (AlQS. Lukman: 12).
Di antara doa-doa Nabi
saw.: “Ya, Allah, jadikan aku orang yang bersyukur. Jadikan aku orang yang
sabar. Jadikan aku kecil di depan pandanganku dan besar dalam pandangan
orang-orang.”
Dalam hadits lain:
“Sungguh mengherankan keadaan orang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya
adalah kebaikan dan tidaklah hal itu terjadi untuk semua orang, kecuali bagi
orang mukmin. Jika mengalami kesenangan, dia pun bersyukur. Maka hal itu
menimbulkan kebaikan baginya. Jika mengalami kesusahan, dia pun bersabar. Maka
hal itu menimbulkan kebaikan baginya.”
·
Rasa syukur itu ialah: Pengalihan pandangan hamba atas semua kenikmatan
yang diberikan Allah kepada-Nya menjadi renungan untuk apa dia diciptakan.
Rasa syukur itu dinyatakan
dengan hati, lisan dan anggota tubuh. Pernyataan syukur dengan hati: Apabila
kamu selalu mengingat Tuhanmu dengan hati yang disertai ke cintaan dan
pengagungan serta menggambarkan Seimuz kenikmatan dari Allah. Pernyataan syukur
dengan lisan: Apa. bila kamu mengingat-Nya dengan puji-pujian yang menunjukkan
rasa syukur kepada-Nya. Yang paling utama menurut hadits ialah mengucapkan:
“Segala puji bagi Allah,
Tuhan sekalian alam, dengan pujian yang sesuai dengan kenikmatan-Nya dan
setimpal dengan tambahan-Nya.”
Hendaklah kamu gunakan
lisanmu untuk membaca AlOur’an, hadits, perkataan ulama dan menyebut nama Allah
serta mengucap shalawat atas Nabi saw., di samping berbicara yang baik.
Allah Ta’ala berfirman:
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat makruf atau
mengadakan perdamaian di antara manusia ….” (QS. An-Nisaa’: 114).
·
Pernyataan syukur dengan anggota tubuh: Apabila kamu beribadah
kepada-Nya. Yaitu mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat untuk hartamu,
berpuasa, pergi haji ke Baitullah dan menggerakkan anggota tubuhmu untuk
perbuatan yang diridhai Allah SWT. Engkau pun berjalan dengan kedua kakimu
untuk menuntut ilmu, menunaikan shalat dan memenuhi keperluanmu serta keperluan
orang lain, terutama kedua orang tua dan guru-gurumu.
Hendaklah kamu hindari
berjalan kaki menuju maksiat, agar kamu tidak mengingkari nikmat kedua kakimu.
Hendaklah kamu bekerja dengan kedua tanganmu dalam melaksanakan berbagai
pekerjaan dan mengkhususkan tangan kanan dengan pekerjaan-pekerjaan yang
bersih. Disebutkan dalam hadits:
“Nabi saw. menjadikan
tangan kanannya untuk makan, minum, wudhu’, berpakaian, mengambil dan memberi,
sedangkan tangan kirinya untuk selain itu.”
Hendaklah kamu hindari
mengganggu seseorang dengan kedua tanganmu: baik dengan cara memukul, mencuri
harta, mengkhianati dalam suatu amanat atau titipan, ataupun menulis sesuatu
yang tidak boleh kamu bicarakan, karena pena adalah satu lisan. Adapun cara
mensyukuri nikmat kedua mata ialah, apabila kamu membaca Al-Our’an yang mulia
dan hadits yang terhormat serta kitab-kitab yang berguna dengannya.
Di samping itu, untuk
memandang orang-orang fakir miskin, anak-anak yatim dan cacat serta mengasihi
dan menolong mereka. Kamu juga memperhatikan orang-orang yang bodoh dan sesat,
lalu kamu ajari dan bimbing mereka ke jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan.
Dengan kedua mata, kamu perhatikan tujuan-tujuanmu yang baik dan
keajaiban-keajaiban makhluk ciptaan Allah serta kamu pikirkan kebesaran dan
kekuasaan-Nya.
Hendaklah kamu tidak
menggunakan kedua mata untuk memandang hal-hal terlarang atau aurat.
Disebutkan dalam hadits:
“Allah melaknat orang yang memandang dan yang dipandang (bilamana terlarang).”
Atau jangan menggunakannya
untuk menyelidiki aib orang lain dan memandang kepadanya dengan penghinaan dan
ejekan.
Dalam hadits dijelaskan:
“Beruntunglah orang yang disibukkan oleh aibnya hingga tidak mengurusi aib
orang lain.”
Dalam hadits lain:
Cukuplah kejahatan seseorang bila dia menghina saudaranya yang muslim.”
Mensyukuri nikmat dua
telinga: Apabila kamu menggunakannya untuk mendengarkan kebaikan, misalnya,
bacaan Al-Our’an, nasihat-nasihat dan ilmu pengetahuan: serta menjaga” keduanya
dari kejahatan, misalnya, mendengarkan ghibah (pergunjingan), namimah (mengadu
domba) serta perkataan yang keji.
Dalam hadits disebutkan:
“Sesungguhnya pendengar itu adalah sekutu dari orang yang mengucapkan
pergunjingan, dan dia termasuk salah seorang penggunjing.”
·
Kamu harus membesarkan nikmat Allah atas dirinya dengan memandang orang
yang di bawahmu dalam berbagai, urusan dunia, agar kamu bersyukur kepada
Tuhanmu, Allah Ta’ala, dan tidak meremehkan nikmat-nikmat-Nya. Adapun dalam
urusan-urusan agama, maka kamu harus memandang orang yang diatasmu, agar
bertambah kegiatanmu dalam ke. baikan dan menjadi besar keinginanmu akan
ketaatan. Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa dalam urusan
dunia memandang kepada orang yang di bawahnya dan dalam masalah agama memandang
kepada orang yang di atasnya, maka Allah menetapkannya sebagai orang yang sabar
dan bersyukur. Dan barangsiapa dalam urusan dunia memandang kepada orang yang
di atasnya dan dalam masalah agama memandang kepada orang yang di bawahnya,
maka Allah tidak menetapkannya sebagai orang yang sabar dan bersyukur.”
Penyair berkata:
Barangsiapa ingin
kehidupan yang lapang dalam masa yang panjang atas agama maupun dalam
keduniaannya menjadi makmur,
Hendaklah ia memandang
kepada orang yang shalih (takwa) di atasnya.
Dan memandang kepada orang
yang lebih Sedikit harta daripadanya.
Apabila kamu lihat
seseorang terkena musibah dalam agama, akal, badannya ataupun selain itu, maka
bagimu disunahkan melakukan sujud kepada Allah atas keselamatan dari cobaan
tersebut.
Disunahkan pula
mengucapkan secara perlahan, aga! tidak terdengar: oleh penderita sehingga dia
tidak meras3 sedih atas ucapan itu: “Segala puji bagi Allah yang menye lamatkan
aku dari cobaan yang menimpamu dar melebihkan aku dari makhluk banyak yang
diciptakan Nya. “
Disebutkan dalam hadits:
“Barangsiapa mengucapkan perkataan itu, maka dia tidak ditimpa cobaan tersebut
selama hidupnya.”
·
Termasuk pernyataan syukur kepada Allah Ta’ala Apabila kamu bersyukur
kepada orang yang berbuat baik kepadamu, khususnya kedua orangtua dan
guru-gurumu.
Dalam hadits dijelaskan:
“Orang yang paling bersyukur kepada Allah lalah orang yang paling bersyukur
kepada manusia.”
Dalam hadits lain:
“Barangsiapa berbuat baik kepadamu, maka balaslah dia. Jika kamu tidak dapat
membalasnya, maka doakanlah dia hingga kamu mengetahui bahwa kamu telah
bersyukur, karena Allah mencintai orang-orang yang bersyukur.”
Sabda yang lain: “Tidaklah
bersyukur kepada Allah orang yang tidak beryukur kepada manusia.”
Adapun orang yang tidak
berterima kasih kepada orang yang berbuat baik kepadanya, maka dia adalah orang
yang hina dan jahat jiwanya.
Penyairberkata:
Aku ajari dia memanah
setiap hari, ketika sudah tepat bidikannya, dia pun memanahku
Betapa banyak aku ajari
dia membuat bait syair, Setelah pandai bersyair, dia mencaci aku.
12. TELADAN TINGGI DALAM HAL KESABARAN
·
Sayyidah Aisyah ra., berkata: Nabi saw. melakukan shalat pada waktu
malam hingga pecah-pecah kakinya. Maka aku bertanya kepadanya: “Mengapa Anda
lakukan ini, waha, Rasulullah, padahal telah diampuni dosamu terdahulu dan
terkemudian?”” Beliau menjawab: “Bukankah aku harus menjadi seorang hamba yang
bersyukur?”
·
Al-Faqih Abu Ishaq: Muhammad bin Oasim bin Sya’ban Al-Qurtubi rahimahullah
—tidak keluar dari rumahnya, melainkan bila beliau memegang kaki ibunya, lalu
meletakkan di pipinya seraya berkata: “Ya Allah, Engkau katakan dalam Kitab-Mu:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan.” (OS.
Al-Isra’:24). Sesungguhnya aku telah merendahkan diriku kepadanya, maka
ampunilah dosaku, wahai Tuhan Yang Maha Penyayang.”
·
Diceritakan, seorang laki-laki yang sudah tua digendong oleh putranya
dan dipelihara serta diberi makan olehnya seperti anak kecil. Pada suatu hari
putranya berkata kepadanya: “Hai Ayahku, aku telah membalas dan memeliharamu
sebagaimana engkau memelihara aku. Kita telah sama-sama berbuat begitu.” Maka
ayahnya berkata: “Sekalikali tidak.” Putranya berkata: “Bagaimana itu?” Sang
ayah menjawab: “Ketika aku memeliharamu, aku mengharapkan hidupmu dan menanti
masa mudamu, sedangkan kamu sekarang mengharap kematianku.”
·
Dalam kitab Tarikh Ibnu Khallikan diriwayatkan, seorang laki-taki dari
umat terdahulu sedang makan dan di depannya ada seekor.ayam panggang. Kemudian
seorang pengemis datang kepadanya, namun dia menolaknya dengan tangan hampa.
Padahal orang itu hidup mewah. Pada suatu ketika, terjadi percerdian antara dia
dengan istrinya, maka habislah hartanya.
Kemudian pengemis itu
kawin dengan istrinya. Di saat suami kedua sedang makan ayam panggang di
hadapannya. tiba-tiba datang kepadanya seorang pengemis. Lalu orang itu berkata
kapada istrinya: “Berikanlah ayam itu kepadanya.” Maka istrinya memberikan ayam
panggang itu dan memandang kepadanya. Ternyata dia adalah suaminya yang
pertama. Kemudian diceritakannya kisah itu kepada suaminya. Maka suami kedua
itu berkata: “Demi Allah, akulah orang miskin yang pertama itu, yang
disia-siakan olehnya. Maka Allah memindahkan kenikmatan dan istrinya kepadaku.
karena dia kurang bersyukur.”
·
Seorang laki-laki mengeluh mengenai kemiskinannya kepada seorang arif
bijaksana dan menampakkan kesedihannya yang sangat. Orang bijaksana itu
bertanya: “Apakah kamu senang apabila dirimu buta dengan imbalan 10.000 dirham?”
Orang itu menjawab: “Tidak”. Orang bijaksanra itu bertanya: “Apakah kamu senang
apabila dirimu bisu dengan imbalan 10.000 dirham”? Orang itu menjawab: “Tidak.”
Kemudian orang bijasana itu bertanya: “Apakah kamu senang apabila kedua tangan
dan kedua kakimu buntung dengan imbalan 20.000 dirham?” Orang itu menjawab:
“Tidak.” Orang bijaksana itu bertanya: “Apakah kamu senang ” apabila kamu gila
dengan imbalan 10.000 dirham?” Orang itu menjawab: “Tidak.” Maka orang
bijaksana itu berkata: “Tidakkah kamu merasa malu apabila kamu mengeluh pada
Tuhanmu, sedangkan Dia mempunyai harta padamu sebanyak 50.000 dirham?”
.6. Ibnu Sammak masuk
menemui seorang khalifah, sedang di tangannya membawa kendi air yang
diminumnya. Khalifah itu berkata kepadanya: “Nasihatilah aku.” Ibnu Sammak
bertanya: “Seandainya kamu tidak diberi minuman ini, kecuali dengan memberikan
semua hartamu atau kamu tetap haus, apakah engkau mau memberikannya?” Khalifah
menjawab: “Ya”. Ibnu Sammak bertanya: “Seandainya kamu tidak diberi minum air,
kecuali dengan imbalan seluruh kerajaanmu, apakah kamu mau meninggalkannya?”
Khalifah menjawab: “Ya.” Ibnu Sammak berkata: “Maka jangan gembira dengan
kerajaan yang tidak menyamai seteguk air.”
Maksudnya, nikmat Allah
atas hamba-Nya dalam meminum air pada waktu haus, lebih besar daripada kerajaan
bumi seluruhnya.
13. SIFAT MENAHAN DIRI DAN MARAH
·
Sifat menahan diri, adalah mengendalikan nafsu pada waktu marah. Sifat
ini termasuk akhlak paling mulia dan adab yang paling baik. Maka, kamu harus
memiliki akhlak itu, agar kehormatan dirimu selamat dari celaan dan hatimu
tenang dari kekhawatiran serta mendapat pujian yang baik dan pahala yang
banyak. –
Allah Azza wa Jalla
berfirman: “… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali-Imran:134)
Nabi saw. bersabda:
“Carilah kemuliaan di sisi Allah.” Para sahabat bertanya: “Apakah itu, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab: “Sambunglah hubungan dengan orang yang menjauhi
kamu dan berilah orang yang tidak memberimu dan menahan diri terhadap orang
yang mengganggumu.”
Di antara doa Nabi saw.:
“Ya Allah, cukupilah aku dengan ilmu. Hiasilah aku dengan sifat menahan diri
dan muliakanlah aku dengan takwa serta baguskanlah aku dengan kesehatan.”
Jika seseorang
mengganggumu, maka maafkanlah, dan jika dia mengemukakan alasan, maka terimalah
alasannya.
Disebutkan dalam hadits:
“Barangsiapa yang dikemukakan alasan kepadanya oleh saudaranya, sedang dia
tidak mau menerimanya, maka dia pun berdosa, Seperti pemungut pajak gelap.”
Dalam hadits lain:
“Barangsiapa yang dikemukakan alasan kepadanya oleh saudaranya yang bersalah,
sedang dia tidak mau menerimanya, maka dia pun tidak bisa menemui aku di
Al-Haudh (telaga Nabi di hari Kiamat).”
Penyair berkata:
Terimalah alasan dari
orang yang datang mengemukakan alasan, walaupun ia berkata baik atau buruk
kepadamu.
Telah tunduk kepadamu
orang yang lahirnya membuatmu ridha dan telah mengagungkanmu orang yang
mendurhakaimu secara tersembunyi.
·
Sifat menahan diri mempunyai banyak sebab.
Pertama, kasih sayang
terhadap orang-orang bodoh. Disebutkan dalam hadits: “Seorang badui kencing di
masjid, lalu orang-orang menghampiri untuk memukulnya. Kemudian Nabi saw.
bersabda: “Biarkan dia, dan tuangkan di atas kencingnya seember air.
Sesungguhnya kamu diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus memberi
kesulitan’.
Kedua, kemampuan untuk
membalas dendam. Disebutkan dalam hadits: “Apabila kamu dapat mengalahkan
musuhmu, maka jadikanlah maaf sebagai rasa syukur atas kemenangan itu.”
Rasul saw. telah memaafkan
Du’tsur, yang ingin membunuhnya dan orang badui yang menarik serbannya hingga
membuat pundaknya membekas dan sakit.
Beliau memaafkan orang
yang mengeraskan suaranya ketika dia datang menagih utang. Para sahabat
bermaksud memukulnya, namun beliau berkata: “Biarkan dia, karena sesungguhnya
pemilik hak boleh berbicara.”
Nabi saw. memaafkan
penduduk Makkah yang telah mengganggunya dengan sangat, selama 13 tahun, hingga
mereka mengeluarkan dari negerinya, Makkah. Beliau memaafkan banyak orang.
Dalam hadits dijelaskan:
“Rasulullah saw. tidak mem. balas dendam untuk dirinya sedikit pun, kecuali
apabila larangan Allah dilanggar. Jika demikian, beliau membalas karena Allah.”
Ketiga: menghindari caci
maki. Dalam hadits diceritakan: “Dua orang yang saling memaki adalah dua setan
yang saling memusuhi dan menjauhi”. Terutama laknat.
Nabi saw. bersabda: “Orang
mukmin bukanlah orang yang suka memaki dan melaknat, serta tidak suka berkata
keji maupun kotor.”
Penyair berkata: Katakan
apa saja berupa kepalsuan dan dusta Maafku tuli, tapi telingaku tidak.
Penyair lain berkata:
Aku menyukai akhlak mulia
sekuat tenagaku dan aku tidak suka mencela maupun dicela.
Aku maafkan makian orang
karena menahan diri.
Seburuk-buruk orang adalah
yang suka mencaci maki.
Diceritakan, seorang
laki-laki berkata kepada Dhirar bin Qa’ga’:. “Demi Allah, seandainya kamu
katakan kepadaku sekali, tentu kamu dengar sepuluh kali.” Maka Dhirar berkata
kepadanya: “Demi Allah, seandainya kamu katakan sepuluh kali, tentu kamu tidak
mendengar sekali pun”
Dari Sayyidina Ali bin
Husein bin Ali ra.: Bahwasanya Seorang laki-laki memakinya. Maka dia pun
melemparkan baju yang dipakainya dan memberi dia uang 1000 dirham.
·
Adapun sifat marah, maka ia sangat tercela dan merupakan kunci setiap
kejahatan. Sabda beliau: “Marah itu merusak iman, sebagaimana jadam merusak
madu.” Beliau juga bersabda: “Tidaklah seseorang marah, melainkan dia mendekati
Jahanam.”
Seseorang bertanya kepada
Nabi saw.: “Sesuatu apakah yang paling berat?” Beliau menjawab: “Murka Allah.”
