Terjemah Kitab Al-Jazariyah: Pembelajaran Tajwid yang Komprehensif
Selamat datang di KangSantri.net! Pada kesempatan kali ini, kami dengan bangga mempersembahkan terjemahan lengkap Kitab Al-Jazariyah dalam bahasa Indonesia. Kitab Al-Jazariyah, adalah salah satu karya monumental dalam ilmu tajwid yang ditulis oleh seorang ulama terkenal bernama Imam Al-Jazari. Dalam terjemahan kami, Anda akan menemukan semua bab dari Kitab Al-Jazariyah, lengkap dengan penjelasan yang mendalam dan rinci mengenai aturan dan prinsip tajwid. Kami berkomitmen untuk memberikan pengetahuan yang bermanfaat kepada pembaca kami, dengan tujuan memudahkan pemahaman dan pengamalan tajwid bagi semua orang. Jadi, mari kita mulai menjelajahi keindahan dan kekayaan Kitab Al-Jazariyah dalam terjemahan bahasa Indonesia yang komprehensif ini.
Terjemahan Kitab Al-Jazariyah: Menggali Hikmah dan Kedalaman Ilmu dalam
Setiap Bab
Mendalamnya pengetahuan keislaman tidak terlepas dari
pemahaman yang mendalam pula terhadap berbagai karya klasik dalam dunia
keilmuan Islam. Salah satu karya yang menonjol adalah Kitab Al-Jazariyah,
sebuah kitab penting yang membahas tata cara membaca Al-Quran dengan tajwid yang
benar. Bagi para penggiat studi keislaman, terjemahan Kitab Al-Jazariyah
menjadi sarana tak ternilai untuk memahami esensi ilmu tajwid serta memperkaya
wawasan keislaman. Dalam artikel ini, kami akan menyajikan terjemahan Kitab
Al-Jazariyah lengkap dengan semua bab, menghadirkan hikmah dan kekayaan ilmu
yang terkandung di dalamnya.
Terjemah Kitab Al-Jazariyah: Mengakses Harta Karun Ilmu Tajwid dari Masa
Lampau
Kitab Al-Jazariyah merupakan karya monumental yang
dihasilkan oleh seorang ulama besar bernama Imam Al-Jazari. Dalam kitab ini,
Imam Al-Jazari merangkum berbagai kaidah dan aturan penting dalam membaca
Al-Quran dengan memperhatikan tajwid secara teliti. Terjemahan Kitab
Al-Jazariyah tidak hanya memberikan akses kepada pembaca modern untuk
mempelajari ilmu tajwid, tetapi juga membawa kita dalam perjalanan untuk
mengeksplorasi harta karun ilmu dari masa lampau. Dengan memahami dan
mengamalkan terjemahan Kitab Al-Jazariyah, kita dapat menghargai keindahan dan
keagungan Al-Quran dengan lebih mendalam.
Mengapa Terjemah Kitab Al-Jazariyah Penting untuk Peningkatan Pemahaman
Tajwid?
Dalam mempelajari ilmu tajwid, terjemahan Kitab Al-Jazariyah
memiliki peran yang tak tergantikan. Kitab ini tidak hanya mengajarkan
kaidah-kaidah dasar tajwid, tetapi juga memberikan penjelasan rinci mengenai
berbagai macam variasi bacaan Al-Quran yang perlu diperhatikan dengan cermat.
Dalam terjemahan Kitab Al-Jazariyah, setiap bab membahas aspek-aspek penting
dalam tajwid, seperti pengucapan huruf-huruf hijaiyah, tanda-tanda tajwid, dan
pelafalan yang benar. Dengan memperdalam pemahaman tajwid melalui terjemahan
Kitab Al-Jazariyah, kita dapat memperbaiki cara kita membaca Al-Quran dan
meraih keberkahan yang terkandung di dalamnya.
Terjemah Kitab Al-Jazariyah Lengkap
Pembukaan - المقدمة
(1) يَقُولُ رَاجِي عَفْوِ رَبٍّ سَامِعِ ۞ مُحَمَّدُ بْنُ
الْجَزَرِىِّ الشَّافِعِي
Akan berkata seseorang yang mengharap ampunan dari Allaah ﷻ Rabb yang
Maha Mendengar: Syamsuddin Abul Khair Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin
‘Ali bin Yuusuf Al-Jazariy Ad-Dimasyqi Asy-Syaafi’i.
(2) الْحَمْدُ لِلَّهِ وَصَلَّى اللَّهُ ۞ عَلَى نَبِيِّهِ
وَمُصْطَفَاهُ
Segala puji bagi Allaah ﷻ dan shalawat (rahmat) dari Allaah ﷻ atas nabi-Nya dan manusia pilihan-Nya,
(3) مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِه ۞ وَمُقْرِئِ الْقُرْآنِ
مَعْ مُحِبِّه
Yaitu Rasuulullaah Muhammad bin Abdullaah juga seluruh
keluarga dan para sahabatnya, serta para Muqriil Quran dan para pecintanya.