Orang itu bertanya: “Apakah yang menjauhkan aku dari murka Allah?” Beliau menjawab:
“Jangan marah.”
Sayyidina Ali Karramallahu
Wajha berkata: “Marah itu sebagian dari gila, karena pelakunya akan menyesal.
Jika dia tidak menyesal, maka kegilaannya akan menguat (sempurna).”
Sifat marah terkadang
menyebabkan pelakunya bunuh diri, seperti murid yang gagal dalam ujian atau
orang yang mengeluh karena kesusahan dan kemiskinan. Semua itu berasal dari
was-was setan dan kelemahan iman. Dalam hadits dijelaskan: “Barangsiapa yang
menjatuhkan diri dari gunung hingga membunuh dirinya, maka dia masuk neraka
Jahanam, menjatuhkan diri ke dalamnya. Dia kekal abadi di neraka untuk
selama-lamanya.
Barangsiapa meneguk racun
sehingga membunuh dirinya, maka racun itu kelak berada di tangan dan diteguknya
di neraka Jahanam. Dia kekal abadi di tempat itu untuk selama-lamanya.
Barangsiapa membunuh
dirinya dengan sepotong besi, maka itu berada di tangan dan ditusukkannya ke
perutnya di neraka Jahanam. Dia kekal abadi di tempat itu untuk
selama-lamanya.” (HR. Bukhari).
·
Apabila kamu marah, maka tahanlah marahmu itu. Jangan bicara pada waktu
marah, agar kamu tidak menguCapkan perkataan yang akan kamu sesali. Dan,
duduklah bila kamu berdiri.
Dalam hadits disebutkan:
“Apabila seseorang di antara kamu marah, maka hendaklah dia diam.”
Dalam hadits lain:
“Apabila seseorang di antara kamu marah, maka hendaklah duduk. Jika dia masih
marah, hendaklah berbaring.”
Pada waktu marah,
janganlah kamu lupa memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah ….”
(QS. Al-A’raaf:200).
Hendaklah kamu membaca
do’a sesuai dengan hadits: “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang
terkutuk. Ya, Allah, Tuhan dari Nabi Muhammad, ampunilah dosaku, hilangkan
kejengkelan hatiku dan lindungilah aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan.”
Jika kamu masih marah,
maka berwudhu’lah, sesuai dengan sabda Nabi saw.: “Apabila seseorang di antara
kamu marah, hendaklah dia berwudhu’ dengan air, karena marah itu dari api.”
·
Di antara cara-cara menenangkan marah, hendaklah memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
Pertama, renungkanlah
ayat-ayat Al-Our’an dan haditshadits Nabi, yang menerangkan keutamaan menahan
diri dan memberi maaf. Beliau bersabda:
“Seorang malaikat berseru
di hari Kiamat: ‘Barangsiapa mempunyai pahala yang menjadi tanggungan Allah
Azza wa Jalla, hendaklah ia berdiri.’ Maka berdirilah orang-orang yang suka
memaafkan orang lain.”
Kemudian beliau membaca
ayat: “… maka, barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah …” (QS. Asy-Syura:40).
Kedua, hendaklah kamu
mengingat Allah dan membayangkan bahwa kekuasaan Allah atas dirimu lebih besar
daripada kekuasaanmu untuk membalas orang yang berbuat jahat kepadamu.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa ….” (QS. Al-Kahfi:24).
Sahabat Ikrimah berkata,
yakni, “Jika kamu marah.” Diriwayatkan bahwa Nabi mengutus seorang pelayan
dalam suatu keperluan. Ternyata pelayan itu lambat. Ketika dia datang, Nabi
saw. bersabda: “Kalau bukan karena takut Oishash, tentu aku telah menyakitimu.”
(Qishash yaitu pembalasan hukuman di akhirat).
Ketiga, janganlah kamu
mendengarkan perkataan setan, bahwa tidak membalas dendam itu merupakan
kerendahan dan kehinaan. Ini adalah kedustaan dari setan terkutuk.
Yang benar adalah hal itu
merupakan kemuliaan dan kehormatan. Sebagaimana tersebut dalam hadits: “Sifat
rendah hati tidaklah menambahi seorang hamba, kecuali kemuliaan.
Maka, bersikap rendah
hatilah kamu. Semoga Allah Ta’ala mengangkat derajatmu. Maaf itu tidaklah
menambah seorang hamba, kecuali kemuliaan. Maka, berilah maaf. Semoga Allah
memuliakan kamu.”
Keempat, hendaklah kamu
memperingatkan diri akan keburukan akibat pembalasan dendam, karena ia menambah
permusuhan dan memperbanyak musuh, serta mendatangkan rasa gembira mereka
terhadap musibah-musibah (bencana) yang menimpa dirimu, sehingga hidupmu
menjadi keruh. Kemarahan itu tidak dapat memusatkan pikiranmu untuk menuntut
ilmu dan beribadah, tidak pula untuk pekerjaanpekerjaanmu yang khusus.
Kelima, hendaklah kamu
berpikir tentang keburukan rupamu pada waktu marah. Wajah yang cemberut, kedua
mata yang memerah, pipi yang membengkak dan anggotaanggota tubuh yang bergetar.
Terkadang menginjak bumi dengan kedua kaki dan memukul dadanya serta bersikap
Seperti anjing atau hewan buas yang menyerang. Mungkin juga seperti orang gila
yang mengamuk. Karena kemarahan telah menghilangkan kesadaran akalnya.
Terkadang memaki pintu bila sulit baginya untuk membuka. Mematahkan pena yang
digunakan untuk menulis. Melaknat kendaraan yang dinaiki dan memaki angin jika
tertiup ke arahnya. Sebagai. mana diriwayatkan, seorang laki-laki diterpa angin
hingga serbannya terlepas, kemudian dia melaknatnya. Maka Nabi saw. bersabda: .
“Janganlah kamu melaknat
angin, karena ia diperintahkan dan tunduk. Sesungguhnya orang yang melaknat
sesuatu yang tidak patut dilaknat, maka kembalilah laknat itu menimpa dirinya.”
·
Kebalikan dari itu adalah sifat menahan diri. Sifat tersebut bisa
menjadikan kamu musuh sebagai teman. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “….
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang
antara kamu dan dia ada permusuhan, seolah-olah telah menjadi teman yang sangat
setia.” (QS. Fush Shilat:34).
Orang yang pandai menahan
diri akan mendapat pertolongan dari orang lain. Sebagaimana kata Imam Ali
karramallahu wajha: “Imbalan pertama bagi orang yang pandai menahan diri,
adalah orang-orang akan membelanya terhadap orang yang bodoh.”
Maka patutlah orang
berakal tidak melakukan permusuhan antara dia dan seseorang menurut
kemampuannya. Disebutkan dalam hadits: “Memperlihatkan cinta (kasih sayang)
kepada orang lain adalah setengah dari akal.”
Apabila dia tidak pandai
menahan diri dan suka membalas dendam, maka boleh jadi kemarahan akan
menyebabkan dia membunuh musuhnya. Apabila dia tidak mampu, barangkali dia akan
membunuh dirinya, karena sangat marah dan kesal. Semua itu termasuk dosa besar.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya
ialah neraka Jahannam. Dia kekal didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan
mengutuk serta menyediakan baginya azab yang besar.” (QS. An-Nisa’:93).
Dalam hadits disebutkan:
“Membunuh orang mukmin itu lebih besar akibatnya di sisi Allah daripada
kelenyapa” dunia.” :
Sifat menahan diri dan
pemaal, termasuk akhlak para Nabi dan Rasul, ulama dan orang-orang shalih.
Marah dan balas dendam termasuk akhlak setan yany sombong dan orang-orang yang
bodoh serta rendah budinya. Orang yang sangat kuat ialah orang yang dapat
mengendalikan dirinya ketika bangkit kemarahannya.
Sebagaimana dijelaskan
dalam hadits: “Bukanlah orang yang kuat itu karena pandai bergulat, tetapi
orang yang kuat ialah yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.”
·
Adapun marah karena Allah, bukan karena menuruti hawa nafsu, adalah
sifat terpuji dan diperintahkan melakukannya serta dinamakan keberanian yang
bersifat pendidikan. Hal itu disebabkan melihat kemungkaran yang dikerjakan dan
kezaliman dilakukan serta kebenaran diingkari. Sifat menahan diri pada waktu
itu sangat buruk dan dilarang.
Aliah Ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru pada kebajikan,
menyuruh pada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar: merekalah orang-orang
yang beruntung …” (QS. Ali-Imran:104).
“Telah dilaknati
orang-orang kafir dari bani Israel dengan lisan Dawud dan Isa, putra Maryam.
Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.
Mereka satu sama lain
selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat
buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maidah:78-79).
Dalam hadits disebutkan:
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah mengubah dengan
tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan li’sannya. Jika tidak mampu, maka
dengan hatinya. Itulah Selemah-lemah iman.”
Macam kemarahan yang
paling utama, ialah kemarahan ‘ terhadap raja yang zalim, atau penguasa yang
berkhianat dan menjual negerinya atau merusak urusan-urusan agama dan negara.
Dalam hadits diceritakan, Rasulullah saw. ditanya: “Jihad apakah yang paling
utama?” Beliau menjawab: “Perkataan yang hak di hadapan raja yang zalim.”
·
Maka, jadilah kamu termasuk kaum yang dicinta. Allah dan mereka
mencintai-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap
orang-orang mukmin, yang bersifat keras terhadap orang yang kafir, yang
berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut pada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya,
dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui …” (qS. Al-Maidah:54).
Janganlah kemarahan dan
kecemburanmu menjadi lemah ketika menyaksikan kemungkaran, sehingga kamu
menjadi penjilat (mencari muka) dan penakut yang tidak berdaya.
14. BEBERAPA KISAH DARI ORANG-ORANG YANG PANDAI MENAHAN DIRI
·
Diceritakan, Hathith Az-Zayyat dibawa menghadap kepada Al-Hajjaj bin
Yusuf Ats-Tsagafi. Ketika dia masuk kepada Hajjaj, Hajjaj berkata: “Engkau yang
bernama Hathith?” Hathith menjawab: “Ya, tanyakanlah apa yang Anda Suka. Karena
-aku berjanji kepada Allah ketika berdiri di hadapan Maqam Ibrahim atas tiga
perkara: Pertama. jika aku ditanya, aku akan menjawab dengan benar: kedua, jika
aku mengalami cobaan, aku akan bersabar: ketiga, jika diberi keselamatan, aku
akan bersyukur.”
Hajjaj bertanya: “Apa
pendapatmu mengenai diriku?”
Hathith menjawab: “… Aku
katakan, sesungguhnya Anda termasuk musuh Allah di muka bumi. Anda melanggar
larangan Allah dan membunuh dengan sangkaan.” Hajjaj bertanya: “Apa pendapatmu
tentang Amirul Mukminin Abdul! Malik bin Marwan?”
Hathith menjawab: “Dia
lebih besar dosanya daripada Anda. Sesungguhnya Anda adalah salah satu
dosa-dosanya.” Maka Hajjaj berkata: “Siksalah dia.”
Maka, sampailah penyiksaan
terhadapnya dengan dibelahkan kayu bambu, kemudian ditusukkan ke daging
(tubuh)nya, lalu diikat dengan tali dan dibentangkan diatas kayu-kayu hingga
bercerai berai dagingnya. Akan tetapi mereka tidak mendengarnya mengucapkan
sesuatu.
Kemudian diberitakan
kepada Hajjaj, bahwa Hathith dalam keadaan menjelang ajal (sekaratulmaut). Maka
Hajjaj berkata: “Keluarkan dia dan lemparkan ke pasar.”
Ja’far berkata: “Kemudian
aku bersama seorang temanku mendatanginya. Kemudian kami tanyakan kepadanya:
‘Hathith, apakah kamu punya keperluan?’ Hathith menjawab: ‘Seteguk air.’
Kemudian mereka membawa segelas air, lalu dia meninggal. Waktu itu Hathith berusia
18 tahun, semoga Allah merahmatinya.”
·
Ada seorang ulama didatangi oleh seorang temannya. Dia menyajikan
makanan kepadanya. Kemudian keluarlah istri orang bijak itu. Perempuan tersebut
adalah seorang yang berakhlak buruk. Dia mengangkat hidangan dan memulai memaki
orang bijak itu. Lalu temannya keluar sambil marah-marah. Maka orang bijak itu
mengikutinya dan berkata kepadanya:
“Engkau ingat pada hari
ketika kita makan dirumahmu, lalu seekor ayam terjatuh menimpa hidangan
sehingga merusakkannya, namun tidak seorangpun yang marah di antara kita?”
Temannya menjawab: “la.” Orang bijak itu ber. kata: “Anggaplah perempuan ini
seperti ayam itu.” Maka redalah kemarahan orang itu dan ia pun pergi. Temannya
berkata: “Benarlah orang bijak itu. Sifat menahan diri adalah penyembuh dari
setiap penyakit.”
·
Seorang laki-laki memukul kaki seorang hiiak hingga menyakitkannya.
Namun dia tidak marah. Maka dikatakan kepadanya mengenai hal itu. Orang bijak
itu berkata: “Aku menganggapnya seperti batu yang membuat aku tersandung, maka
aku sembelih kemarahanku.”
·
Seorang laki-laki memaki sahabat Abdullah bin Abbas ra. Setelah selesai,
Abdullah berkata: “Hai Ikrimah,: apakah orang itu punya keperluan, agar kita
penuhi?” Maka, orang itu pun menundukkan kepalanya dan merasa malu.
·
Diceritakan, seorang ahli ibadah (‘Aabid) mempunyai seekor kambing.
Orang itu melihat kambingnya berkaki tiga. Kemudian dia berkata: “Siapa yang
melakukan ini terhadapnya?” Seorang sahayanya berkata: “Aku.” Orang itu
berkata: “Kenapa?” Sahaya itu menjawab: “Supaya tuan susah.” Orang itu berkata:
“Tidak, bahkan aku akan menyusahkan orang yang menyuruhmu. Pergilah! Engkau
bebas (merdeka).”
15. KEMURAHAN HATI DAN SIFAT KIKIR
·
Ketahuilah, Allah menciptakan harta bagi kepentingan para hamba-Nya dan
menyuruh kita bermurah hati dengannya kepada orang-orang fakir dan orang-orang
yang membutuhkan serta melarang kita menimbunnya di saat orang-orang sangat
membutuhkannya. Oleh karena itu, Allah Ta’ala mewajibkan zakat kepada kita dan
mendorong agar mengeluarkan sedekah.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan dirikanlah shalat serta keluarkan zakat …” (QS. Al-Baqarah: 43).
“Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di malam. dan di siang hari secara tersembunyi dan
terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(Al-Baqarah: 274).
“…… Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Pada hari dipanaskan
emas-perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka,
lambung dan punggungnya, (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu
yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari)
apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah: 34-35).
·
Manusia itu berwatak senang pada harta dan gemar mengumpulkannya.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”
(Al-A’la: 16-17).
Akan tetapi, kamu wajib
membiasakan diri untuk bersifat pemurah hingga selamat dari penyakit kikir yang
merupakan penyakit paling berbahaya (gawat). Sebagaimana dijelaskan dalam
hadits: “Penyakit mana yang lebih berbahaya daripada kikir?”
Apabila kamu terbiasa
bersifat pemurah, maka kamu pun dicintai di sisi Allah, kemudian oleh
makhluk-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Disebutkan dalam hadits:
“Sesungguhnya orang orang pemurah itu dekat dari Allah, manusia dan surga serta
jauh dari neraka. Sesungguhnya orang yang kikir itu jauh dari Allah, manusia
dan surga serta dekat dari neraka.”
“Seorang yang bodoh tapi
pemurah, lebih dicintai Allah daripada seorang alim yang kikir.”
·
Sifat kikir adalah kejahatan besar dan bencana buruk yang menyebabkan
permusuhan dan pertengkaran, bahkan perkelahian dan pemutusan hubungan rahim
serta kerabat.
Allah Ta’ala berfirman:
“Ingatlah, kamu ini orangorang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada
jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan orang yang kikir
sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang
Maha Kaya, sedangkan kamulah orang yang membutuhkan (kepadaNya) ….” (QS.
Muhammad: 38).
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa dikaruniai harta oleh Allah, sedangkan dia tidak menunaikan
zakatnya, maka diciptakan untuknya seekor ular yang terlepas kulit kepalanya
dan mempunyai dua titik hitam di atas matanya, yang dikalungkan padanya di hari
Kiamat, kemudian membungkam mulutnya. Lalu ia berkata: Akulah hartamu, akulah
harta simpananmu.”
Kemudian beliau membaca
ayat: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik
bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang
mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat ….. ”
(QS. Ali-Imran: 180).
Dalam hadits lain:
“Janganlah kamu bersifat kikir, karena sifat itu membinasakan orang-orang
sebelum kamu. Mereka disuruh berdusta, lalu mereka berdusta. Mereka disuruh
berbuat aniaya, lalu mereka berbuat aniaya. Mereka disuruh memutuskan hubungan,
lalu mereka pun memutuskan hubungan silaturrahmi.”
·
Setan sangat berkeinginan untuk mencegah manusia dari mengeluarkan
sedekah, karena dia mengetahui kadar keutamaannya yang besar. Maka, dengan
dengki dan permusuhannya terhadap manusia, dia ingin menggagalkan manusia dari
pahala yang banyak itu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: “
“Setan menjanjikan
(menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan
(kikir).” (QS. Al-Baqarah: 268).
Dalam hadits dijelaskan:
“Tidaklah seseorang mengeluarkan suatu sedekah, melainkah terlepaslah dia dari
tantangan tujuh puluh setan, yang semuanya melarang dia bersedekah.”
Maka, hendaklah kamu
berjiwa pemurah dan terbuka kedua tangan dengan menyerahkan sedekah.
Waspadalah, jangan sampai kamu tertipu oleh setan dan was-wasnya. Percayalah,
bahwa Allah akan mengganti sedekah yang kamu nafkahkan di jalan Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantikan dan
Dialah, Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).
Dalam hadits Qudsi
dijelaskan. “Hai hamba-ku, nafkahkan (hartamu), niscaya Aku ganti nafkahmu.