(4) وَبَعْدُ إِنَّ هَذِهِ مُقَدِّمَه ۞ فيماَ عَلَى
قَارِئِهِ أَنْ يَعْلَمهْ
Kemudian setelah itu, sesungguhnya kitab ini merupakan
Muqaddimah (pendahuluan) yang berisi mengenai apa-apa yang wajib dipelajari
oleh para pembaca Al-Quran.
(5) إذْ وَاجِبٌ عَلَيْهِمُ مُحَتّمُ ۞ قَبْلَ الشُرُوعِ
أَوَّلاً أَنْ يَعْلَمُوا
Maka wajib secara mutlak bagi para pembaca Al-Quran,
sebelum mereka mulai membaca Al-Quran, hendaklah terlebih dahulu memahami,
(6) مَخَارِجَ الْحُرُوفِ وَالصِّفَاتِ ۞ لِيَلْفِظُوا
بِأَفْصَحِ اللُغَاتِ
Tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyah serta sifat-sifat
yang mengiringinya, agar mereka bisa mengucapkan huruf demi huruf tersebut
dengan bahasa yang paling fasih.
(7) مُحَررِي التَّجْوِيدِ وَالمَوَاقِف ۞ وَما الَّذِي
رُسِّمَ في المَصاَحِفِ
Menguasai dan mampu menerapkan kaidah-kaidah tajwid juga
kaidah-kaidah waqaf (cara berhenti dan memulai membaca Al-Quran) dengan baik
dan benar, serta memahami apa-apa yang tertulis pada mushaf-mushaf ‘Utsmani,
(8) مِنْ كُلِّ مَقْطُوعٍ وَمَوْصُولٍ بِهَا ۞ وَ تَاءِ
أُنْثَى لَمْ تَكُنْ تُكْتَبْ بِـ :هَا
Yaitu dari mulai mengenai dua kata yang tertulis disambung
atau dipisah, juga mengenai penulisan huruf Ta ta’nits (huruf Ta yang digunakan
untuk menunjukkan perempuan/ feminin) yang tidak ditulis dengan Ta marbuthah
(yakni Ta yang berbentuk seperti huruf Ha dengan dua titik di atasnya), padahal
biasanya Ta ta’nits ditulis dengan Ta marbuthah bukan Ta maftuhah (Ta asli).
مخارج الحروف
- makharijul huruf
(9) … مَخَارِجُ
الحُروفِ سَبْعَةَ عَشَرْ ۞ عَلَى الْذِي يَخْتَارُهُ مَنِ اخْتَبَرْ
Tempat-tempat keluar huruf hijaiyah itu berjumlah 17 (tujuh belas)
tempat untuk 29 (dua puluh sembilan) huruf, berdasarkan pendapat yang terpilih
dari para Ulama Ahli Qiraah. Ini merupakan pendapat yang dipilih oleh Al-Imam
Ibnul Jazariy.
(10) … لِلْجَوْفِ:
أَلِفٌ وَ أُخْتَاهَا ، وَهِي ۞ حُرُوفُ مَدٍّ لِلْهَوَاءِ تَنْتَهِي
Maka pada rongga yang mencakup rongga tenggorokan hingga rongga
mulut, terdapat Alif dan saudari-saudarinya yakni huruf-huruf mad (Wawu mad dan
Ya mad)
yang berhenti seiring dengan berhentinya nafas.
(11) … ثُمَّ
لأَقْصَى الحَلْقِ هَمْزٌ هَاءُ ۞ وَمِنْ وَسَطِهِ : فَعَيْنٌ حَاءُ
Kemudian pada tenggorokan yang paling jauh dari rongga mulut,
tepatnya pada pangkal pita suara (laring), keluar dua huruf: Hamzah dan Ha.
Kemudian pada tenggorokan bagian tengah, yakni pada katup epiglotis (lisaanul
mizmaar) keluar huruf ‘Ain dan Ha,
(12) … أَدْنَاهُ
غَيْنٌ خَاؤُهَا والْقَافُ ۞ أَقْصَى اللِّسَانِ فَوْقُ ثُمَّ الْكَافُ
Pada tenggorokan yang paling dekat dengan rongga mulut, keluar
huruf Ghain dan Kha, tepatnya merupakan persentuhan antara bagian belakang
lidah (jadzrul lisaan) dengan ujung uvula, yakni daging yang tersambung dengan
langit-langit dan merupakan persimpangan antara rongga mulut dengan rongga
hidung, dekat dengan orofaring (faring bagian tengah).
Adapun huruf Qaf keluar dari pangkal lidah yang bersentuhan dengan langit-
langit atas, yakni langit-langit yang lunak.
Kemudian huruf Kaf…
(13) … أَسْفَلُ
وَالوَسْطُ فَجِيمُ الشِّينُ يَا ۞ وَالضَّادُ مِنْ حَافَتِهِ إِذْ وَلِيَا
Tempat keluarnya di bawah huruf Qaf, yakni persentuhan antara
pangkal lidah dengan langit-langit yang keras dan yang lunak sekaligus, sedikit
di bawah tempat keluarnya huruf Qaf.