Kekayaan Allah adalah penuh, tidak berkurang oleh pengeluaran nafkah yang
mengalir malam dan siang. Tidaklah kamu lihat, apa yang dinafkahkan’ Allah
sejak Allah menciptakan langit dan bumi? Sesungguhnya tidaklah berkurang segala
yang ada dalam kekayaan-Nya.”
Dalam hadits yang lain:
“Setiap hari ketika pagi, turun dua malaikat kepada para hamba. Yang satu
berkata: ‘Ya Allah, berilah ganti terhadap orang yang menafkahkan sedekah,’
sedang yang lain mengatakan: ‘Ya Allah, timpakan kebinasaan bagi orang yang
kikir’.”
·
Bersikaplah pemurah kepada keluargamu lebih. dahulu, kemudian kepada
kerabatmu yang lebih dekat, lalu yang dekat, Nabi saw. bersabda:
“Dinar yang kamu nafkahkan
di jalan Allah, untuk : membebaskan budak dan sedekah kepada orang miskin serta
kepada keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan
kepada keluargamu.”
Nabi saw. juga bersabda:
“Sedekah bagi orang miskin adalah satu sedekah, sedangkan sedekah terhadap ke
rabat adalah dua sedekah, yaitu sedekah dan hubungan kekeluargaan.”
Nabi saw. bersabda di lain
hadits: “Hal umat Muham. mad, demi Allah yang mengutus aku dengan kebenaran,
tidaklah Allah menerima sedekah dari seorang laki-laki, sedangkan dia mempunyai
kerabat yang sangat mem. butuhkan bantuannya, tetapi dia memberikannya kepada orang
lain. Demi Allah yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, Allah tidak melihat
kepadanya (tidak menghiraukannya) di hari Kiamat.”
Hendaklah kamu
mengeluarkan sedekah secara diamdiam (dirahasiakan), karena ia bisa memadamkan
kemarahan Tuhan. Sebagaimana tersebut dalam hadits. Juga di hadits lain:
“Sesungguh-nya pahalanya dilipatgandakan dari pahala sedekah yang
terang-terangan sebanyak 70 kali.”
·
Di antara beberapa faedah sedekah, ialah menolak bencana dan penyakit
serta memelihara harta. Sebagaimana tersebut dalam hadits: “Perbuatan-perbuatan
makruf (kebajikan) itu dapat mencegah mati dalam keadaan buruk. Bentengilah
hartamu dengan zakat dan sembuhkan orang-orang sakit di antara kamu dengan
sedekah. Tidaklah binasa harta di laut dan darat, melainkan karena menahan
zakat.”
Di antara pahalanya, ialah
dapat menyucikan orang rang bersedekah dari dosa-dosa.. Allah Ta’ala berfirman:
‘Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat tu kamu membersihkan
dan menyucikan mereka…” (At-Taubah: 103).
Di samping itu, sedekah
berarti memasukkan kegembiraan pada orang-orang miskin dan menyebabkan mereka
mendoakanmu. Dalam hadits dijelaskan: “Sebaik-baik amal adalah apabila kamu
memasukkan kegembiraan kepada saudaramu yang beriman, melunaskan utang atau
memberinya makanan (roti).”
Sedekah dapat menambah
rezeki. Telah dikemukakan hadits mengenai hal itu. Sedekah juga menjadi naungan
bagi pelakunya dari terik panas di Padang Mahsyar pada hari Kiamat, menyebabkan
keringanan hisab (perhitungan amal), beratnya timbangan amal dan meloloskan
penyeberangan di atas Ash-Shirot, menambah derajat di surga.
·
Apabila kamu miskin, maka sedekahlah walaupun sedikit. Hal itu lebih
utama di sisi Allah daripada sedekah orang kaya yang banyak. Sebagaimana
tersebut dalam hadits: “Satu dirham mengungguli seribu dirham.”
Janganlah kamu menolak
peminta-peminta pertama yang berdiri di pintumu dan bersedekahlah setiap hari,
walaupun sedikit dan segerakanlah pada waktu pagi. Sebagaimana tersebut dalam
hadits: “Segerakanlah mengeluarkan sedekah karena bencana itu tidak bisa
menimpa kepada orang yang bersedekah.”
Waspadalah untuk tidak
mengungkit-ungkit sedekahmu terhadap orang miskin, karena mengungkit-ungkit itu
haram dan membatalkan pahala sedekah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) …..” (QS.
Al-Baqarah: 264)
Sedangkan dalam hadits:
“Tidaklah masuk surga orang yang suka mengungkit-ungkit sedekahnya.”
Hendaklah kamu meminjami
orang-orang yang membutuhkan, karena pahala meminjami itu sangat besar.
Allah Ta’ala berfirman:
“Siapa yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan
melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala
yang banyak.” (QS. Al-Hadid: 11).
Dalam ayat lain: “…. maka
Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak
…… ” (QS. Al-Baqarah: 245).
Sedangkan dalam hadits
disebutkan: “Pada malam Isra’, kulihat di pintu surga tertulis: “Sedekah itu
dibalas Sepuluh kali lipat, sedangkan utang dibalas 18 kali lipat! Maka aku
bertanya: ‘Ya Jibril, mengapa utang itu lebih utama daripada sedekah?’ Beliau
menjawab: ‘Karena orang yang meminta terkadang hanya meminta, padahal dia
mempunyai harta yang mencukupinya, sedangkan orang yang berutang, dia tidak
berutang, kecuali karena membutuhkan.”
Hendaklah kamu lebih
mengutamakan orang lain daripada dirimu, yaitu apabila kamu mempunyai sesuatu
yang kamu butuhkan, kemudian ada orang lain yang membutuhkan, lalu kamu berikan
dan dahulukan mereka daripada dirimu. Maka, pahala yang demikian itu sangat
besar sekali.
Allah Ta’ala berfirman:
“….. dan mereka (kaum Anshar) mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri
mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan orang yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, mereka itulah o-rang-orang yang beruntung…..” (QS.
Al-Hasyr: 9).
16 KEMURAHAN HATI RASULULLAH SAW. DAN KELUARGANYA
·
Rasul saw. adalah orang yang paling pemurah dan dermawan. Beliau
mendermakan setiap yang ada dan memberikan pemberian yang tidak mampu dilakukan
oleh raja-raja, misalnya, Kisra dan Kaisar. Tidak pernah beliau diminta
sesuatu, lalu beliau mengatakan: “Tidak.”
Datang kepada beliau
seorang perempuan membawa selembar kain burdah yang ditenun. dengan kedua
tangannya untuk dipakaikan kepada beliau. Maka Nabi saw. mengambil dan
memakainya karena dibutuhkan. Kemudian seorang Sahabat berkata: “Pakaikanlah ia
padaku. Alangkah bagusnya!”
‘ Maka Nabi saw. bersabda:
“Ya.” Setelah Nabi saw. duduk di majlis, kemudian pulang, lalu beliau
melipatnya. Setelah itu beliau mengirimkannya kepada sahabat tadi. Maka
orang-orang berkata kepadanya: “Kamu tidak berbuat baik. Nabi saw. memakainya
karena dibutuhkan. Kemudian kamu memintanya, sedangkan kamu tahu bahwa beliau
tidak menolak orang yang meminta.” Sahabat tadi menjawab: “Demi Allah, aku
tidak memintanya untuk dipakai. Sesungguhnya aku memintanya agar ia menjadi
‘kain kafanku.” Maka kain burdah itu pun menjadi kafannya.
·
Dibawa kepada Nabi saw. uang sebanyak 90.000 dirham. Kemudian beliau
meletakkannya di atas sehelai tikar. Setelah itu beliau berdiri dan membaginya.
Maka, tidaklah beliau menolak seorang pun yang meminta hingga selesai
membagikannya.
Datang seorang laki-laki
meminta sesuatu kepadanya (Nabi saw). Maka beliau bersabda: “Aku tidak punya
apa apa, tetapi belilah atas namaku. Jika aku punya uang, nanti aku yang
membayarnya.”
Nabi saw. juga
mengembalikan tawanan dari bani Hawazin yang berjumlah 6.000 orang.
Kedermawanannya itu semua
karena Allah dan demi mendapatkan ridha-Nya. Beliau lebih mengutamakan orang
lain daripada diri dan anak-anaknya. Terkadang selama sebulan atau dua bulan
tidak dinyalakan api di dalam rumah-nya. Beliau dan keluarganya hanya cukup
makan kurma dan air. Sering kali beliau tidur dalam keadaan lapar dan bangun
pagi dalam keadaan puasa. Beliau mengikatkan batu di perutnya karena lapar.
Dibawakan harta kepadanya, namun beliau tidak menyimpan sedikit pun bagi
dirinya, bahkan ketika beliau wafat, baju besinya masih tergadai pada orang
Yahudi dengan imbalan 30 sha’ biji gandum. Padahal beliau telah menguasai
Jazirah Arab.
Masih banyak lagi
kemurahan hati Nabi saw. dan sifat mengutamakan orang lain, yang mengherankan
pikiran dan dicatat dalam buku sejarah.
Keluarga dan para
sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka (para tabiin) mengikuti
jalan dan menempuh perilakunya dalam hal pengorbanan dan kemurahan,
kedermawanan dan pemberian.
Maka, lihatlah pada
kemurahan Sayyidina Abu Bakar ra. hingga beliau menafkahkan seluruh hartanya
dalam perang Tabuk. Sayyidina Umar ra. membelanjakan dari setengah hartanya.
Sedang Sayyidina Utsman dan Sayyidina Abdurrahman bin Auf ra. menafkahkan harta
yang sangat banyak.
·
Dari sahabat Ibnu Abbas ra.: Bahwa Hasan dan Husein ra. (cucu
Rasulullah) sakit, lalu Rasulullah saw. menjenguk kedua anak itu bersama
beberapa orang. Kemudian mereka berkata: “Wahai Abal Hasan (yang dimaksud Sayyidina
bin Abi Thalib, ayah Hasan dan Husein) bagaimana Seandainya engkau bernazar
(janji melakukan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah) untuk anakmu?”
Lalu Ali dan Fatimah serta si Fidhdhah (nama sahaya perempuan) bernazar, bahwa
jika kedua anak itu sembuh dari penyakitnya, maka mereka akan berpuasa tiga
hari. Akhirnya kedua anak itu sembuh, sedang mereka tidak punya apa-apa.
Kemudian Ali ra. berutang
dari Syam’un Al-Khaibari, seorang Yahudi, 3 sha’ gandum. Fatimah ra. menggiling
gandum itu sebanyak satu sha’ dan membuat roti sebanyak lima potong, sesuai
jumlah mereka. Kemudian mereka meletakkan di hadapannya untuk berbuka puasa.
Kemudian datang seorang peminta-minta seraya berkata: “Assalamu’alaikum, wahai
keluarga Muhammad, aku seorang muslim yang miskin, berilah aku makanan, semoga
Allah memberi kalian makanan dari hidangan surga.” Kemudian mereka memberinya
dan tidur tanpa makan sesuatu, selain air.
Pada waktu pagi mereka
berpuasa. Ketika tiba waktu sore dan mereka menyiapkan makanan di hadapannya,
datanglah kepada mereka anak yatim. Mereka pun memberinya makanan itu.
Pada hari ketiga, datang
kepada mereka seorang tawanan. Maka, mereka pun melakukan seperti itu. Pada
waktu pagi, Ali memegang tangan Hasan dan Husein ra. Mereka datang kepada
Rasulullah saw., ketika melihat mereka yang gemetar seperti anak burung karena
sangat lapar, Rasulullah saw. bersabda: “Betapa menyedihkan keadaanmu,
sebagaimana yang aku lihat.” Beliau berdiri, lalu pergi bersama mereka.
Dilihatnya Fatimah berada di mihrabnya. Tubuhnya tampak kurus dan kedua matanya
tampak cekung. Beliau sedih melihat hal itu. Maka, turunlah Jibril dan berkata:
“Ambillah dia, wahai Muhammad! Allah memberimu selamat mengenai keluargamu.”
Kemudian Jibril membacakan kepadanya surat Al-Insan sampai akhir. Di antaranya:
“Sesungguhnya orang-orang
yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya
adalah air Kafur, (yaitu) mata air (dalari surga) yang daripadanya hamba-hamba
Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.
Mereka menunaikan nazar
dan takutakan suatu hari, yang azabnya merata di mana-mana.
Dan mereka memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Sesungguhnya kami memberi
makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami ti. dak
menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
Sesungguhnya kami takut
akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka
masam penuh kesulitan.” (QS. Al-Insan:5-10).
Imam Al-Alusi, Fakhrur
Razi dan Az-Zamakhsyari menyebutkan hadits di atas dalam kitab-kitab tafsir
mereka dan para ulama lainnya.
·
Diriwayatkan, Sayyidah Fatimah ra. menghadiahkan kepada Rasulullah saw.
dua potong roti dan sedikit daging. Kemudian beliau mengirimkannya kembali
kepada Fatimah atau mengambil dan mengembalikannya dalam keadaan tertutup,
seraya bersabda: “Kemarilah hai anakku.” Maka Fatimah membuka talam itu.
Ternyata, ia penuh roti
dan daging. Rasulullah bertanya kepadanya: “Dari mana engkau mendapat ini?”
Fatimah menjawab: “Ia berasal dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi
rezeki kepada setiap orang yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan (batas).”
Kemudian beliau bersabda: “Segala puji bagi Allah yang menjadikanmu menyerupai
pemimpin wanita bani Israel.” (Siti Maryam binti Imran).
Kemudian beliau
mengumpulkan Ali, Hasan dan Husein serta keluarganya, semoga Allah meridhai
mereka semua. Lalu mereka makan sampai kenyang, sedangkan makanan itu tetap
seperti semula, maka diberikannya kepada tetangga-tetangga. (Abu Suud
menyebutkan kisah ini dalam tafsirnya).
17. SIFAT RENDAH HATI DAN KESOMBONGAN
·
Sesungguhnya sifat rendah hati adalah akhlak yang mulia. Allah telah
memerintah Nabi-Nya untuk bersifat rendah hati.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu
orang-orang yang beriman.” (QS. Asy-Syu’ara’: 215)
“… Sekiranya kamu bersifat
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu
…..” (QS. Ali-Imran:159).
Didalam menyifati para
wali-Nya, Allah Azza wa Jalla berfirman: “….. yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang yang kafir
….” (QS. Al-Maidah:54)
“Dan hamba-hamba yang baik
dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas
muka bumi dengan rendah hati dan apabila orangOrang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS.
Al-Furqan:63).
Dengan bersifat rendah
hati, naiklah derajat manusia di dunia dan akhirat. Maka, hendaklah kamu
mewajibkan atas dirimu akhlak yang mulia ini. Nabi saw. bersabda: “Apabila
hamba bersikap rendah hati, Allah mengangkat (derajatnya) sampai ke langit
tujuh.”
Selanjutnya beliau
bersabda: “Sifat rendah hati itu hanyalah menambah kemuliaan manusia, maka
bersikaplah rendah hati, semoga Allah merahmati kamu.”
·
Apabila manusia mengenal dirinya dengan sebenar-benarnya, maka tahulah
dia, bahwa dirinya rendah dan hina – serta tidaklah layak baginya, kecuali
bersifat rendah hati.
Dia pun akan mengenal Tuhannya
Yang Maha Tinggi dan Maha Besar serta hanya Allah Ta’ala sajalah yang patut
memiliki keagungan dan kebesaran.
Dalam hadits Qudsi, Allah
Ta’ala berfirman: “Kesombongan itu selendang-Ku, sedang keagungan itu
sarung-Ku. Maka, barang siapa menentang-Ku mengenai sifat itu atau salah satu
dari keduanya, Aku pun melemparkannya ke neraka Jahanam dan Aku tidak peduli,”
Yakni, keagungan dan kesombongan itu dua sifat yang khusus dimil.k: Allah
Ta’ala dan diserupakan-Nya dengan sarung dan selendang.
·
Waspadalah dari sifat sombong dan membanggakan diri. Allah telah mencela
kesombongan di beberapa ayat dari AI-Our’an.
Firman-Nya: “Aku akan
memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan
yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.” (QS. AlA’raf:146). l
“Sesungguhnya Dia (Allah)
tidak menyukai orangorang yang sombong.” (QS. An-Nahl:23)
“Sesungguhnya orang-orang
yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam
keadaan hina dina.” (QS. Al-Mukmin:60)
Allah Ta’ala berfirman
tentang menggambarkan musuh-musuh-Nya: “Sesungguhnya mereka dahulu apabila
dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri.” (AS. Ash-Shaffat:35)
“Dan (juga) Karun, Fir’aun
dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa
bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku
sombong (di muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari
kehancuran itu),” (QS. Al-Ankabut: 39).
Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya orany yang paling kami cintai di antara kamu dan paling dekat di
antara kamu terhadap kami di akhirat aaalah orangorang yang terbaik akhlaknya
di antara kamu.
Dan sesungguhnya orang
yang paling kami benci di antara kamu dan paling jauh di antara kamu terhadap
kami adalah orang-orang yang banyak bicara tanpa guna dan suka membual serta
Al-Mutafaiqihuun.”
Para sahabat berkata:
“Wahai Rasululah, telah kami ketahui orang-orang yang banyak bicara tanpa guna
dan pembual, lalu apa itu Al-Mutafaigihuun?” Rasulullah saw. menjawab:
“Orang-orang yang sombong.” Dilanjutkan: “Orang-orang yang sombong dibangkitkan
pada hari Kiamat dalam bentuk seperti semut-semut kecil yang diinjak oleh
orang-orang. Kemudian mereka digiring ke penjara di neraka Jahanam yang bernama
‘Bulas’ yang dipenuhi api, sedang mereka diberi minum thiinatul khabaal, yaitu
keringat penghuni neraka.”
·
Sebab-sebab kesombongan adalah banyak, di antaranya kesombongan dengan
ilmu. Nabi saw. bersabda: “Cacat ilmu adalah kesombongan.” Adalah buruk sekali
bila orang alim sombong. Lebih patut baginya bersikap rendah hati, sebagaimana
kata penyair:
Apabila bertambah ilmu
manusia ia semakin merendahkan diri.
Jika manusia semakin
bodoh, ia pun semakin tinggi hati.