Pada tengah lidah keluar huruf Jim bila disentuhkan ke langit-langit, serta
keluar huruf Syin dan Ya bila digerakkan mendekati langit-langit.
Huruf Dhad keluar dari sisi lidah yang memanjang dari pangkal lidah hingga ke
ujung lidah, saat bersentuhan dengan…
(14) … اَلأضْرَاسَ
مِنْ أَيْسَرَ أَوْ يُمْنَاهَا ۞ وَاللاَّمُ أَدْنَاهَا لمُنْتَهَاهَا
Gigi geraham, baik yang sebelah kiri ataupun sebelah kanan, bahkan
bisa juga kedua sisi lidah disentuhkan dengan gigi geraham yang kiri dan yang
kanan sekaligus.
Huruf Lam keluar dari ujung sisi lidah yang merupakan akhir dari tempat
keluarnya huruf Dhad di sebelah kiri melingkar hingga sebelah kanan, melalui
akhir dari ujung sisi lidah pada bagian depan (kepala lidah). Disentuhkan
dengan langit-langit yang dekat dengan gusi gigi seri atas.
(15) … وَالنُّونُ
مِنْ طَرَفِهِ تَحْتُ اجْعَلُوا ۞ وَالرَّا يُدَانِيهِ لِظَهْرٍ أَدْخَلُوا
Dan huruf Nun keluar dari ujung lidah yang bersentuhan dengan
langit-langit di bawah tempat keluarnya huruf Lam, lebih dekat ke gusi gigi
seri atas.
Adapun huruf Ra keluar dekat dengan tempat keluarnya huruf Nun, namun sedikit
masuk ke punggung lidah, yakni bagian ujung lidah yang dekat dengan tengah
lidah.
(16) … وَالطَّاءُ
وَالدَّالُ وَتَا مِنْهُ وَمِنْ ۞ عُلْيَا الثَّنَايَا والصَّفِيرُ مُسْتَكِنْ
Huruf Tha, Dal, dan Ta keluar dari bagian ujung lidah yang
bersentuhan dengan bagian belakang gigi seri atas. Huruf-huruf Shafir (yakni
Shad, Zay, dan Sin) keluar bila ujung lidah tegak/ sejajar…
(17) … مِنْهُ
وَمِنْ فَوْقِ الثَّنَايَا السُّفْلَى ۞ وَالظَّاءُ وَالذَّالُ وَثَا لِلْعُلْيَا
Dan mendekat ke atas gigi seri bawah. Adapun huruf Zha, Dzal, dan
Tsa lebih tinggi lagi,
(18) … مِنْ
طَرْفَيْهِما وَمِنْ بَطْنِ الشَّفَهْ ۞ فَالْفَا مَعَ اطْرافِ الثَّنَايَا
المُشْرِفَهْ
Yakni keluar dari persentuhan ujung lidah dengan ujung gigi seri
atas. Dan dari perut bibir bawah yang bersentuhan dengan ujung gigi seri atas
keluar huruf Fa.
(19) … للشَّفَتَيْنِ
الْوَاوُ بَاءٌ مِيمُ ۞ وَغُنَّةٌ مَخْرَجُهَا الخَيْشُومُ
Dari dua bibir keluar huruf Wawu, Ba, dan Mim. Sedangkan
huruf-huruf Ghunnah (suara dengung pada Nun dan Mim) tempat keluarnya adalah
rongga hidung.
Sifat Huruf - صفات الحروف
(20) صِفَاتُهَا
جَهْرٌ وَرِخْوٌ مُسْتَفِلْ ۞ مُنْفَتِحٌ مُصْمَتَةٌ وَالضِّدَّ قُلْ
Sifat-sifat huruf itu di antaranya: Jahr (jelas/ tertahannya
udara), Rakhawah (mengalirnya suara), Istifal (merendahnya lidah), Infitah
(terbukanya lidah dengan langit-langit), dan Ishmat (lebih sulit keluar).
Mereka merupakan sifat-sifat yang memiliki lawan. Adapun lawan-lawannya adalah:
(21) مَهْمُوسُهَا
(فَحَثّهُ شَخْصٌ سَكَتَ) ۞ شَدِيدُهَا لَفْظُ (أَجِدْ قَطٍ بَكَتْ)
Sifat Hams (mengalirnya udara) yang merupakan lawan dari sifat
Jahr huruf- hurufnya terkumpul pada kalimat “Fahatstsahu Syakhshun Sakat”,
yakni huruf Fa, Ha, Tsa, Syin, Kha, Shad, Sin, Kaf, dan Ta.
Sifat Syiddah (kuat/ tertahannya suara), yang merupakan lawan dari
sifat Rakhawah, huruf-hurufnya “Ajid Qathin Bakat”, yakni Hamzah, Jim, Dal,
Qaf, Tha, Ba, Kaf, dan Ta.