Begitulah ranting yang
memikul buah dapat kamu capai walaupun ia semakin kuat karena memikul buah.
Hal itu disebabkan orang
alim menyadari kebesaran tanggung jawab ilmu. Sesungguhnya dia tidak dapat
menunaikan syukur kepada Allah atas nikmat ilmu dan takut bahaya kesudahan
hidupnya. Oleh karena itu, dia pun tetap tunduk kepada Tuhannya. Khawatir atas
dirinya dan rendah hati kepada orang lain, karena dia tahu bahwa kesombongan
itu tidak patut, kecuali bagi Allah.
Apabila dia sombong, Tuhan
membencinya: dan apabila dia bersikap rendah hati, maka Tuhan akan mencintal
dan memimpinnya. Dalam hadits Qudsi dijelaskan “Sesungguh nya kamu mempunyai
derajat di sisi-Ku, selama kamu tidak melihat derajat bagi dirimu. Jika kamu
melihat de rajat bagi dirimu, maka tiada derajat bagimu di sisi-Ku,”
·
Di antaranya: Menyombongkan Ibadah dan kesha lihan, harta dan
ketampanan, nasab (keturunan) dan kekuatan serta sebab-sebab lainnya. Oleh
karena itu, jauhilah silat sombong, walaupun sedikit. Dalam hadits disebutkan:
“Tidaklah masuk surga orang yang terdapat sedikit sifat sombong di dalam
hatinya.” Hal itu disebabkan sifat sombong mencegah pemiliknya dari memiliki
akhlak yang baik, yang merupakan pintu-pintu surga. Maka dia tidak dapat
bersikap rendah hati dan tidak mencintai saudaranya, seperti mencintai dirinya
sendiri. Dia pun tidak dapat memaafkan dan bersabar.
Sebaliknya, kesombongan
mendorongnya untuk berakhlak buruk, yang merupakan pintu-pintu neraka, misalnya
dendam, dengki, dusta, marah, penghinaan terhadap orang lain dan keengganan
menerima nasihat. Orang yang sombong tertutup hatinya dan petunjuk yang
diberikan, sedikit pun tidak akan dihiraukan. Sebagaimana Allah Ta’ala
berfirman: “….. Demikianlah Allah menutup hati orang yang sombong dan
sewenang-wenang.” (QS. Al-Mukmin: 35).
Iblis dahulu menyembah
Allah bersama para malaikat selama ribuan tahun. Ketika ia sombong, Allah
melaknat dan mengusirnya dari surga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada
Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. la enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34).
Allah berfirman: “Turunlah
kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di
dalamnya, maka keluarlah. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.”
(QS. A-A’raf: 13).
·
Termasuk tanda-tanda sombong, ialah meninggikan diri di majlis-majlis
dan mendahului teman-teman, memuji dirinya dan mence’a orang lain serta enggan
menerima: kebenaran. Sebagaimana disebutkan dalam hadits: “Kesom’ bongan adalah
menolak kebenaran dan tidak mau menerimanya serta menghina orang lain.”
Dia tetap melakukan
kesalahannya. Karena tidak ingin dibantah oleh siapa pun. Orang yang sombong
menggunakan kekerasan dan kekasarannya apabila menasihati orang lain.
Memalingkan pipi dan mencemberutkan wajahnya. Berjalan dengan sombong,
menghentakkan kedua kakinya di bumi dan tidak suka orang lain mendahuluinya
pada waktu berjalan.
Orang yang sombong suka
bila orang lain berjalan di belakang dan orang-orang berdiri menyambutnya di
dalam majlis, tidak mau mendahului memberi salam kepada orang lain dan apabila
orang lain memberi salam kepadanya, dia tidak menjawab salamnya.
Termasuk tanda-tanda orang
sombong pula, ialah apabila dia memandang kepada orang lain dengan mengejek.
Dia ingin dikunjungi dan tidak mau berkunjung kepada orang lain. Dia tidak suka
menghadiri majlis-majlis yang terdiri dari o: rang-orang lemah dan miskin.
Tidak mau makan bersama mereka dan tidak memenuhi undangannya bila diundang.
Juga tidak mau menjenguk orang sakit atau berlaku sopan terhadap mereka.
Orang yang sombong tidak
mau melakukan pekerjaanpekerjaannya sendiri, tetapi menggunakan orang lain dan
enggan membawa barang dengan tangannya.
Orang yang sombong tidak
memakai pakaian biasa, kecuali yang mewah dengan tujuan menyombongkan dan
membanggakan diri. Dan lain-lainnya.
18. BEBERAPA KISAH DARI ORANG-ORANG YANG MERENDAHKAN HATI DAN SOMBONG
·
Seorang laki-laki makan di dekat Rasulullah saw dengan tangan kirinya.
Kemudian beliau berkata kepadanya: “Makanlah dengan tangan kananmu.” Orang itu
berkata: “Aku tidak bisa.”
Rasulullah saw. berkata:
“Engkau tidak akan dapat melakukannya. Dia menolak karena dia sombong.”
Nabi berkata lagi: “Maka
orang itu tidak bisa meng. angkat tangan ke mulutnya.”
·
Sayyidina Ali ra. memberi sahayanya beberapa uang dirham untuk membeli
dua baju yang berbeda harganya. Ketika membawa kedua baju itu. Sayyidina Ali
memberinya baju yang lebih tipis tenunannya dan lebih mahal harganya serta
menyimpan yang lain bagi dirinya. Sayyidina Ali berkata kepadanya: “Kamu lebih
berhak memakai yang terbaik daripada aku, karena kamu masih muda dan seleramu
suka yang bagus. Sedang aku telah tua dan cukuplah ini bagiku.”
·
Tatkala Sayyidina Umar bin Khattab ra. dipanggil ke negeri Syam untuk
melaksanakan penandatanganan perdamaian di salah satu wilayahnya, sebagaimana
diisyaratkan penduduknya, maka beliau bergiliran menaiki kendaraan antara
beliau dan sahayanya. Ketika mendekati kota, tibalah giliran sahaya itu
menaikinya. Akhirnya, tibalah Sayyidina Umar di pangkalan pasukannya sambil
berjalan, sementara sahayanya menaiki kendaraan.
·
Sayyidina Husein bin Ali ra. melewati tempat orangorang miskin,
sementara mereka makan roti di atas selembar kain. Kemudian mereka berkata:
“Wahai Abu Abdillah, marilah makan siang.”
Maka Sayyidina Husein ra.
turun dari kendaraannya dan membacakan ayat: “Sesungguhnya Dia (Allah) tidak
menyukai orang-orang yang sombong.” (QS. An-Nahl: 23).
Sayyidina Husein ra. makan
bersama mereka, kemudian dia berkata: “Aku telah memenuhi undangan kalian, maka
penuhilah undanganku.”
Maka mereka pergi
bersamanya. Ketika tiba dirumahnya, beliau berkata kepada sahaya perempuannya:
“Keluarkan makanan yang kamu simpan.”
·
Diriwayatkan, pada suatu malam Sayyidina Umar bin Abdul Aziz ra.
kedatangan seorang tamu, ketika itu beliau sedang menulis, lampunya nyaris
padam. Maka tamunya berkata: “Aku akan menghampiri lampu itu untuk memperbaikinya.”
Sayyidina Umar berkata:
“Bukanlah merupakan kemurahan hati apabila seseorang dilayani oleh tamunya.”
Orang itu berkata: “Apakah perlu aku bangunkan pelayan laki-laki itu?”
Sayyidina Umar menjawab: “Dia baru tidur.” Kemudian Umar berdiri dan mengambil
lampu, lalu mengisinya dengan minyak. Tamu itu berkata: “Engkau berdiri
sendiri, wahai Amirul Mukminin!” Sayyidina Umar berkata: “Aku pergi dan namaku
Umar. Aku pulang dan namaku Umar. Tidak mengurangi dariku sesuatu pun.
Sebaik-baik manusia adalah orang yang rendah hati di sisi Allah.” .
·
Diceritakan, Mutharrif bin Abdullah bin Syikhkhirrahimahullah memandang
kepada Muhallab bin Abi Shufrah yang memakai pakaian hingga mengenai tanah dan
menyeretnya sambil berjalan dengan sombong. Kemudian Mutharrif berkata: “Hai
Abu Abdillah, kenapa kamu berjalan seperti ini, yang dibenci Allah dan
Rasul-Nya?” Maka Al-Muhallab berkata: “Tidakkah kamu mengenal. aku?” Mutharrif
menjawab: “Ya, aku mengenaimu. Pertama kali kamu adalah setetes air mani yang
busuk, akhirnya menjadi bangkai yang kotor, sedangkan isi perutmu di antara itu
adalah kencing dan kotoran.” Akhirnya, Muhallab tidak lagi berjalan seperti
itu.
·
Dari Umar bin Syabbah, dia berkata: “Pada saat aku di Makkah, berada di
antara Shafa dan Marwah. Kemudian aku melihat seorang laki-laki yang menaiki
baghal betina (peranakan kuda dan keledai) dan di depannya terdapat beberapa
anak. Ternyata, mereka membentak orang-orang.
Selang beberapa waktu, aku
kembali, kemudian memasuki jembatan. Ternyata, aku melihat seorang laki-laki
yang ber. telanjang kaki dan terbuka kepalanya dengan rambut panjang. Lalu aku
memandang dan merenungkannya.”
Maka dia berkata: “Mengapa
kamu memandang kepa. daku?” , Aku jawab: “Aku serupakan kamu dengan seorang
laki-laki yang kulihat di Makkah dan aku gambarkan sifatnya.”
Kemudian dia berkata:
“Akulah orang itu.”
Maka aku bertanya: “Apa
yang dilakukan Allah terhadapmu?”
Dia menjawab: “Aku
meninggikan diri di tempat orangorang merendahkannya (di Makkah). Maka Allah
merendahkan aku di mana orang-orang meninggikan diri (di bawah jembatan).”
·
Al-Hajjaj bin Yusuf, seorang yang zalim dan sombong serta sering
menumpahkan darah. Berita-beritanya yang buruk tersebut di kitab-kitab sejarah.
Pada suatu hari, dia melihat seekor kumbang merayap menuju tempat shalatnya,
lalu diusirnya, namun ia kembali. Kemudian diusirnya lagi, tetapi kumbang itu
tetap kembali. Maka. dia mengambilnya dengan tangan dan dibuang. Akan tetapi
kumbang itu menggigitnya hingga bengkak tangannya, lalu dia meninggal akibat
gigitan kumbang tadi.
Demikian Allah menghinakannya,
melalui sebab makhluk-Nya yang terlemah, sebagaimana Raja Namrud bin Kan’an,
yang terbunuh oleh seekor nyamuk yang masuk ke ” hidungnya. Nyamuk itulah yang
menyebabkan kebinasaannya.. Sering kali dia bertindak sewenang-wenang dan
sombong hingga mengaku Tuhan. Dia mengganggu Sayyidina Ibrahim as. dan ingin
membakarnya dengan api. Maka Allah menyelamatkannya dari api.
Allah Ta’ala berfirman:
“Kami berfirman: ‘Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi
Ibrahim’.” (QS. Al-Anbiya’: 69).
·
Begitu pula Allah membinasakan Fir’aun dengan menenggelamkannya di
Sungai Nil dalam keadaan hina dina setelah dia berbuat sewenang-wenang dan
aniaya serta berkata kepada kaumnya: “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.” (QS.
An-Nazi’at: 24).
Dia mengganggu Sayyidina
Musa as., membunuh dan memenjarakan banyak orang serta menyiksa mereka dengan
sekeras-kerasnya. Begitu pula Garun ketika menjadi sombong. Allah
membenamkannya di bumi. Maka, dia pun masuk ke dalamnya hingga hari Kiamat, dan
lain-lain.
Demikian pula yang
tersebut dalam cerita-cerita kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, Luth dan Syu’aib. Maka
Allah menyiksa mereka karena kesombongan dan kerusakan mereka di muka bumi.
Sebagian mereka ada yang ditenggelamkan, diterpa angin yang sangat dingin lagi
kencang, karena teriakan, karena batu-batu dan api yang menimpa mereka dari
langit atau gempa yang keras.
Allah Ta’ala berfirman:
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara
mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, dan di antara
mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada
yang Kami benamkan ke dalam bumi, serta di antara mereka ada yang Kami
tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi
merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-Ankabut: 40).
19. IKHLAS DAN RIYA'
·
Ikhlas, adalah dasar dari amal-amal dan jiwanya Amalan tidak sah dan
tidak diterima di sisi Allah bilamana tanpa ikhlas. Allah Ta’ala berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5).
“Ingatiah, hanya kepunyaan
Allah agama yang ber. sih (dari syirik)…” (QS. Az-Zumar: 3).
“Daging-daging unta dan
darahnya itu sekali-kaki tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37).
Makna ikhlas, ialah kamu
beramal bagi Allah saja, agar Allah meridhai dan memberimu pahala. Hendaklah
amalmu bersih dari campuran niat-niat lain, misalnya, mencari ketenaran, harta
atau kedudukan.
·
Hendaklah kamu bersikap ikhlas dalam keyakinan dan perkataan, agar
menjadi orang mukmin yang benar dan beruntung serta mendapat ridha Tuhan
sekalian alam. Waspadalah terhadap riya’ dalam hal itu, agar kamu selamat dari
syirik dan dosa, di samping amalmu selamat dari penolakan dan sia-sia (tidak
ada faedahnya). Dalam hadits disebutkan: “Serendah-rendah riya’ adalah syirik.”
Rasulullah saw. ditanya
tentang seorang laki-laki yang berperang dengan landasan keberanian, karena
harga diri atau riya’.. Manakah di antara semua itu yang fi sabilillah (di
jalan Allah)? Maka Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa berperang
(berlandaskan) agar kalimat Allah yang diatas, maka dia (termasuk) di jalan Allah.”
Disebutkan dalam hadits
pula: “Sesungguhnya amalamal itu bergantung niatnya dan setiap orang itu
mendapat hasil sesuai dengan “niatnya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada
Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya tertuju kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa
hijrahnya karena kesenangan dunia yang ingin dicapai atau perempuan yang ingin
dinikahi, maka hijrahnya bergantung pada niatnya pada waktu hijrah.”
·
Ketahuilah, ikhlas itu wajib dan orang yang mukhlis (ikhlas) itu
dicintai Allah: sedangkan riya’ adalah haram dan termasuk dosa besar. Orang
yang bersikap riya’ dibenci dan dimurkai di sisi Allah.
Allah Azza wa Jalla telah
mencela orang-orang yang bersifat riya’ melalui firman-Nya: “Maka celakalah
bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.
Orang yang berbuat riya’ dan enggan menolong dengan barang berguna.” (QS.
Al-Maa’uun:4-7).
“Sesungguhnya orang-orang
munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila
mereka berdiri untuk bershalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud
riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah,
kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisaa’: 142).
“Dan (juga) orang-orang
yang menafkahkan hartaharta mereka karena riya’ kepada manusia, dan orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil
setan itu menjadi temannya, maka ia adalah teman yang seburuk-buruknya.” (QS.
An-Nisaa’: 38).
Allah Ta’ala Memuji
orang-orang yang mukhlis melalui firman-Nya: “Sesungguhnya kami memberi makanan
kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak menghendaki
balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insan: 9).
Atas dasar ikhlas, Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang bertobat dari kaum munafik untuk menerima
tobatnya dan memberi pahala yang besar bersama orang-orang mukmin yang beramal,
melalui firman Allah Ta’ala:
“Kecuali orang-orang yang
bertobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan
tulus Ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka, mereka itu adalah
bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang
yang beriman pahala yang besar.” (An-Nisa’: 146).
·
Ketahuilah, orang-orang yang beramal dan tujuannya hanya sekedar riya’,
Ia telah membiarkan dirinya untuk menghadapi kebinasaan dan siksa yang keras.
Disebutkan dalam hadits: “Pertama kali yang ditanyakan pada hari Kiamat adalah
tiga macam, yaitu: Seorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah. Maka Allah
bertanya: ‘Apa yang kamu lakukan dengan ilmumu?’ Orang itu menjawab: ‘Ya
Tuhanku, aku mengamalkannya sepanjang malam dan siang.’ Maka Allah Ta’ala
berfirman: ‘Kamu berdusta.’ Para malaikat pun berkata: “Kamu berdusta. Kamu
hanya ingin dikatakan orang, bahwa si Fulan alim. Ingatlah, telah dikatakan
begitu.”
Seorang yang dikaruniai
harta oleh Allah, lalu Allah Ta’ala bertanya: ‘Aku telah memberimu kenikmatan.
Apa yang kamu lakukan?’ Orang itu menjawab: ‘Ya Tuhanku, aku bersedekah
dengannya sepanjang malam dan siang.’ ‘Maka Allah Ta’ala berfirman: ‘Kamu
berdusta.’ Para malaikat pun berkata: “Kamu berdusta. Kamu hanya ingin
dikatakan orang, bahwa si Fulan dermawan. Ingatlah, telah dikatakan begitu.”
Dan seorang yang terbunuh
di jalan Allah Ta’ala. Maka Allah Ta’ala bertanya: ‘Apa yang kamu lakukan?’
Orang itu menjawab: ‘Ya Tuhanku, aku disuruh berjihad. Kemudian aku berperang
hingga terbunuh.’ Maka Allah berfirman: ‘Kamu berdusta.’ Para malaikat pun
berkata: “Kamu berdusta. Kamu hanya ingin dikatakan orang, bahwa si Fulan
pemberani. Ingatlah, telah dikatakan begitu.” Mereka itulah makhluk pertama
yang din yalakan api neraka baginya pada hari Kiamat.”
Dalam hadits lain
disebutkan: “Barangsiapa belajar ilmu yang sebenarnya mengharapkan ridha Allah
Azza wa Jalla dengannya, tetapi dia mempelajari untuk mendapat kesenangan
duniawi, maka dia tidak akan mencium bau surga pada hari Kiamat.”
·
Adapun orang yang mempunyai dua niat untuk beramal, yaitu bertujuan
untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan mendapat kesenangan nafsu, maka
keadaannya dalam bahaya pula.