(22) وَبَيْنَ
رِخْوٍ وَالشَّدِيدِ ( لِنْ عُمَرْ) ۞ وَسَبْعُ عُلْوٍ خُصَّ ضَغْطٍ قظْ حَصَرْ
Dan di antara sifat Rakhawah dan Syiddah ada sifat pertengahan
(bayniyah/ tawassuth), yang huruf-hurufnya terkumpul dalam “Lin ‘Umar”, yakni
Lam, Nun, ‘Ain, Mim, dan Ra.
Dan ada tujuh huruf yang lidah tegang dan terangkat saat
mengucapkannya (Isti’la, lawan dari Istifal), terangkum dalam “Khushsha
Dhaghthin Qizh”, yakni Kha, Shad, Dhad, Ghain, Tha, Qaf, dan Zha.
(23) وَصَادُ
ضَادٌ طَاءُ ظَاءٌ مُطْبَقَه ۞ وَفَرَّ مِنْ لُبِّ الحُرُوفُ المُذْلَقَهْ
Huruf Shad, Dhad, Tha, dan Zha merupakan huruf-huruf yang memiliki
sifat Ithbaq, yakni lidah terangkat sangat tinggi hingga seolah-olah menempel
langit-langit dan tidak menyisakan ruang antara lidah dengan langit-langit,
merupakan lawan dari sifat Infitah.
Dan “Farra Min Lubbi”, yakni huruf Fa, Ra, Mim, Nun, Lam, dan Ba
merupakan huruf-huruf yang lebih mudah dan cepat dikeluarkan (Idzlaq)
dibandingkan selainnya
(Ishmat), disebabkan dekatnya dengan ujung lidah.
(24) صَفِيرُهَا
صَادٌ وَزَاىٌ سِينُ ۞ قَلْقَلَةٌ قُطْبُ جَدٍّ وَاللِّينُ
Juga ada huruf-huruf yang tidak memiliki lawan, di antaranya sifat
Shafir (huruf yang berdesis), yakni huruf Shad, Zay, dan Sin. Huruf-huruf yang
memiliki sifat Qalqalah
Dan huruf yang memiliki sifat Liin (lembut)…
(25) وَاوٌ
وَيَاءٌ سَكَنَا وَانْفَتَحَا ۞ قَبْلَهُماَ وَالاِنْحِرَافُ صُحَّحَا
Yaitu huruf Wawu dan Ya bila keduanya dalam keadaan sukun dan
huruf sebelumnya berharakat fathah.
Dan sifat Inhiraf (menyimpangnya makhraj) dibenarkan…
(26) في
اللاًَّمِ وَالرَّا وَبِتَكْرِيرٍ جُعلْ ۞ وَلِلتَّفَشِّي الشِّينُ ضَاداً
اسْتَطِلْ
Pada huruf Lam dan Ra saja. Huruf Lam makhrajnya menyimpang ke
makhrajnya Nun saat mengucapkan Lam tebal dan huruf Ra menyimpang ke makhrajnya
Lam saat mengucapkan Ra tipis. Lalu huruf Ra juga memiliki sifat Takrir
(getaran yang berulang).
Huruf Syin memiliki sifat Tafasysyi (udara yang berhembus deras di
dalam mulut). Sedangkan huruf Dhad memiliki sifat Istithaalah, yakni
memanjangnya makhraj Dhad dari sisi ujung lidah hingga ujung sisi lidah pada
makhraj Lam.
التجويد - Tajwid
(27) وَالأَخْذُ بِالتَّجْوِيدِ حَتْمٌ لاَزِمُ ۞ مَنْ لَمْ
يُجَوْدِ الْقُرَآنَ آثِمُ
Dan mengamalkan tajwid hukumnya wajib secara mutlak. Siapa
saja orang yang sengaja tidak mengamalkan tajwid saat membaca Al- Quran, maka
ia berdosa.
(28) لأَنَّهُ بِهِ الإِلَهُ أَنْزَلاَ ۞ وَهَكَذَا مِنْهُ
إِلَيْنَا وَصَلاَ
Karena bersama dengan tajwid Allah menurunkan Al-Quran dan
cara membacanya. Serta bersama dengan tajwid pula Al-Quran dan cara membacanya
sampai kepada kita.
(29) وَهُوَ أَيْضاً حِلَْيةُ التِّلاَوَةِ ۞ وَزِينَةُ
الأَدَاءِ وَالْقِرَاءَةِ
Dan tajwid juga merupakan penghias bacaan Al-Quran. Bacaan
Al-Quran menjadi indah karena tajwid, bukan sekedar karena indahnya suara atau
langgam. Baik itu saat tilawah (tadarrus/ wiridan), adaa (talaqqi/ mengambil
bacaan dari guru), ataupun qiraah, yakni membaca secara umum. Artinya, Al-Quran
mesti dihiasi dengan tajwid dalam keadaan apapun.