Bilamana kedua niat untuk
beramal itu sama, maka lenyaplah pahalanya dan orang yang beramal itu tidak
mendapat pahala, juga tidak dihukum. Jika niat keagamaannya lebih kuat, maka
pahalanya tidak sia-sia, tetapi berkurang menurut kadar niat duniawinya. Adapun
bilamana niat duniawinya lebih kuat sehingga apabila tidak terdapat niat
tersebut, dia meninggalkan amalnya, maka sia-sialah pahalanya dan berdosalah
orang yang beramal itu. Akan tetapi hukumnya lebih ringan daripada hukuman yang
niatnya adalah riya’ semata-mata.
·
Ketahuilah, orang yang riya’ itu mempunyai tiga tanda, sebagaimana
Sayyidina Ali Karamalallahu Wajhahu berkata: “Orang yang riya’ itu malas
apabila sendiran dan giat bilamana berada di antara orang banyak. Dia menambah
amal bila dipuji dan menguranginya bila dicela.” Apabila kamu beramal karena
Allah, kemudian orang-orang memujimu atas hal itu tanpa tujuan agar dipuji,
maka tidaklah mengapa. Ini merupakan tanda diterima amalmu. Dalam hadits
disebutkan:
“Ditanyakan kepada
Rasulullah saw.: ‘Bagaimana pendapat Anda tentang orang yang berbuat kebaikan
dan dipuji oleh orang-orang?’ Beliau menjawab: ‘Itulah kabar gembira yang
segera bagi orang Mukmin’. “Yakni, sebagaimana yang ditunjukkan melalui firman
Allah Ta’ala: :
“Bagi mereka kabar gembira
dalam kehidupan di dunia dan akhirat.” (QS. Yunus: 64).
·
Contoh-contoh riya’ yang bercampur niat mendekatkan diri adalah banyak.
Di antaranya: Apabila seseorang belajar ilmu untuk mendekatkan diri kepada
Allah dengan ilmunya dan mencapai kebenaran serta kedudukan di sisi manusia
atau untuk memperoleh harta: menulis Mushhaf (AlOur’an) agar bagus tulisannya:
menunaikan shalat untuk mencegah (menghilangkan) rasa kantuk atau melatih
badannya dengan gerakan-gerakannya: berpuasa untuk mendapat manfaat dari
pantangan dan kesehatan: melakukan ibadah haji untuk menikmati dan menyaksikan
negeri-negeri serta kondisi badan menjadi sehat dengan bepergian: atau
berwudhu’ agar menjadi bersih atau dingin: mandi sunnah agar menjadi harum
baunya: bersedekah agar dikatakan, bahwa dia orang dermawan atau mengurangi
pengemis: menjenguk orang sakit agar dia dijenguk bila sakit atau membaca
AlOur’an dan menyebut nama Allah agar dikatakan, bahwa dia rajin membaca
Al-Our’an dan berdzikir. Maka, dia pun hanya memperoleh jabatan, harta atau
kedudukan yang dimaksud.
Atau dia melakukan shalat
Jumat, berjamaah, Tarawih atau berbakti kepada kedua orangtuanya, bukan karena
menghendaki pahala saja, tetapi juga takut kepada manusia.
·
Ketahuilah, tempat keikhlasan dan riya’ adalah dalam hati dan ia
merupakan pusat pandangan Allah Azza wa Jalla.
Sebagaimana dijelaskan
dalam hadits: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada tubuhmu dan tidak pula
pada bentuk (rupa)mu, tetapi Dia (Allah) melihat pada hatimu.”
Dalam hadits lain:
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila
daging itu baik, baiklah tubuh seluruhnya. Dan apabila ia rusak, rusaklah tubuh
seluruhnya. Ketahuilah, ia adalah hati.”
Oleh kareng itu,
berusahalah dengan sungguh-sungguh dalam membersihkan hati dan jadikan
keinginanmu terpusat kepada Tuhan agar memberimu pahala atas amal yang kamu
perbuat.
Adapun manusia, maka
mereka tidak dapat memberi manfaat dan menimbulkan bahaya bagi diri mereka.
Bagaimana pula mereka dapat melakukan ini terhadap orang lain di dunia!
Bagaimana pula di akhirat!
Allah Ta’ala berfirman: “…
suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan
. seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun.” (QS. Lukman:
33).
“Pada hari ketika manusia
lari dari saudaranya. Dari ibu dan bapaknya. Dari istri dan anak-anaknya.
Setiap orang dari mereka
pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya…” (QS. ‘Abasa: 34-37).
Maka, tidaklah bersikap
riya’ dengan amal-amalnya, kecuali orang yang bodoh dan rugi, yang ditipu oleh
setan dengan umpan dan perangsang yang dusta.
Dalam hadits disebutkan:
“Apabila Allah mengumpulkan orang-orang terdahulu dan yang kemudian di hari
Kiamat pada hari yang tiada keraguan di dalamnya, berserulah seorang malaikat:
‘Barangsiapa mempersekutukan Allah dengan seseorang dalam amalnya, maka biarlah
dia meminta pahalanya dari orang itu. Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan
sekutu!.”
20. KESIA-SIAAN ORANG-ORANG YANG BERSIKAP RIYA'
·
Diriwayatkan dari Rasulullah saw., bahwa seorang laki-laki berkata
kepadanya: “Aku berpuasa sepanjang tahun, wahai Rasulullah.” Maka beliau
berkata kepadanya: “Kamu tidak berpuasa dan tidak berbuka.” Para ulama berkata:
“Nabi mengucapkan demikian, karena dia menampakkan amalan puasanya.”
·
Diriwayatkan, Sayyidina Umar bin Khattab ra. melihat Seorang laki-laki
menundukkan lehernya. Kemudian dia berkata: “Hai pemilik leher, angkatlah
lehermu. Khusyuk itu bukaniah dengan menundukkan leher, tetapi khusyuk itu di
da. lam hati.”
·
Dari Ibnu Mas’ud ra., bahwa dia mendengar Seorang laki-laki berkata:
“Tadi malam aku membaca surat Al-Baga. rah.” Maka dia berkata: “Itulah bagian:
yang didapatkannya dari surat tersebut.” Yakni, dia tidak mendapat pahala,
karena bersikap riya’ dengan amalnya.
·
Abu Umamah Al-Bahili ra. melihat seorang laki-laki di masjid sedang
menangis dalam sujudnya. Lalu Abu Umamah berkata: “Kamu berbuat benar,
seandainya ini terjadi di dalam rumahmu.”
·
Diceritakan, seorang laki-laki menjamu Sufyan Ats. Tsauri dan para sahabatnya.
Kemudian dia berkata kepada istrinya: “Berikan baki (talam) selain yang kubawa
pada waktu haji pertama, tetapi pada waktu haji kedua.” Maka Sufyan AtsTsauri
rahimahullah berkata: “Kasihan dia! Dia merusak kedua hajinya dengan ucapan
ini.”
·
Seorang laki-laki melakukan shalat dengan bersikap riya’. Kemudian
dikatakan kepadanya: “Alangkah baiknya shalatmu!” Orang itu berkata: “Disamping
itu, aku pun berpuasa.”
·
Dikatakan kepada seorang yang bersikap riya’: “Berapa lama kamu tinggal
di Irak?” Dia menjawab: “Sejak 20 tahun, dan aku berpuasa sejak 30 tahun.”
Mahmud Al-Warraq berkata:
Mereka menampakkan ibadah
kepada ” manusia .dan demi uang mereka berbuat.
Mereka shalat dan puasa
karena uang dan karena’uang mereka pergi haji dan ziarah.
Andaikata terlihat di atas
bintang Tsurayya sedang mereka punya bulu, tentulah mereka terbang.
21. DENDAM DAN DENGKI
Ketahuilah, dendam itu
akibat marah. Apabila manusia marah kepada seseorang dan tidak dapat membalas
dendam kepadanya, kembalilah marah itu ke dalam batin, lalu dia menjadi dendam.
Orang yang dendam tetap menunggu kesempatan hingga dia membalas dendam kepada
orang yang dibencinya.
Sebagaimana penyair
berkata:
Sesungguhnya musuh itu
walaupun menunjukkan perdamaian Jika merasa kuat, pada suatu hari ia akan menyerang.
Dendam itu haram dan
sangat tercela, seperti dengki. Artinya: Dia mengharapkan kehilangan kenikmatan
dari orang yang menjadi sasaran dengki.
Allah Ta’ala berfirman:
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia?” yang Allah
telah berikan kepada manusia itu?” (QS. An-Ni-sa’:54).
“Dan dari kejahatan orang
yang mendengki bila dia dengki” (QS. Al-Falaq:5).
Nabi saw. bersabda:
“Dendam dan dengki itu memakan pahala berbagai kebaikan seperti api memakan
kayu.”
Beliau bersabda pula: “Orang
mukmin itu tidak pendendam.”
Sabdanya juga: “Bukan
termasuk golonganku orang yang mempunyai rasa dengki, melakukan namimah
(mengadu domba) mau pun pergi ke dukun, dan aku pun bukan dari golongannya.”
Adapun rasa iri, yaitu
mengharapkan keadaan seperti Orang yang menjadi sasaran iri hatinya tanpa
mengharapkan kehilangan kenikmatan itu, maka sifat itu terpuji, karena ia
menimbulkan persaingan sehat.
Rasa iri dalam berbagai
urusan kebaikan justru dianjurkan. Allah Ta’ala berfirman: “…. untuk hal yang
demikian itu hendaknya orang-orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifin:26).
Dalam hadits disebutkan:
“Orang mukmin itu iri hati, sedang orang munafik mendengki.” Dalam hadits yang
lain: “Telah menjalar kepada kamu penyakit umat-umat sebelum kamu, yaitu dengki
dan kebencian. Itulah yang akan mencukur. Aku tidak mengatakan: la mencukur
rambut, tetapi mencukur agama.
Demi Allah’ yang menguasai
nyawaku, kamu tidak akan masuk surga hingga beriman dan tidaklah kamu beriman
hingga saling mencintai. Maukah aku tunjukkan Sesuatu yang jika kamu lakukan,
maka kamu saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kamu.”
·
Dendam dan dengki menyebabkan kepayahan hati dan bahaya tubuh. Sayyidina
Ali ra. berkata: “Kesehatan tubuh disebabkan sedikit rasa dengki.”
Imam Al-Ashma’i berkata:
“Aku berkata kepada seorang dusun yang berusia 120 tahun: “Alangkah panjang
umurmu!’Orang itu menjawab: ‘Aku tinggalkan rasa dengki, maka aku berumur
panjang’.”
Tidaklah lebih
menyenangkan bagi manusia dan tidaklah lebih menjauhkan kesusahannya daripada
hidup dengan hati bersih, tidak mendengki dan tidak mendendam terhadap seorang
pun. Dan seperti inilah keadaan Rasulullah saw. Dalam hadits dijelaskan:
“Janganlah salah seorang di antara para sahabatku menyampaikan kabar sesuatu
kepadaku tentang seseorang, karena aku ingin keluar menghadap kalian dalam
keadaan bersih hati.”
Di antara doa Rasulullah
saw.: “Ya Allah, setiap nikmat yang aku rasakan pada waktu pagi atau dirasakan
oleh seorang makhluk-Mu, maka ia berasal dari-Mu saja, tiada sekutu bagi-Mu.
Maka, bagi-Mu-lah segala puji dan syukur.”
Dalam hadits disebutkan:
Rasulullah saw. ditanya: “Manusia manakah yang paling utama?” Beliau menjawab:
“Setiap orang yang bersih hati dan benar lisannya.” Ada yang mengatakan: “Benar
lisannya kami ketahui, maka apakah arti bersih hati’?” Rasulullah saw.
menjawab: “la adalah orang yang bersih hatinya dan bertakwa, tidak berdosa dan
tidak berbuat zalim, tidak mendendam dan tidak mendengki.”
Allah telah menggambarkan
kaum muslimin yang benar melalui firman-Nya: “Dan orang-orang yang datang
sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a: ‘Ya Tuhan kami, beri
ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari
kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang
yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang’.” (QS. Al-Hasyr:10).
Penyair berkata:
Hai pencari kehidupan yang
aman dan tentram, semata-mata tanpa kekeruhan, bersih tanpa kotoran
Bersihkan hatimu dari
dendam dan dengki
Dendam di dalam hati,
seperti belenggu di leher.
·
Ketahuilah, pengaruh-pengaruh buruk dari dendam dan dengki tidak menimpa
seorang saja, tetapi meluas kepada masyarakat. Maka hal itu menyebabkan
berbagai bahaya yang sangat dan menimbulkan api fitnah serta permusuhan,
Sehingga terjadi pemutusan hubungan antar saudara dan angGota keluarga serta
suku.
Rasulullah saw. mencela pemutusan
hubungan: “ya. nganlah kamu saling membenci, mendengki, menjauhi dan memutuskan
hubungan. Akan tetapi, jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Diharamkan bagi Seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari.”
Dalam hadits lain: “Barangsiapa
menjauhi sauda. ranya lebih dari tiga hari, lalu dia mati, maka dia masuk
neraka.”
Rasulullah saw. bersabda
pula: “Dibuka pintu-pintu surga pada hari Senin dan Kamis. Maka, setiap hamba .
yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, diampuni dosanya, kecuali
orang yang masih berlangsung permusuhan antara dia dan saudaranya. Maka
dikatakan: “Tundalah kedua orang ini sampai keduanya berdamai. Tundalah kedua
orang ini sampai keduanya berdamai.”
Rasul saw. pun bersabda:
“Allah Azza wa Jalla mengawasi hamba-hamba-Nya di malam pertengahan (Nisfu)
Sya’ban, lalu mengampuni orang-orang yang memohon ampun dan merahmati
orang-orang yang memohon rahmat serta menunda orang-orang yang menJendam,
sebagaimana keadaan mereka.”
·
Sebab-sebab dengki itu banyak, di antaranya:
Permusuhan dan kebencian.
Orang yang dengki tidak ingin musuhnya memiliki suatu keutamaan. Oleh karena
itu, dia mendengki terhadapnya atas kenikmatan itu.
Meninggikan diri dan
bersikap sombong. Dia tidak rela seseorang menampakkan suatu sifat baik, agar
tidak menyombongkan sifat itu kepadanya. Oleh sebab itu, dia mengharapkan tidak
ada kebaikan padanya (orang lain).
Takut tidak mencapai
maksudnya. Ini biasanya terjadi antar kerabat dan teman. Sesama saudara saling
mendengki atas timbulnya kedudukan di dalam hati ayah dan ibu. Sesama murid
saling mendengki karena mendapat kedudukan di sisi guru. Sesama pedagang saling
mendengki karena banyak langganan, dan lain-lain. Sebagaimana dikatakan: Musuh
manusia ialah orang yang bekerja seperti pekerjaannya.
Jiwa yang jahat dan watak
yang rendah. Ini adalah sebab terpenting dan paling buruk. Dia tidak
menginginkan kebaikan bagi seseorang dan merasa berat atas terlihatnya
kenikmatan Allah atas hamba-hamba-Nya. Dia pun bersedih bila melihat
orang-orang dalam keadaan sehat dan afiat, tentram dan aman. la gembira bila
mereka ditimpa musibah, sehingga kacau urusannya, harga-harga menjadi mahal dan
tersebar di antara mereka penyakit serta permusuhan. Orang ini adalah musuh
kenikmatan-kenikmatan Allah dan dengkinya mantap, sedangkan pengobatannya sulit
sekali, karena dia tidak senang, kecuali nikmat-nikmat Allah lenyap dari para
hamba-Nya.
5.Sungguh baik penyair
yang berkata:
Setiap permusuhan dapat
diharapkan menohilangkannya, kecuali permusuhan orang yang memusuhimu karena
dengki karena di dalam hati ada ikatan yang membelitnya, tiada seorang pun yang
dapat membukanya untuk selamanya
Kecuali Tuhan, jika Dia
mengasihani, dilepaskannya.
Jika Dia menolak, maka
jangan mengharapkannya dari seorang pun.
Di antara mereka ada
orang-orang yang memusuhi orang-orang yang memperbaiki negeri dan memberi
manfaat bagi umat. Mereka menentang pekerjaan-pekerjaan dan menghambat
proyek-proyeknya karena dengki dan berniat jahat. Oleh karena itu, janganlah
kamu bergaul dengan mereka dan jauhilah, seperti orang sehat yang menjauhi
penderita – Sakit kudis, serta dukunglah orang sehat yang menjauhi penderita
sakit kudis, serta dukunglah orang-orang yang mengadakan perbaikan itu dengan
kekuatan yang ada padamu.
·
Di antara sifat-sifat yang menyertai dendam, adalah buruk sangka,
menyelidiki aib (cela) dan suka menyiarkan perbuatan keji. Allah Ta’ala
berfiman: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang
amat keji itu tersiar dikalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab
yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.” (QS. An. Nuur:19).
Dari Ibnu Umar ra., dia
berkata: Rasulullah saw. naik mimbar, lalu beliau berseru dengan suara
sekeras-kerasnya: “Hai, orang masuk Islam dengan lisannya, namun iman tidak
masuk ke hatinya. Janganlah kamu mengganggu kaum muslimin, menjelekkan, dan
menyelidiki aib (cela) mereka, karena barangsiapa menyelidiki aib (cela)
saudaranya muslim, maka Allah menyelidiki aib (cela)nya. Dan barangsiapa yang
diselidiki Allah aibnya, maka Allah akan menyingkapnya (membuka rahasianya)
walaupun di dalam rumahya.”
Pada suatu hari Ibnu Umar
memandang Ka’bah, lalu berkata: “Alangkah agung kamu dan alangkah agung
kehormatanmu, sedang orang mukmin lebih besar kehormatannya di sisi Allah
daripada kamu (Ka’bah).”
Termasuk karunia Allah
atas hamba-hamba-Nya ialah Dia (Allah) suka menutupi kejelekan-kejelekan dan
menamakan diri-Nya As-Sattar (Yang Maha Menutupi kejelekan).
Dalam hadits dijelaskan:
“Tidaklah seorang hamba menutupi kejelekan seorang hamba lainnya di dunia,
melainkan Allah Ta’ala menutupi kejelekannya di hari Kiamat.”
·
Maka, wajiblah kamu waspada dari dendam dan dengki sekuat tenaga.
Apabila kamu terjerumus ke dalamnya, segeralah bertobat dan obatilah hatimu
yang sakit dengan . obat-obat yang manjur berikut:
Pertama: Hendaklah kamu
ketahui, bahwa dengki itu membahayakan dalam agama dan duniamu. Adapun bahaya
di dunia, maka dengan sebab dengki itu kamu selalu berada dalam kesusahan dan
keresahan, kekeruhan dan kesedihan.
Kamu ingin mengganggu
orang lain dengan dengkimu, tetapi sebenarnya kamu mengganggu dirimu sendiri.
Maka, siksaan yang kamu kehendaki bagi musuhmu, justru menimpamu, sedangkan
nikmat-nikmat Allah SWT. tetap tidak hilang dari orang yang menjadi sasaran
dengkimu.
la berkata sebagaimana
kata penyair:
Jika mereka dengki
kepadaku, maka Sesungguhnya aku tidak menyalahkan mereka.
Sebelum aku, orang-orang
yang baik telah menjadi sasaran dengki.
Tetaplah padaku dan mereka
apa yang aku dan mereka alami.
Kebanyakan kita mati
karena jengkel alas apa yang dirasakan.
Adapun bahayanya dalam
agama, maka dengan dengki kamu tidak menyukai keputusan Allah dan tidak
menyukai kebaikan bagi hamba-hamba-Nya. Dengan itu kamu berbuat kejahatan besar
kepada dirimu dan melakukan dosa besar serta patut mendapat siksa yang pedih
atas hal itu di akhirat.
Penyair berkata:
Hai orang yang dengki pada
nikmatku, tahukah kamu, kepada siapa kamu berlaku buruk?
Kamu berlaku buruk kepada
Allah
Mengenai hukum-Nya karena
engkau tidak senang atas karunia-Nya bagiku
Maka, Tuhanku membalasnya
dengan menambah nikmatku dan menutupi berbagai permintaanmu.
Kedua: Hendaklah kamu
memperlakukan orang yang menjadi sasaran dengkimu dengan kebalikan dari apa
yang dikehendaki oleh kedengkian itu. Maka, paksakanlah lisanmu untuk memuji
dan menampakkan kegembiraan atas nikmat nikmat Allah padanya.
Bersikap rendah hatilah
kepadanya dan tersenyum didepannya serta mengajukan alasan kepadanya atas kekurangan
dalam menunaikan hak haknya. Mulailah memberi salam jika bertemu dengannya.
Ringkasnya, tunjukkanlah kasih sayang kepadanya dengan segenap kemampuanmu.
Harus memaksakan diri dengan perlakuan ini dan memerangi dirimu untuk melakukan
Itu pada permulaan, sehingga akhu. nya menjadi perilaku dan watak.
Dengan demikian, Insya
Allah hatimu menjadi sehat dari penyakit dengki dan kamu pun dicintai oleh hati
orang yang menjadi sasaran dengki. Di samping itu, hati kalian akan saling
menyayang dan berakibat setan menjadi hina.
Telah disebutkan dalam
hadits, bahwa manusia tidak luput dari dengki, buruk sangka dan firasat buruk
(sikap pesimis). Akan tetapi ia tidak boleh berbuat menurut ketiga sifat ini.
Rasulullah saw. bersabda:
“Ada tiga perkara, yang seorang pun tidak luput darinya, yaitu dengki, sangkaan
dan firasat buruk.
Maukah kalian kuberitahu
tentang jalan keluar dari itu? Apabila kalian mendengki, jangan berbuat zalim.
Jika menyangka, jangan memastikan. Dan jika berfirasat buruk, maka
teruskanlah.” Yakni jangan mundur sebab firasat buruk dari perkara yang kamu
inginkan.
Apabila kamu senang pada
nikmat seseorang, maka mohonlah dari Allah seperti itu, karena Allah Ta’ala
Maha Pemurah dan Maha Pemberi. Berusahalah untuk memperolehnya, karena
barangsiapa bersungguh-sungguh, dia pun berhasil.
Penyair berkata:
Apabila kamu senang dengan
sifat-sifat seseorang maka jadilah seperti dia dan kamu mendapat apa yang kamu
senangi.
Tidaklah ada hambatan yang
menghalangimu bila kamu ingin mencapai kebesaran dan kemuliaan.
22. BERBAGAI AKIBAT BURUK KARENA DENGKI
·
Abdullah bin Ubay bin Salul ingin diberi mahkota oleh bani Khazraj dan
dijadikan raja mereka. Kemudian Rasulullah saw. hijrah ke Madinah dan gagallah
pemahkotaannya. Maka dia pun mendengki kepada Rasulullah saw. dan
menyembunyikan permusuhan terhadapnya. Dia masuk Islam pada Iahirnya, padahal
sebenarnya dia termasuk tokoh munafikin, bahkan pemimpin mereka.
Dia mengganggu Rasulullah
saw. dengan gangguan yang keras, hingga ia mati dalam keadaan kafir. Semoga
Allah melindungi kita. Allah melarang Nabi-Nya menyalatinya melalui firman-Nya:
“Dan janganlah kamu
sekali-kali menyalati (jenazah) seorang yang mati diantara mereka, dan
janganlah kamu berdiri di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS. At-Taubah:84) |
Kalau saja dia tidak
dengki, tentulah dia masuk Islam dan baik Islamnya, serta menjadi seperti kaum
orang Anshar yang membela agama.
·
Begitu pula keadaan iblis. Ketika ia mendengki Adam atas pilihan yang
dikhususkan Allah dan menolak sujud kepadanya, maka Allah melaknatnya hingga
hari Kiamat dan mengusirnya di antara malaikat yang dekat dengan Allah serta
menurunkannya ke bumi. Maka, ia pun menjadi teladan bagi orang-orang yang kafir
dan fasik. Begitu pula keadaan kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka mengetahui
kebenaran Rasulullah.
Sebagaimana Aliah Ta’ala
berfirman: “Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka
mengenainya (Muhammad) seperti mereka mengenali anakanaknya sendiri…” (QS.
Al-An’am:20).
Akan tetapi, mereka tidak
beriman padanya karena dengki. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: “….maka se.
telah datang kepada mereka apa yang telah mereka ke. tahui, mereka lalu ingkar
kepadanya. Maka laknat Allah. lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (QS.
Al-Baqarah:89).
Begitu pula orang-orang
kafir Makkah. Sifat dengki mencegah mereka untuk beriman, sebagaimina Allah
memberi tahu tentang mereka melalui firman-Nya: “Dan tatkala kebenaran
(Al-Gur’an) itu datang kepada mereka, maka mereka berkata: ‘Ini adalah sihir
dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingkarinya.” (QS.
Az-Zukhruf:30)
“Orang-orang kafir dari
Ahlulkitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya suatu
kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan orang yang dikehendaki-Nya
(untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian) dan Allah mempunyai karunia yang besar.”
(QS. Al-Baqarah:105).
·
Seperti kedengkian di atas termasuk kedengkian Qabil, putra Sayyidina
Adam as., terhadap saudaranya, Habil, lalu membunuhnya secara aniaya. Maka dia
adalah manusia pertama yang terbunuh di muka bumi ini.
Dalam hadits disebutkan:
“Tidak ada jiwa yang terbunuh secara aniaya, kecuali putra Adam yang pertama
menanggung dosa dari pembunuhnya, karena dia adalah orang pertama yang
mengadakan pembunuhan.”
Disebutkan pula: “Barang
siapa mengadakan contoh perbuatan yang baik dalam Islam, maka dia mendapat
pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sesudahnya tanpa mengurangi pahala
mereka sedikit pun. Dan barang siapa mengadakan contoh perbuatan buruk dalam
Islam, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengamalkan sesudahnya
tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”
23. GHIBAH (MEMBICARAKAN AIB)
·
Ghibah, termasuk cacat lisan terbesar dan dosa besar. la mempunyai
berbagai bahaya besar, karena ia membangkitkan api fitnah dan memutuskan
ikatan-ikatan kerukunan dan cinta kasih di antara orang-orang.
Arti ghibah disebutkan
dalam sebuah hadits: “Tahukah kalian, apakah ghibah itu?” Mereka menjawab:
“Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kamu
menyebut saudaramu dengan sifat yang tidak disukainya.” Ada yang mengatakan:
“Apakah pendapatmu jika pada saudaraku terdapat apa yang aku katakan?”
Rasulullah saw. menjawab:
“Jika terdapat padanya apa yang kamu katakan, maka kamu telah menggunjingnya.
Jika tidak terdapat padanya apa yang kamu katakan, maka kamu telah memfitnahnya
(berdusta dengannya).”
Ghibah itu dilakukan
dengan menyebut aib-aib dalam agama orang yang digunjingkan, badan, nasab
(silsilah keturunan) atau akhlaknya, dan dalam setiap sifat yang dinisbatkan
(dihubungkan) kepadanya hingga mengenai baju dan rumahnya. Hal itu dilakukan
dengan perkataan, tulisan, isyarat atau tiruan, misalnya, berjalan di belakang
orang pincang dengan pura-pura pincang.
·
Telah disebutkan mengenai tercelanya ghibah dan peringatan serta ancaman
terhadapnya dalam ayat-ayat dan beberapa hadits. Di antaranya Allah Ta’ala
berfirman: “Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS. Al Humazah:1).
Yakni, orang yang banyak menggunjingkan orang.
Allah menyerupakan
pelakunya dengan pemakan daging bangkai. Oleh karena itu, Allah Ta’ala
berfirman: “…. dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya…” (QS. Al-Hujurat:12).
Rasulullah saw. bersabda:
“Janganlah kamu menggunjing orang, karena penggunjingan (ghibah) itu lebih
berat daripada zina. Adakalanya orang yang zina kemudian bertobat, lalu Allah
menerima tobatnya. Tetapi pelaku ghibah tidak diampuni dosanya hingga orang
yang digunjingkan memaafkannya.”
·
Sabdanya pula: “Ketika aku mi’raj, aku melewati suatu kaum yang
mempunyai kuku-kuku tembaga dan mencakar muka dan dada mereka. Kemudian aku
berkata: ‘Siapakah mereka itu, wahai Jibril?’ Jibril menjawab: ‘Orang-orang
yang makan daging orang lain dan mencaci maki kehormatan mereka’.”
Dari Aisyah ra., dia
berkata: Aku berkata pada Rasulullah saw. “Cukuplah engkau, bahwa shafiyah
(salah seorang istri Nabi) mempunyai sifat begini dan begini.” .
Seorang perawi berkata:
Maksudnya pendek. Maka Rasul saw. bersabda: “Kamu telah mengucapkan perkataan
yang seandainya dicampur dengan air laut, niscaya ia menodainya.” Yakni
membusukkan dan mengubah baunya.
Dari Jabir bin Abdillah
ra., dia berkata: “Kami sedang bersama Rasulullah saw. ketika tertiup angin
busuk.” Maka Rasulullah saw. bertanya: “Tahukah kalian, apakah angin ini? Ini
adalah angin orang-orang yang menggunjingkan orang-orang mukmin.”
Dalam hadits pula: “Barang
siapa makan daging saudaranya di dunia, maka daging itu dihidangkan kepadanya pada
hari Kiamat. Kemudian dikatakan kepadanya: Makanlah ia dalam keadaan mati,
sebagaimana kamu memakannya dalam keadaan hidup. Maka ia pun memakannya dan
cemberut serta berteriak.”
·
Banyak sebab yang menimbulkan ghibah, di antaranya. A. Apabila marah kepada
seseorang dan ingin melampiaskan kejengkelan terhadapnya, sehingga dia
menggunjingkannya. Apabila dia tidak mampu melakukan itu, tertahanlah
kemarahannya di dalam hatinya dan menjadi dendam. Sebab dendam itu dia selalu
menggunjingkan orang lain.
·
Apabila dia menghadiri suatu majlis, lalu penghuninya menggunjingkan
seseorang sehingga dia ikut serta dengan mereka dalam bermaksiat, karena
berbasa-basi dengan mereka dan takut mereka kecewa padanya serta memusuhinya,
seandainya dia menegur atau meninggalkan majlis mereka.
·
Kesombongan. Orang yang sombong biasanya merendahkan dan mengejek orang
lain serta menghina mereka, baik secara tegas atau sindiran. Misalnya, dia
berkata: Si Fulan bodoh dan bebal. Untuk menyatakan, bahwa dirinya seorang yang
pandai dan cerdas.
·
Dengki, karena dia tidak suka orang-orang memuji orang lain. Maka dia
pun mencelanya di dekat mereka agar mereka tidak mencintai dan menghormatinya.
·
Menghabiskan waktu untuk tertawa dan omong kosong, sehingga dia bergurau
dengan mencela kehormatan orang lain.
·
Ghibah itu mudah diucapkan, karena sering dilakukan dan menjadi
kebiasaan. Oleh karena itu, lihatlah, banyak orang tidak menjauhi maksiat yang
besar ini. Maka, tidaklah kamu mendapati kebanyakan majlis, kecuali penuh
dengan ghibah, terutama pada kaum wanita, karena ghibah itu menyenangkan dan
hiburan bagi mereka. Maka, waspadalah terhadap kebiasaan yang tersebar ini,
agar kamu selamat di dunia dan akhirat serta hidup senang.
Hendaklah kamu menyendiri
bila tidak menemukan teman yang shalih, agar kamu selamat dari ghibah.
Dalam hadits dijelaskan:
“Menyendiri itu lebih baik daripada teman yang buruk, sedang teman yang shalih
lebih baik daripada menyendiri.”
Hiburlah dirimu dengan
menaati Tuhanmu dan membaca kitab-kitabmu, karena di sana terdapat keselamatan
dan afiat serta keberuntungan yang besar.
Al-Mutanabbi rahimahullah
berkata:
Tempat termulia di dunia
adalah punggung orang yang berenang dan sebaik-baik teman duduk di setiap waktu
adalah kitab.
·
Hendaklah kamu menjaga lisan, karena sebagaimana dikatakan orang bijak:
“Kecil bentuknya, tetapi besar dosanya.”
Penyair berkata:
Hai manusia, jagalah
lidahmu,
Jangan sampai ia
menyengatmu, karena ia adalah ular.
Banyak orang di dalam
kubur terbunuh karena lisannya.
Padahal banyak pemberani
takut menghadapinya.
Apabila kamu mendengar
penggunjingan terhadap seorang muslim, maka belalah dia dan cegahlah
penggunjing itu dari meneruskan ghibahnya, dan putuskanlah omongannya serta
bicaralah tentang masalah lain.
Dalam hadits dijelaskan:
“Barangsiapa .membela kehormatan saudaranya, maka Allah menolak api neraka dari
wajahnya di hari Kiamat.”
Dalam hadits pula: “Barang
siapa mendengar seorang mukmin dihina di dekatnya, sedang dia tidak membelanya,
padahal dia mampu membelanya, maka Allah menghinakannya di hadapan para makhluk
pada hari Kiamat.”
Jika kamu: tidak dapat
membelanya, maka ingkarilah ghibah itu dengan hatimu atau keluarlah dari majlis
itu. Waspadalah agar jangan tetap diam atau menunjukkan persetujuan dengan
orang yang mengunjing itu, sehingga menjadi sekutunya: dalam dosa. Sebagaimana
dalam hadits: “Pendengar itu termasuk salah seorang penggunjing.”
·
Ghibah di dalam hati, yang disebut buruk sangka (su’udzan)., juga
diharamkan. Misalnya, bila seorang berjalan di depanmu dan tidak memberi salam
atau temanmu tidak mengunjungimu, sehingga kamu beranggapan bahwa keduanya
kurang memenuhi hak-hakmu: berlaku sombong terhadapmu sehingga hatimu menjauh
dari keduanya: seSeorang memujimu, tetapi kamu mengartikan pujiannya sebagai
ejekan dan olok-olok terhadapmu: atau ada dua orang berbisik-bisik, lalu kamu
menyangka kedua orang itu menjelekkan kamu.
Terkadang kamu meminta
sesuatu dari seorang teman atau tetanggamu, lalu dia mengajukan keberatan untuk
memberikannya sehingga kamu menyangkanya kikir, tidak suka menolongmu atau
menyembunyikan kebencian kepadamu, dan contoh-contoh lainnya. Semua itu adalah
haram.
Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian dari prasangka itu dosa.” (QS. Al-Hujurat: 12).
Dalam hadits disebutkan:
“Dua sifat yang tidak diungguli oleh suatu kebaikan, yaitu baik sangka kepada
Allah dan hamba-hamba-Nya. Dua sifat yang tidak diungguli oleh suatu keburukan,
yaitu buruk sangka kepada Allah dan hamba-hamba-Nya.”
·
Terkadang dibenarkan (dibolehkan) ghibah untuk tujuan-tujuan yang benar
menurut syariat agama: dan tidak mungkin mencapai tujuan-tujuan ini, kecuali
dengannya. Hal itu dilakukan dalam keadaan terpaksa. sebagaimana dibolehkan
makan bangkai.
Allah Ta’ala berfirman:
“…kecuali apa yang kamu terpaksa memakannya…” (QS. Al-An’am:119).
Bukan karena tujuan dengki
dan menjelek-jelekkan kehormatan orang lain. Dalam hal ini ada enam sebab:
Pertama: Apabila orang
teraniaya mengadukan kepada penguasa (hakim), misalnya, agar membela haknya
terhadap orang itu, atau murid yang mengadukan temannya yang mengambil bukunya,
misalnya, kepada guru, agar dia mengembalikan bukunya. Atau orang yang
mengutangkan uangnya mengadukan orang yang diutangi dan menunda-nunda
pembayaran kepada orang yang dapat mengambil kembali hak darinya.
Dalam hadits dijelaskan:
“Sesungguhnya pemilik hak Itu boleh bicara.”
Dalam hadits lain:
“Penunda-nundaan orang yang mampu atas utangnya, menghalalkan orang menyinggung
kehormatan dan menghukumnya.” Yakni, orang yang mengutangkan uangnya boleh
berkata: “Orang yang berutang itu menganiaya aku.” Hal itu menyebabkan dia
halal dihukum dengan penjara dan takzir (mendera dengan pukulan). Ini dilakukan
oleh penguasa.