(30) وَهُوَ إِعطْاءُ الْحُرُوفِ حَقَّهَا ۞ مِنْ صِفَةٍ لَهَا
وَمُستَحَقَّهَا
Tajwid adalah memberikan setiap huruf hak, berupa
sifat-sifatnya dan juga mustahaknya.
(31) وَرَدُّ كُلِّ وَاحِدٍ لأَصلِهِ ۞ وَاللَّفْظُ فِي
نَظِيرِهِ كَمِثْلهِ
Tajwid juga artinya adalah mengembalikan setiap huruf ke
makhraj asalnya. Yakni tidak mengucapkan huruf hijaiyah sembarangan bukan dari
tempat keluar yang sebenarnya.
Serta konsisten dalam membaca lafazh-lafazh yang sama
hukumnya, tidak membeda-bedakan satu sama lainnya (dalam sekali baca). Misalnya
kita membaca mad wajib dengan 5 (lima) harakat pada satu ayat, maka bila
bertemu dengan mad wajib di ayat yang lain, kita harus membacanya 5 (lima)
harakat, dengan hitungan yang sama. Begitu pula pada hukum-hukum tajwid yang
lain.
(32) مُكَمِّلاً مِنْ غَيْرِ مَا تَكَلُفِ ۞ بِاللُطْفِ فِي
النُّطْقِ بِلاَ تَعَسُّف
Tajwid juga bermakna membaca Al-Quran dengan sempurna, baik
dari sisi makhraj, sifat, dan hukum-hukumnya tanpa berlebih-lebihan, seperti
orang yang mengucapkan Hamzah terlalu ditekan sehingga mirip orang yang muntah,
atau mengucapkan mad yang dua harakat menjadi empat hingga enam harakat. Jadi
usaha kita adalah mengerahkan kemampuan sekuat tenaga hingga tercapai
kesempurnaan bacaan, bukan untuk melebihi kapasitas dari apa yang
disyari’atkan. Lalu mengalirkan bacaan dengan pengucapan yang lembut tanpa
serampangan, yakni dengan mudah dan ringan saat mengucapkannya, namun tetap
memenuhi kadar ketentuan yang telah ditetapkan. Bukan mengucapkannya
sembarangan dan asal-asalan semau kita.
(33) وَلَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ تَرْكِهِ ۞ إِلاَّ رِيَاضَةُ
امْرِئٍ بِفَكِّه
Dan tidak ada yang membedakan antara orang yang mengamalkan
tajwid dengan orang yang meninggalkannya, kecuali latihan terus menerus secara
konsisten dengan lisannya. Artinya, seseorang yang mempelajari tajwid tidak
akan mendapatkan apa-apa. Ia tidak akan berbeda dengan orang yang tidak
mempelajari tajwid kecuali bila ia rajin melatih ilmu yang dipelajarinya dengan
konsisten dan diiringi dengan kesabaran.
Tafkhim dan tarqiq - التفخيم
والترقيق
(34) … فَرقَّقَنْ
مُسْتَفِلاً مِنْ أَحْرُفِ ۞ وَحَاذِرَنْ تَفْخيِمَ لَفْظِ الأَلِفِ
Dan tarqiq-kanlah (tipiskan) suara pada huruf-huruf Istifal,
karena kondisi asal mereka adalah tipis (kecuali Alif, Lam, dan Ra). Serta
berhati-hatilah jangan sampai men- tafkhim-kan )menebalkan) lafazh Alif bila
sebelumnya huruf-huruf tarqiq.
(35) … كَهَمْزِ
أَلْحَمْدُ أَعُوذُ إِهْدِنَا ۞ أللَّهَ ثُمَّ لاَمَ لِلَّهِ لَنَا
Juga berhati-hatilah jangan sampai menebalkan huruf Hamzah,
seperti pada kata “Alhamdu”, “A’uudzu”, “Ihdinaa”, dan kata “Allaah”. Kemudian
berhati-hatilah jangan sampai menebalkan huruf Lam pada kata “Lillaahi”,
“Lanaa”,
(36) … وَلْيَتَلَطَّفْ
وَعَلَى اللَّهِ وَلاَ الضْ ۞ وَالمِيمِ مِنْ مَخْمَصَةٍ وَمِنْ
مَرَضْ
Juga kata “Walyatalaththaf”, “’Alallaahi”, dan pada kata “Waladh”.
Juga berhati-hatilah jangan sampai menebalkan huruf Mim, seperti pada kata
“Makhmashah”, dan “Mim Maradh”,
(37) … وَبَاءَ
بَرْقٍ بَاطِلٍ بِهِمْ بِذِي ۞ وَاحْرِصْ عَلَى الشِّدَّةِ وَالجَهْرِ
الَّذِي
Juga berhati-hatilah jangan sampai menebalkan huruf Ba, seperti pada kata
“Barqin”, “Baathil”, “Bihim”, dan “Bidzi”. Lalu jagalah baik-baik sifat Syiddah
dan Jahr yang ada pada…
(38) … فِيهَا
وَفِى الْجِيِمِ كَحُبِّ الصَّبْرِ ۞ ورَبْوَةٍ اجْتُثَّتْ وَحَجِّ
الْفَجْرِ
Huruf Ba dan Huruf Jim, seperti kalimat “Hubbi”, “Ash-Shabri”,
“Rabwatin”, “Ujtutstsat”, “Hajji”, dan “Al-Fajri”. Maksudnya jangan sampai
menjadikan huruf Ba menjadi huruf yang Rakhawah atau Hams, begitu pula huruf
Jim, jangan sampai menyerupai huruf “C”.
(39) … وَبَيِّنَنْ
مُقَلْقَلاً إِنْ سَكَنَا ۞ وَإِنْ يَكُنْ فِي الْوَقْفِ كَانَ
أَبْيَنَا
Dan jelaskanlah sifat Qalqalah bila hurufnya berada pada posisi
sukun, dan bila berada di akhir kalimat (waqaf), maka Qalqalah-nya mesti lebih
jelas lagi.
(40) … وَحَاءَ
حَصْحَصَ أَحَطْتُ الْحَقُّ ۞ وَسِينَ مُسْتَقِيمِ يَسْطُوا
يَسْقُوا
Dan juga berhati-hatilah jangan sampai menebalkan huruf Ha, seperti
pada kata “Hash-hasha”, “Ahath-tu”, “Al-Haqqu”. Begitu pun pada huruf Sin,
jangan sampai menebalkannya, seperti pada kata “Mustaqiim”, “Yasthu”, dan
“Yasqu”
الراءات
- Hukum Bacaan Ra'
(41) … وَرَقِّقِ
الرَّاءَ إِذَا مَا كُسِرَتْ ۞ كَذَاكَ بَعْدَ الْكَسْرِ حَيْثُ
سَكَنَتْ
Dan tipiskanlah suara huruf Ra bila berharakat kasrah. Begitu pula
tipiskan huruf Ra bila berada pada posisi sukun dan huruf sebelumnya kasrah
(atau Ya).
(42) … إِن
لَّمْ تَكُنْ مِنْ قَبْلِ حَرْفِ اسْتِعْلاَ ۞ أَوْ كَانَت الْكَسْرَةُ
لَيْسَتْ أَصْلاَ
Huruf Ra yang berada pada posisi sukun dan sebelumnya kasrah (atau
Ya) itu dibaca tipis bila huruf Ra-nya tidak berada sebelum huruf Isti’la.
Adapun bila setelah huruf Ra-nya adalah huruf Isti’la, maka Ra dibaca tebal.
Begitu pun bila setelah huruf Ra-nya bukan huruf Isti’la, namun
kasrah yang ada sebelum huruf Ra sukunnya bukanlah kasrah asli, melainkan
kasrah ‘aridh (palsu) atau Hamzah washal, maka Ra dibaca tebal bukan tipis.
(43) … وَالْخُلْفُ
فِي فِرْقٍ لِكَسْرٍ يُوجَدُ ۞ وَأَخْفِ تَكْرِيراً إِذَا تُشَدَّدُ
Dan para Ulama berbeda pendapat pada kata “firqin” bila dibaca
bersambung (washal). Apakah ia dibaca tebal atau tipis. Karena walaupun di sana
setelah huruf Ra- nya terdapat huruf Isti’la (Qaf), namaun huruf Isti’la
tersebut berada pada posisi kasrah, dimana ia berada pada derajat tafkhim yang
sangat lemah.
Dan sembunyikanlah sifat takrir pada huruf Ra saat ia ditasydidkan. Jadi
mengucapkan huruf Ra yang bertasydid bukanlah dengan memperbanyak getarannya
seperti menahan huruf “R” dalam bahasa Indonesia, melainkan dengan
menyembunyikan getarannya.
اللامات
- Huruf Lam
(44) … وَفَخِّم
اللاَّمَ مِنِ اسْمِ اللَّهِ ۞ عَنْ فَتْحٍ او ضَمٍ كَعَبْدُ اللَّهِ
Dan tebalkanlah suara huruf Lam pada lafazh “Allaah”, bila sebelum
lafazh tersebut terdapat huruf yang berharakat fathah atau dhammah, seperti
pada kata “’Abdullahi”. Adapun bila sebelumnya berharakat kasrah, maka huruf
Lam dibaca tipis.
(45) … وَحَرْفَ
الاِسْتِعْلاَءِ فَخِّمِ وَاخْصُصَا ۞ الاِطْبَاقَ أَقْوَى نَحْوُ قَالَ
وَالْعَصَا
Dan huruf-huruf Isti’la, tebalkanlah suaranya, karena kondisi asal
mereka adalah tebal (tafkhim), lebih khusus lagi adalah huruf-huruf Ithbaq,
maka mereka mesti lebih tebal lagi dan lebih kuat daripada huruf Isti’la yang
bukan Ithbaq, contohnya seperti pada kata “Qaala” (huruf Isti’la yang bukan
Ithbaq) dan “’Ashaa” (huruf Ithbaq).