Seorang laki-laki bertamu
kepada suatu kaum, namun mereka tidak menerimanya dengan baik. Setelah keluar,
dia ‘berbicara tentang keburukan perlakuan mereka secara terang-terangan. Maka
turunlah firman Allah Ta’ala: “Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang
diucapkan) dengan terus terang, kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. AnNisa’:148).
Kedua: Apabila dia
menggunakan ghibah untuk menghilangkan kemungkaran, lalu dia berkata kepada
orang yang mampu menolak orang yang bermaksiat dari kemaksiatannya: Si Fulan
berbuat begini, maka cegahlah dia dari perbuatan tersebut: dan sebagainya.
Ketiga : Apabila dia
bertanya kepada mufti (pemberi fatwa atau hakim agama), misalnya, Si Fulan
menganiaya aku, apakah dia boleh melakukan hal itu? Bagaimana aku dapat
melepaskan diri dari kezalimannya? Penentuan ini boleh. Akan tetapi yang lebih
baik ialah tidak menyebutkan namanya.
Diriwayatkan dari Hindun
binti Utbah, bahwa dia berkata kepada Nabi saw.: “Sesungguhnya Abu Sufyan
seorang yang kikir dan tidak memberiku belanja yang cukup bagiku dan
anak-anakku, kecuali apa yang kuambil darinya, sedang dia tidak mengetahui.”
Kemudian Nabi saw. bersabda: “Ambillah (uang) belanja yang cukup bagimu dan
anakmu dengan cara yang baik.”
Keempat: Apabila seseorang
memperingatkan orang muslim terhadap kejahatan: maka bilamana seseorang meminta
nasihat tentang persekutuan dagang dengan seseorang, menitipkan amanat padanya,
mengenai muamalah (hubungan kerja) dengannya, atau yang lainnya, maka wajiblah
atasnya sebagai penasihat mengungkapkan keadaan orang itu bagi orang yang
meminta nasihat. Di samping itu, dia harus menyebutkan aib-aibnya menurut
kebutuhannya dengan tujuan nasihat semata-mata. Dalam hadits disebutkan:
“Penasihat itu dibebani amanat.”
Kelima: Apabila seseorang
bertujuan mengenalkan seseorang kepadanya, bukan dengan tujuan mengganggu atau
merendahkan, dengan mengatakan: Fulan si pincang, si Mata juling atau si Mata
kabur (sering mengeluarkan air mata), apabila dia memang dijuluki demikian.
Seandainya dapat mengenalkan dengan selain itu, maka hal itu lebih utama dar
selamat.
Keenam: Apabila seseorang
menunjukan kefasikan dan bid’ahnya secara terang-terangan, misalnya, orang yang
terang-terangan minum khamar (arak) dan makan riba dan main judi. Maka boleh
menyebutkan maksiat-maksiat yang dilakukan, karena yang demikian itu
dibolehkan, sebagaimana dalam hadits: “Orang yang meletakkan baju malu pada
dirinya, maka dia tidak akan dighibah (digunjing) Dalam hadits lain: “Apakah
kalian keberatan menyebut orang fajir? Sebutlah kejelekannya, agar orang-orang
mengenalnya, sebutlah sifatnya agar orang-orang mewaspadainya.”
Dalam hadits pula: “Bahwa
seorang laki-laki minta izin masuk kepada Nabi saw. Maka beliau berkata:
Izinkan dia masuk. Dia adalah seburuk-buruk orang di antara keluarganya.’
Ketika orang itu masuk, Nabi saw. berkata lembut kepadanya, kemudian beliau bersabda:
“Hai Aisyah, sesungguhnya sejahat-jahat manusia ialah yang dimuliakan karena
menghindari kejahatannya!.”
·
Orang yang menggunjing harus menyesal dan bertobat. Ada empat syarat
untuk tobat dari ghibah, seperti maksiat-maksiat lainnya, yaitu: Menyesal di
dalam hati, berhenti dari dosa, bertekad untuk tidak kembali melakukan dosa itu
serta minta dihalalkan dari orang yang digunjingkannya dengan meminta maaf dan
bersikap murah hati.
Dalam hadits, diterangkan:
“Barangsiapa mempunyai tanggungan terhadap kehormatan atau harta saudaranya,
hendaklah dia minta dihalalkan darinya sebelum datang suatu hari, di mana tidak
terdapat dinar maupun dirham, tetapi diambil dari kebaikan-kebaikannya.
Bilamana dia tidak mempunyai kebaikan-kebaikan, diambillah dari dosa-dosa
temannya, lalu ditambahkan pada dosa-dosanya.”
Jika orang yang
digunjingkannya tidak ada atau sudah meninggal, dan tidak mungkin bisa
dihalalkan darinya, maka patutlah dia memperbanyak do’a dan istighfar (
memohonkan ampunan) baginya dan menambah perbuatan baik.
24. BUKTI-BUKTI ATAS BAHAYA GHIBAH
·
Sahabat Anas ra. berkata: Rasulullah saw. memerintah orang-orang agar
berpuasa pada suatu hari. Kemudian. beliau bersabda: “Janganlah seseorang
berbuka hingga aku mengizinkan baginya.” Maka orang-orang berpuasa, hingga pada
waktu sore ada orang datang, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, aku tetap
berpuasa, maka izinkanlah aku berbuka.” Maka, beliau mengizinkan baginya.
Kemudian datang seorang
laki-laki, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, dua anak perempuan dari keluargaku
tetap berpuasa dan keduanya merasa malu untuk datang kepada Anda. Maka
izinkanlah bagi keduanya berbuka puasa.” Maka Rasulullah berpaling darinya.
Kemudian orang itu datang lagi dan berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah,
kedua perempuan itu telah meninggal atau hampir meninggal (sekarat).” Kemudian
Rasulullah bersabda: “Bawalah keduanya kepadaku.” Maka kedua anak perempuan itu
datang, lalu Rasulullah meminta sebuah gelas, setelah itu bersabda kepada salah
seorang di antara mereka: “Muntahkanlah.” Maka dia pun muntah nanah, darah dan
bercampur antara nanah dan darah sehingga memenuhi gelas itu. Kemudian Nabi
saw. bersabda kepada perempuan yang lain: “Muntahkanlah.” Maka dia pun muntah.
Kemudian Nabi berkata:
“Sesungguhnya kedua gadis
ini berpuasa dari apa yang dihalalkan Allah bagi mereka dan berbuka dengan apa
yang diharamkan Allah atasnya. Yang satu duduk menghadap yang lain dan selalu
memakan daging orang orang (menggunjing orang).”
2. Diriwayatkan dari Imam
Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwa seorang laki-laki berkata kepadanya: “Si
Fulan telah menggunjingkanmu.” Maka dia mengirimkan kurma diatas talam (baki).
Imam Hasan berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa kamu menghadiahkan
kebaikan-kebaikanmu ‘ kepadaku, maka aku Ingin membalasnya. Maafkan aku, karena
aku tidak dapat membalasmu sepenuhnya.”
25. MENGADU DOMBA DAN MELAPOR KEPADA PENGUASA
·
Namimah, lalah menyampaikan omongan seseorang kepada orang lain dengan
tujuan merusak dan memfitnah di antara mereka. Namimah termasuk dosa besar
karena menimbulkan kerusakan besar dan lebih berat daripada ghibah.
Allah Azza wa Jalla
berfirman: “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi
hina. Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS.
Al-Qalam:10-11).
Rasulullah saw. bersabda:
“Tidaklah masuk surga pengadu domba.”
Rasulullah saw. juga
bersabda: “Yang paling dicintai Allah di antara kamu ialah orang-orang yang
terbaik akhlaknya, orang-orang yang merendahkan diri, yang mencintai dan
dicintai. Sesungguhnya yang paling dibenci Allah di antara kamu ialah
orang-orang yang berjalan mengadu domba, yang memecah belah di antara sesama
saudara dan suka mencari kesalahan orang-orang yang tidak bersalah.”
Sabdanya pula:
“Sesungguhnya namimah dan dendam ada di dalam neraka. Keduanya tidak berkumpul
dalam hati seorang muslim.”
Rasulullah saw. melewati
dua kubur. Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya kedua orang itu disiksa dan
mereka mengira disiksa itu bukan karena melakukan dosa besar. Sesungguhnya itu
adalah dosa besar. Yaitu, yang satu berjalan dengan mengadu domba, sedang yang
lain tidak membersihkan (mensucikan) anggota badan dari kencingnya.”
·
Yahya bin Aktsam berkata: Orang yang mengadu domba itu lebih jahat
daripada orang yang mendengki. Pengadu domba berbuat dalam sesaat apa yang
tidak dilakukan oleh tukang sihir dalam sebulan.
Dikatakan: Perbuatan
mengadu domba lebih berbahaya daripada perbuatan setan, karena perbuatan setan
dilakukan dengan khayalan dan godaan, sedangkan perbuat-an mengadu domba dengan
berhadapan dan memandang. Dikatakan: Siksa kubur itu ada tiga bagian: Sepertiga
karena ghibah, sepertiga karena tidak suci dari kencing dan sepertiga karena
namimah.
·
Jangan pula kamu melakukan si’aayah, yaitu menyampaikan omongan dan
berita kepada orang yang ditakuti karena kekerasannya, misalnya, para penguasa
dan pemimpin. Hal itu bertujuan untuk membujuk mereka agar meng-ganggu orang
yang disebutkan kepadanya, dengan memenjarakan, membunuh atau merampas
hartanya. Si’aayah itu lebih keji daripada namimah dan dosanya dilipatgandakan.
Dalam hadits dijelaskan:
“Barangsiapa mengadukan orang yang tidak bersalah kepada penguasa, maka dia
bukan anak halal.”
Yang lebih jahat lagi
daripada pengadu domba, adalah orang yang mempunyai dua lisan dan dua wajah.
Yaitu yang menyampaikan omongan dua orang yang saling bermusuhan. dari yang
satu kepada yang lain, sedang namimah adalah menyampaikan omongan salah satu
pihak saja.
Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa mempunyai dua wajah di dunia, maka dia kelak mempunyai dua lisan
dari api neraka di hari Kiamat.”
Beliau bersabda pula:
“Kalian akan mendapati sejahat-jahat orang pada hari Kiamat di sisi Allah,
yaitu pemilik dua muka yang mendatangi pihak ini dengan satu muka dan
mendatangi pihak itu dengan muka lain.”
·
Apabila kamu diganggu oleh seorang pelaku namimah, maka hendaklah
memperhatikan enam perkara berikut:
Pertama: Jangan
mempercayainya, karena pelaku namimah itu fasik dan ditolak kesaksiannya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat:6).
Datang seorang laki-laki
kepada Sayyidina Ali bin Husein ra., lalu menyampaikan omongan orang lain
terhadapnya. Maka beliau bersabda: “Marilah kita pergi kepadanya.” Kemudian
Sayyidina Ali pergi bersamanya, sementara orang itu beranggapan bahwa Sayyidina
Ali akan membela dirinya. Ketika tiba kepadanya, Sayyidina Ali berkata: “Hai
saudaraku, jika apa yang kamu katakan tentang diriku adalah benar, maka semoga
Allah mengampuni dosaku. Jika bohong, semoga Allah mengampuni dosamu.”
Kedua: Hendaklah kamu
membencinya karena Allah Ta’ala, dan kamu wajib membenci orang yang dibenci
Allah. Bagaimana tidak, sedangkan kebiasaan pelaku namimah adalah dusta dan
ghibah, curang dan khianat, perilakunya adalah dengki dan merusak antara orang.
Pelaku namimah adalah musuh bagimu. la telah mengeruhkan kejernihan dan
berupaya memecah belah antara kamu dan para kekasihmu serta berani memakimu.
Penyair berkata:
Barangsiapa yang mengabari
bahwa seseorang memakimu, maka dialah yang memaki, bukan orang yang memakimu.
Itu adalah sesuatu yang tidak dilakukannya terhadapmu yang salah ialah orang
yang memberitahu kamu.
Mengapa dia tidak
membelamu jika dia benar melakukan pembelaan di dekat orang yang menganiayamu.
Sebagaimana pelaku
namimah, ialah menyampaikan omongan orang lain kepadamu: dia pun menyampaikan
omonganmu kepada orang lain.
Imam Hasan Al-Bashri
rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang mengadu domba kepadamu, pastilah dia
akan diadu orang lain.”
Penyair berkata:
Janganlah kamu terima
namimah yang disampaikan kepadamu dan berhati-hatilah dari orang yang
menyampaikannya kepadamu. Sesungguhnya orang yang menyampaikan namimah itu
kepadamu, akan melakukan seperti itu yang telah dirancangnya.
Penyair lain berkata:
Barangsiapa melakukan
namimah kepada orang-orang, maka tidaklah aman teman-temannya dari gangguannya
dan tidak aman dari kejahatannya.
Ketiga: Hendaklah kamu
menyuruh meninggalkan namimah dan melarang dari kebiasaan itu. Firman Allah
Ta’ala: dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar …” (QS. Luqman:17).
Keempat. Janganlah
berburuk sangka kepada saudaramu yang tidak ada, karena hal itu haram, dan
tidak timbul kecuali dari orang yang perbuatannya buruk.
Sebagaimana Mutanabbi
rahimahullah berkata: Apabila buruk perbuatan seseorang, buruklah sangkaannya
dan dia pun mempercayai kecurigaan yang biasa dilakukannya.
Dia memusuhi para
pencintanya dengan perkataan musuh-musuhnya dan terjerumus dalam gelapnya
keraguan.
Kelima: Janganlah kamu
memata-matai saudaramu dan jangan menyelidiki kebenaran omongan pelaku namimah,
sesuai dengan Firman Allah Ta’ala: “… dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain …” (QS. Al-Hujurat:12).
Keenam: Janganlah kamu
ceritakan omongan pelaku namimah kepada seseorang, agar kamu tidak menjadi
pelaku namimah dan ghibah, sehingga kamu terjerumus dalam sesuatu yang dilarang
bagimu.
·
Walaupun omongan pelaku namimah itu benar, tetapi kebenarannya buruk.
Seorang bijak berkata: “Kebenaran itu menghiasi setiap orang, kecuali
orang-orang yang mengadukan seseorang tidak bersalah kepada penguasa. Orang
tersebut paling tercela dan berdosa jika benar.”
26. CARA PARA PELAKU NAMIMAH BERBUAT KERUSAKAN
·
Diceritakan, seorang laki-laki kematian saudara perempuannya. Ketika dia
dikuburkan, dari kantong orang itu terjatuh sepotong emas yang dibawanya.
Kemudian, pada suatu malam dia kembali dan membongkarnya. Ternyata, kuburan itu
penuh dengan api. Kemudian dia kembali kepada Ibunya dan berkata: “Ceritakan kepadaku,
kemungkaran apa yang dulu pernah dilakukan saudara perempuanku?” Ibunya
menjawab: “Aku tidak mengetahui suatu kemungkaran, kecuali dia keluar pada
waktu malam, lalu mendengarkan apa yang dilakukan orang-orang di pintu-pintu
para tetangga dan menyampaikan namimah dengan omongan itu, sehingga terjadi
fitnah di antara mereka sebab itu.” Maka orang itu berkata: “Itulah sebabnya.”
Kemudian dia menceritakan keadaan saudara perempuannya kepada ibunya.
·
Hammad bin Salamah-rahimahullah berkata: Seorang laki-laki menjual
seorang budak. Dia berkata kepada pembeli: “Dia tidak punya cacat, kecuali
namimah.” Pembeli itu berkata: “Aku setuju.” Maka dia pun membelinya dan
tinggaliah budak itu beberapa hari.
Kemudian budak itu berkata
kepada istri tuannya: “Sesungguhnya Tuanku tidak mencintai Nyonya dan dia ingin
kawin dengan seorang sahaya perempuan. Maka ambillah pisau cukur dan cukurlah
beberapa helai rambut belakangnya pada waktu dia tidur, hingga Nyonya bisa
menyihirnya, yang akhirnya dia mencintai Nyonya.
Kemudian budak Itu berkata
kepada tuannya: . “Sesungguhnya istri Tuan mempunyai tunangan dan dia ingin
membunuh Tuan. Maka pura-puralah Tuan tidur, hingga Tuan mengetahui perbuatan
itu.” Kemudian tuannya pura-pura tidur. Lalu perempuan itu datang membawa pisau
cukur. Maka tuannya menyangka, bahwa sang istri akan membunuhnya, secara
langsung dia bangkit dan membunuh istrinya.
Setelah kejadian itu,
datanglah keluarga si istri dan membunuh suaminya. Maka, timbullah pertumpahan
darah di antara kedua suku, dan hal ini akibat dari “namimah”.
·
Seorang laki-laki mengadukan seseorang kepada Umar bin Abdul Aziz
rahimahullah. Kemudian Umar berkata kepadanya: “Hai, orang ini, jika kamu mau,
kami periksa urusanmu. Oleh karena itu, jika kamu berdusta, maka kamu masuk
dalam hukum ayat berikut: ‘Hai, orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti …” (QS.
Al-Hujurat:6).
Jika kamu berkata benar,
maka kamu masuk di bawah hukum ayat berikut: ‘Yang banyak mencela, yang kian
kemari menghambur fitnah.’ (QS. Al-Qalam:11). Maka terdiamlah orang itu dan
tidak dapat memberikan jawaban.
·
Bakr bin Abdullah berkata: Ada seorang laki-laki yang suka mendatangi
seorang raja. Kemudian dia berdiri dihadapan raja, lalu berkata: “Berbuat
baiklah kepada orang yang berbuat baik karena kebaikannya. Sebab, orang yang
berbuat buruk akan dicukupi keburukannya.” Maka seorang laki-laki mendengkinya
atas kedudukan dan omongan itu, lalu mengadukannya kepada raja. Dia berkata:
“Orang yang berdiri di depan Tuan dan mengucapkan perkataan itu beranggapan,
bahwa Tuan berbau busuk pada mulutnya.”
Kemudian raja itu bertanya
kepadanya: “Bagaimana hal itu bisa terbukti olehku?” Orang itu menjawab:
“Panggillah dia agar menghadap Tuan. Jika dia mendekat, pasti meletakkan tangan
di atas hidungnya, agar tidak mencium bau busuk.” Kemudian raja memerintahkan
kepadanya: “Pergilah, hingga aku selidiki.” Lalu dia keluar dari tempat raja,
kemudian memanggil orang itu kerumahnya, lalu memberinya makanan yang mengandung
bawang putih.