(46) … وَبَيِّنِ
الإِطْبَاقَ مِنْ أَحَطتُ مَعْ ۞ بَسَطتَ وَالخُلْفُ بِنَخْلُقكُّمْ وَقَعْ
Bila huruf-huruf Ithbaq bertemu dengan huruf-huruf Infitah, maka
jelaskanlah ketebalan sifat Ithbaq-nya, seperti pada kata “Ahath-tu” dan
“Basath-ta”. Adapun pada kata “Nakhlukkum” maka terdapat perbedaan pendapat
dimana sebagian Ulama membawakan riwayat dengan membacanya “Nakhlukkum” dan
sebagian lagi membacanya “Nakhluqkum”.
(47) … وَاحْرِصْ
علَىَ السُّكُونِ فِي جَعَلْنَا ۞ أَنْعَمْتَ وَالمَغْضُوبِ مَعْ ضَلَلْنَا
Dan jaga baik-baik kejelasan huruf dan kesempurnaan sifat-sifatnya
saat sukun, seperti pada kata “Ja’alnaa”, “An’amta”, “Al-Maghdhuub”, dan
“Dhalalnaa”.
(48) … وَخَلِّصِ
انْفِتَاحَ مَحْذُوراً عَسَى ۞ خَوْفَ اشْتِبَاهِهِ بِمَحْظُوراً عَصَى
Lalu sempurnakanlah kejelasan sifat Infitah pada kata “Mahdzuuran”
dan “‘Asaa”, khawatirnya akan menyerupai kata “Mahzhuuran” dan “‘Ashaa”.
Maknanya, perjelas perbedaan antara huruf Dzal dengan Zha dan huruf Sin dengan
Sha, juga huruf- huruf lain yang mirip agar maksud dan kandungan Al-Quran tidak
berubah.
(49) … وَرَاعِ
شِدَّةً بِكَافٍ وَبَتَا ۞ كَشِرْكِكُمْ وَتَتَوَفَّى فِتْنَتَا
Dan peliharalah baik-baik sifat Syiddah yang terdapat pada huruf
Kaf dan Ta. Jangan sampai Hams pada keduanya terlalu mendominasi sehingga
menghilangkan sifat Syiddah pada keduanya. Sebagaimana dalam kalimat
“Syirkikum”, jangan dibaca “Syirkhikhum”, “Tatawaffa” jangan dibaca
“Cacawaffa”, dan “Fitnata” jangan dibaca “Ficnaca”.
(50) … وَأَوَّلَىْ
مِثْلٍ وَجِنْسٍ إنْ سَكَنْ ۞ أَدْغِمْ كَقُل رَّبِّ وَبَلَ لاَ وَأَبِنْ
Dan apabila ada dua huruf yang sama, atau sama makhrajnya namun
beda sifatnya bertemu, dimana huruf yang pertama berada pada posisi sukun dan
yang kedua berharakat, maka idgham-kanlah, yakni huruf pertama melebur kepada
huruf yang kedua, seperti pada kata “Qul-Rabbi” yang dibaca “Qurrabbi” dan
“Bal-la” yang dibaca “Balla”. Namun, izh-har-kanlah, maksudnya perjelas bunyi
dari kedua huruf tersebut…
(51) … فِي
يَوْمِ مَعْ قَالُوا وَهُمْ وَقُلْ نَعَمْ ۞ سَبِّحْهُ لاَ تُزِغْ قُلُوبَ
فَالْتَقَمْ
Bila huruf yang pertamanya adalah huruf Mad, seperti pada kata
“Fii Yaum” tidak dibaca “Fiy Yaum”, juga kata “Qaalu Wahum” tidak dibaca
“Qaaluw Wahum”. Begitu pun bila terjadi pertemuan antara huruf Lam dalam sebuah
fi’il (kata kerja) dengan kata yang awal hurufnya berdekatan makhrajnya seperti
pada kata “Qul Na’am” tidak dibaca “Qun Na’am”.
Perjelas juga suara kedua huruf yang berdekatan makhrajnya bila
bertemu, seperti huruf Ha dan Ha pada kata “Sabih-hu” tidak dibaca “Sabbihhu”.