Setelah itu, dia keluar
dari rumah orang tadi dan berdiri di hadapan raja menurut kebiasaannya.
Kemudian orang itu berkata: “Berbuat baiklah kepada pelaku kebaikan karena –
kebaikannya, sebab pelaku kejahatan akan dicukupi oleh kejahatannya.”
Lalu raja berkata
kepadanya: “Mendekatlah kepadaku.” Maka, dia pun mendekat kepadanya sambil
meletakkan tangan di mulutnya karena takut raja mencium bau bawang putih. Raja
berkata dalam hatinya: “Aku percaya, bahwa Si Fulan berkata benar.”
Biasanya, apabila raja
menulis surat, selalu menetapkan (memberikan) hadiah atau santunan. Kemudian
raja menulis surat kepada seorang petugasnya: “Apabila datang kepadamu pembawa
suratku ini, maka sembelihlah dia dan isilah kulitnya dengan tanah, lalu
kirimkan ia kepadaku.” Orang itu mengambil surat tersebut dan keluar. Kemudian
dia bertemu dengan orang yang mengadukannya. Orang itu bertanya: “Surat apakah
itu?” Orang itu menjawab: “Tulisan raja bagiku untuk memberi santunan.” Orang
tadi berkata: “Ia untukmu.” Lalu dia pun membawanya kepada petugas. Maka
petugas itu berkata: “Dalam suratmu itu, aku diperintahkan menyembelih dan
mengulitimu. Surat raja tidak dapat diganggu gugat.”
Akhirnya, dia pun
menyembelih dan menguliti serta mengisi kulitnya dengan pasir, lalu mengirimkannya
kepada raja. Setelah itu orang tadi kembali kepada raja dan mengucapkan
perkataannya seperti biasa. Raja merasa heran dan bertanya: “Apa yang terjadi
dengan surat itu?” Orang tadi menjawab: “Si Fulan bertemu denganku, lalu
meminta surat itu dariku. Maka aku pun memberikannya kepada orang itu.” Raja
berkata: “Dia menceritakan kepadaku, bahwa kamu menganggap mulutku berbau
busuk.” Orang tadi berkata: “Aku tidak mengatakan begitu.” Raja bertanya:
“Mengapa kamu meletakkan tangan pada mulutmu?” Orang tadi menjawab: “Karena dia
memberiku makanan yang mengandung bawang putih. Maka aku tidak suka Tuan
menciumnya.” Raja berkata: “Pulanglah ke tempatmu. Cukuplah pelaku kejahatan
mendapat balasan atas kejahatannya.” Kemudian raja memberinya santunan berupa harta
yang banyak.
27. NASIHAT-NASIHAT UMUM I
Wahai anak tercinta!
·
Sesungguhnya kamu hidup dalam zaman dimana orang yang menjalankan
agamanya seperti orang yang memegang bara api, sebagaimana tersebut dalam
hadits. Maka, kamu harus memegang agamamu dalam segala keadaan dan bersabar
atas hal itu, seperti kesabaran orang-orang yang kuat. Hendaklah kamu
memelihara dengan sangat kenikmatan ini, yang merupakan nikmat paling utama,
yaitu nikmat Islam dan iman. Maka, janganlah kamu tinggalkan sedikit pun dari perintah-perintah
agamamu, walaupun di masa yang paling sulit.
Janganlah kamu takut
terhadap seorang pun dari orang. orang yang melakukan penyimpangan dan
kesesatan serta para penyeru kekafiran dan atheisme. Hendaklah kamu men. jauhi
majlis-majlis mereka dan jangan mendengarkan propaganda-propaganda yang dusta
serta membaca buku-bukunya yang menarik, karena itu semua adalah racun
pembunuh. Mereka telah mengarangnya untuk merobohkan akidah-akidah kaum
muslimin dan merusak akhlak serta kebiasannya.
·
Hendakiah kamu menguatkan iman dan memantapkan keyakinan. Hal itu dapat
dilakukan dengan membaca Al-Gur’an, kitab-kitab tafsir dan hadits serta
kitab-kitab para ulama penasihat. Hendaklah kamu duduk dengan ahli ilmu dan
orang-orang yang shalih serta bertakwa, agar kamu bahagia di dunia dan akhirat.
Hendaklah kamu
bersungguh-sungguh dalam mendapatkan ilmu-ilmu yang berguna dan mencurahkan
segenap kemampuan dalam memperbaiki akhlak serta membersihkan jiwa, selama
kesempatan masih terbuka dan muda belia. Apabila kesempatan itu hilang, maka
kamu pasti menggigit jari karena menyesal, sedangkan penyesalan itu tidak
berguna bagimu, walaupun kamu menangis hingga mengeluarkan darah.
Ketahuilah! Bahwa suatu
hari kamu akan meninggalkan alam yang fana (tidak kekal) ini menuju alam baka
(Kekal). Maka, periksalah apa yang kamu siapkan bagi hari esokmu,
Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari Esok (akhirat) …”
(QS. Al-Hasyr:18).
·
Laksanakanlah kewajiban-kewajibanmu terhadap Tuhan, Nabi, ayah-ibu,
guru-guru, seluruh kerabat dan tetanggamu, serta orang-orang yang sebangsa
denganmu dan semua orang. Laksanakan juga kewajibanmu terhadap agama, bahasa,
sekolah, pelajaran, perdagangan dan industri serta pekerjaanmu yang lain,
apabila kamu menjadi seorang pedagang atau pekerja.
Sesungguhnya pelaksanaan
kewajiban menenangkan jiwa dan menyebabkan menusia memperoleh kepercayaan penuh
di antara orang-orang serta menyebabkan kebahagiaan antar anggota masyarakat. Kebalikannya
adalah tidak melaksanakan kewajiban, karena ia menghilangkan kepercayaan
manusia, menjatuhkan kedudukannya, dan menimbulkan kekacauan dan kerusakan
serta kesengsaraan pada semua lapisan.
·
Pikirkanlah masa depanmu. Ketahuilah, kamu tidak tetap dalam usia
kanak-kanak dengan pikiran kosong dan dicukupi belanjamu. Maka, suatu ketika,
kamu akan memasuki gelombang kehidupan dan dibebani mengurusi maslahat-maslahat
(kepentingan) diri dan keluarga.
Pada waktu itu, pilihlah
olehmu pekerjaan yang mulia. Jangan tinggalkan pekerjaan sehingga kamu
mengandalkan orang lain. Walaupun rezeki itu sudah terbagi, namun harus
berusaha mencarinya, karena gerak itu dapat menimbulkan berkah.
Dalam hadits Sayyidina
Umar ra.: “Sungguh aku tidak suka melihat seseorang di antara kamu sia-sia,
baik dalam pekerjaan dunia maupun akhirat.” Beliau berkata pula: “Janganlah
seseorang di antara kamu malas mencari rezeki, lalu dia berkata: ‘Ya Allah
berilah aku rezeki.’ Padahal dia tahu, bahwa langit tidak menurunkan hujan emas
atau perak, dan sesungguhnya Allah Ta’ala memberi rezeki kepada manusia,
sebagian mereka dari sebagian yang lainnya.” Kemudian beliau membaca firman
Allah Ta’ala: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka menyebarkan kamu di muka
bumi, dan carilah karunia Allah serta ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar
kamu beruntung.” (Al-Jumu’ah:10).
·
Tanamkanlah di dalam hatimu sifat rahmat dan kasih sayang kepada manusia
dan hewan, agar Tuhan menyayangi kamu.
Dalam hadits dijelaskan:
“Sayangilah makhluk yang dibumi, niscaya kalian disayangi makhluk yang di
langit. Barangsiapa yang tidak menyayangi, ia pun tidak disayangi.”
“Tidaklah dicabut rahmat,
kecuali dari orang yang sengsara.”
“Barangsiapa yang
menyayangi, walaupun atas burung yang disembelih, niscaya Allah menyayanginya.”
Banyak di dunia ini
orang-orang yang lemah dan miskin, melarat dan susah, anak-anak yatim dan
orang-orang sakit, wanita-wanita dan laki-laki tua, orang-orang bodoh dan
bingung. Ulurkan pertolongan kepada mereka dengan segenap kemampuanmu, baik dengan
ilmu, harta, pikiran atau kedudukanmu untuk menolong seseorang dalam memenuhi
kebutuhannya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa memberikan syafa’at yang baik,?) niscaya dia akan memperoleh
bagian (pahala) daripadanya. Dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk,
niscaya dia akan memikul bagian (dosa) daripadanya …” (QS. An Nisa’:85)”.
“Rasulullah saw. bersabda:
“Berilah pertolongan, niscaya kamu mendapat pahala.”
Apabila kamu berbuat baik
kepada orang lain, maka dia pun akan berbuat baik kepadamu pada waktu kamu
membutuhkannya. Dan sesungguhnya, orang yang kuat sekarang, besok dia akan
menjadi lemah.
Barangsiapa yang mengalami
masa muda, dia pun akan mencapai masa tua. Barangsiapa kaya, maka dia pun tidak
aman dari kemungkinan menjadi miskin. Sebagaimana kamu memberi utang, maka kamu
pun akan diberi utang.
Penyair berkata:
Berbuatlah baik kepada
orang-orang niscaya kamu perbudak hati mereka. Sering kali manusia diperbudak
oleh kebaikan.
Jadilah kamu penolong
dalam kesusahan bagi empunya harapan yang mengharap kemurahanmu karena orang
merdeka suka menolong.
Penyair lain berkata:
Barangsiapa melakukan
kebaikan, tidaklah habis balasannya. Tidaklah lenyap kebaikan antara Allah dan
manusia.
NASIHAT-NASIHAT UMUM II
·
Waspadalah dari segala sesuatu yang membahayakanmu. Jangan meremehkan
sesuatu yang berbahaya, walaupun banyak orang terbiasa melakukannya. Seperti
mengisap rokok. Sebagian anak-anak mengira bahwa merokok adalah tanda
kejantanan. Maka, mereka pun mengisapnya, karena tidak mengetahui bahayanya
yang banyak. Antara lain: Rokok melemahkan jantung, menghambat pertumbuhan
badan, menghilangkan nafsu makan, membahayakan paru-paru dan menyebabkan pucat
warna muka.
Sebenarnya, ia adalah
racun yang lambat. Bahayabahayanya tampak setelah beberapa waktu, terutama di
masa tua. Oleh karena itu, para dokter sepakat, di setiap waktu dan tempat
untuk menyelidiki berbagai bahayanya dan ia merupakan penyebab penyakit kanker.
Maka, hindarilah merokok sekuat tenaga untuk memelihara kesehatanmu dari
berbagai penyakit dan memelihara hartamu dari kesia-siaan. Janganlah kamu
tertipu oleh setan, lalu mulai merokok, walaupun sedikit, karena ia bisa
menjadi banyak. Maka, ia pun menjadi kebiasaan yang kokoh dan sulit
ditinggalkan, sebagaimana dikatakan mengenai minum khamar (arak). Pada gelas
pertama (teringat akan rasa kenikmatannya). .
·
Hendaklah kamu sangat waspada dari mendekati zina, khamar dan judi.
Semua itu menjerumuskan para pelakunya ke dalam jurang kecemaran dan kehancuran
serta menyebabkan robohnya rumah tangga dan siksa neraka yang keras di akhirat.
Allah Ta’ala berfirman: “…
dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di
antaranya maupun yang tersembunyi …” (QS. Al-An’am:151).
“Dan janganlah kamu
mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan
suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-isra’:32).
“Hai, orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya setan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Maidah:90-91).
Betapa banyak yang asalnya
sehat menjadi sakit, akal berubah, akhlak menjadi rusak, rumah tangga roboh
(cerai), keluarga berantakan dan harta benda melayang sebab perbuatan-perbuatan
keji yang membinasakan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu sejauh-jauhnya
dan jauhilah para pelakunya lebih keras daripada menjauhi para penderita :
penyakit menular.
Kemungkaran-kemungkaran yang keji ini telah tersebar di masa yang penuh.fitnah.
Semoga Allah menyelamatkan
kita dan seluruh kaum muslimin dari perbuatan yang hina, karena hal itu
menyebabkan kerugian di dunia dan akhirat. Semoga Allah melindungi kita
darinya. Itulah kerugian yang nyata.
·
Pelajarilah bahasa Arab dan cintailah ia dari hatimu serta berbicaralah
dengan bahasa itu. Sebarkan bahasa Arab di antara keluarga dan kaummu serta
orang-orang lain. Belalah bahasa Arab, karena ia merupakan bahasa agama. Allah
Ta’ala telah memilihnya di atas bahasa-bahasa lainnya dan menurunkan Al-Ouran
Al-Karim dengan bahasa tersebut.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Gur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami
(nya).” (QS. Az-Zukhrutf:3).
Apabila kamu melihat
seorang muslim mengejek bahasa Arab, maka nasihatilah dia dan beritahukan
kepadanya bahwa mengejek terhadap bahasa Arab menyebabkan kebencian kepada
Rasul saw., sedang kebencian itu (kepada Rasul saw.) menyebabkan kekufuran.
Tersebut dalam hadits:
“Hai Salman,? jangan
membenci aku sehingga kamu meninggalkan agamamu.” Aku bertanya: “Wahai
Rasulullah, bagaimana aku membencimu, sedangkan Allah memberi petunjuk kepadaku
denganmu?” Nabi saw. bersabda: “Jangan membenci orang Arab, karena hal itu sama
dengan kamu membenci aku. Barangsiapa menipu bangsa Arab, maka dia tidak
mendapat syafa’atku dan tidak mendapat kecintaanku.”
Rasul saw. memerintahkan
kita agar mencintai bangsa Arab, sebagaimana beliau bersabda: “Cintailah bangsa
Arab karena tiga perkara: Karena aku orang Arab, AlGur’an berbahasa Arab dan
percakapan penghuni surga adalah bahasa Arab.”
·
Hendaklah kamu juga mencintai keluarga Nabi saw.| para sahabatnya dan
ulama-ulama yang mengamalkan. ajar. annya serta para wali yang shalih?.
Merekalah orang-orang yang berjihad membela agama dan menyampaikan Al-Our’an
serta hadits-hadits pemimpin para rasul, kepada kita.
Kecintaan kepada mereka
menguatkan iman dan memeliharanya, sedangkan kebencian terhadap mereka
melemahkannya, bahkan dapat menghilangkannya. Dalam hadits dijelaskan:
“Kebencian terhadap bani Hasyim dan Anshar menyebabkan kekufuran, sedangkan
kebencian terhadap bangsa Arab menunjukkan sifat munafik.”
Dalam hadits lain:
“Peliharalah aku melalui para sahabatku, jangan jadikan mereka sasaran (caci
maki) sesudah aku wafat. Barangsiapa mencintai mereka, maka berarti
mencintaiku, dan aku pun mencintai mereka. Dan barangsiapa membenci mereka, maka
berarti membenciku, aku pun membenci mereka.”
Dalam hadits pula
disebutkan: “Demi Allah, iman tidak akan masuk ke hati seseorang hingga dia
mencintai aku karena Allah dan mencintai kerabatku.”
Disebutkan lagi:
“Muliakanlah para ulama, karena mereka adalah pewaris para Nabi. Maka,
barangsiapa memuliakan mereka, dia pun telah memuliakan Allah dan Rasul-Nya.”
Apabila kita membenci
mereka dan tidak menghormati serta tidak mengikuti jalannya, berarti kita telah
menyia nyiakan agama. Inilah yang dikehendaki oleh musuh-musuh Islam, yang
telah mencurahkan tenaganya dalam menjauhkan kaum muslimin dari para pendahulu
mereka yang telah mendahului.
Sering kali mereka
menjelekkan citra para imam ini di kalangan kaum muslimin yang belakangan, agar
menghina dan membenci mereka sehingga dengan mudah mengeluarkannya dari agama.
Semoga Allah melindungi kita dari bencana yang nyata ini.
Allah Ta’ala berfirman:
“Ya Tuhan kami, berilah ampun bagi kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. AlHasyr:10).
·
Kamu harus pula mencintai semua saudara sesama muslim. Allah ta’ala
berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara ….” (QS.
Al-Hujurat:10).
Rasul saw. bersabda:
“Orang mukmin itu seperti bangunan hagi orang mukmin lainnya, yang satu dengan
lainnya saling menguatkan.
Perumpamaan orang-orang
mukmin dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah seperti tubuh.
Apabila salah satu anggotanya mengeluh, maka anggota tubuh lainnya mengeluh,
tidak dapat tidur dan demam. Orang muslim itu saudara orang muslim. Dia tidak
boleh mengkhianati dan mendustai serta menelantarkannya. Setiap muslim atas
muslim itu haram diganggu kehormatan, harta dan darahnya.
Ketakwaan itu disini.
Cukuplah kejahatan seseorang bila dia menghina saudaranya yang muslim. Tidaklah
seseorang di antara kamu beriman hingga dia mencintai saudaranya, seperti mencintai
dirinya sendiri.”
Sampai di sini, selesailah
buku Al-Akhlaq Li Al-Banin (Bimbingan Akhlak bagi Putra-putra Anda). Maka,
hendaklah kamu membaca dan memahami isi serta mengamalkannya. Setelah itu,
bacalah kitab-kitab yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya, An-Nashaaihid.
Diiniyyah, AdDa’watut Taammah, karangan Al-Imam Al-Habib Abdullah Al-Haddad,
Adabud Dun-yaa wad Diin, oleh Imam Al-Mawardi, Ihya’Ulumuddiin, oleh Imam
Al-Ghazali, Riyadhush Shalihiin, oleh Imam An-Nawawi, dan kitab-kitab yang bermanfaat
lainnya.
Semoga Allah memberkati
dan menolongmu selamanya, dan menjadikan kamu pembela Islam serta memperbaiki
seluruh urusanmu. ” Wassalam.
Semoga Allah mencurahkan
shalawat dan salam atas junjungan kita, Nabi Muhammad saw., keluarga dan para
sahabatnya.
Segala puji Allah, Tuhan
sekalian alam. Tamat