Juga huruf Ghain dan Qaf seperti pada kata “Laa tuzigh quluuba” tidak dibaca
“Laa tuziq quluuba”. Begitu pula bila huruf Lam yang terdapat pada kata kerja
salam satu kata, mesti dibaca jelas, seperti pada kata “Iltaqam” tidak dibaca
“Ittaqam”
الضاد والظاء - Pasal Huruf
Dhad dan Zha
(52) … وَالضَّادَ
بِاسْتِطَالَةٍ وَمَخْرَجِ ۞ مَيِّزْ مِنَ الظَّاءِ وَكُلُّهَا تَجِي
Dan huruf Dhad dengan sifat Istithalah-nya bedakanlah dengan huruf
Zha dalam mengucapkan keduanya. Karena sebagian pembaca Al-Quran tidak bisa
membedakan keduanya. Bahkan, karena sulitnya mengucapkan huruf Dhad, begitu
banyak orang yang menggantinya –selain dengan huruf Zha- juga kadang
menggantinya dengan Zay, Dal, atau Shad yang tercampur dengan Zay. Begitu pula
huruf Zha, mesti jelas jangan sampai tercampur dengan suara selain huruf Zha,
seperti Dzal, Zay, atau
selainnya. Dan seluruh huruf Zha dalam Al-Quran terdapat pada kalimat berikut:
(53) … في
الظَّعْنِ ظِلَّ الظُهْرِ عُظْمِ الْحِفْظِ ۞ أَيْقَظْ وَانْظُرْ عَظْمِ ظَهْرِ
اللَّفْظِ
Pada kata (الظَّعْنِ)
artinya rihlah/ berjalan, terdapat pada satu tempat yakni QS.
An-Nahl 16:80. Pada kata (الظِـلُّ)
artinya naungan, terdapat pada 22 tempat, di
antaranya QS. Al-Baqarah 2:57 Kata (الظُهْـرِ) artinya zhuhur (siang hari), terdapat
pada 2 tempat, di antaranya Qs. An-Nuur 24:58 [َوَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ الظَّهِيرَةِ].
Kata (الُعُظْمُ)
artinya
besar/ dahsyat. Terdapat pada 103 tempat, di antaranya QS. Al-Baqarah, 2:7 [وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ].
Kata (الْحِفْـظِ)
artinya menjaga, terdapat pada 42 tempat, salah satunya QS. Al-Baqarah, 2: 238
[َحَافِظُوا
عَلَى الصَّلَوَاتِ].
Kata (أيْقِـظْ)
artinya bangun/ terjaga. Terdapat pada satu tempat yakni QS. Al-Kahfi 18:18 [وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا].
Kata (الإنظار) artinya penangguhan,
terdapat pada 20 tempat,
di antaranya QS. Al-Baqarah 2:162 [َلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنظَرُونَ].
Kata (َالعَظْم )
artinya
tulang, terdapat pada 15 tempat, di antaranya QS. Al-Baqarah, 2: 259 [وَانظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ
نُنشِزُهَا]. Kata (الظَهْـرِ) artinya punggung, terdapat pada 16
tempat, salah satunya QS. Al-
Baqarah, 2: 101 [َوَرَاءَ
ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ]. Kata (اللَّـفْـظ) artinya lafazh
(ucapan), terdapat
pada satu tempat yakni QS. Qaaf, 50:18 [مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ ]
(54) … ظَاهِرْ
لَظَى شُوَاظِ كَظْمٍ ظَلَمَا ۞ أُغْلُظْ ظَلامَ ظُفْرٍ انْتَظِرْ ظَمَا
Kata (َظَاهِرَ)
artinya zhahir (fisik), terdapat pada banyak tempat dalam Al-Quran, salah
satunya QS. Al-An’aam, 6: 120 [وَذَرُوا ظَاهِرَ الْإِثْمِ وَبَاطِنَهُ].
Kata (لَظَـى) artinya api yang
menyala-nyala, terdapat pada 2 tempat, salah satunya QS. Al-Ma’arij, 70: 15 [كَلَّا ۖ إِنَّهَا لَظَىٰ].
Kata (شُـوَاظُ)
nyala/ kobaran, terdapat pada satu tempat yakni QS. Ar-Rahman, 55:35 [يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ].
Kata (كَـظْـمٍ)
artinya menahan, terdapat pada 6 tempat, salah satunya QS. Ali ‘Imran, 3:134 [وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ].
Kata (الظلم) artinya zhalim,
terdapat pada 288 tempat, di antaranya QS. Al-Baqarah, 2: 35 [وَلَا تَقْرَبَا هَـٰذِهِ الشَّجَرَةَ
فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ].
Kata (الغلظ)
artinya kasar/ keras, terdapat pada 13 tempat, di antaranya QS. Ali ‘Imran, 3:
159 [ْوَلَوْ
كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ ]. Kata (الظلَام), artinya kegelapan, terdapat pada 26
tempat, di antaranya QS. Al-Baqarah, 2: 17 [َوَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَّا يُبْصِرُونَ].
Kata (ْظفر)
artinya kuku/ cakar, terdapat pada satu tempat, yakni QS. Al-An’am, 6: 146 [وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا
كُلَّ ذِي ظُفُرٍ ]. Kata [الإنتظار] artinya menanti/ menunggu, terdapat pada
26 tempat, di antaranya QS. AL-Baqarah, 2: 210 [هَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا أَن يَأْتِيَهُمُ اللَّـهُ].
Kata (َالظمأ)
artinya haus, terdapat pada 3 tempat, di antaranya QS. At-Tawbah, 9:120 [لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ].
(55) … أَظْفَرَ
ظَنَّاً كَيْفَ جَا وَعَظْ سِوَى ۞ عِضِينَ ظَلَّ النَّحْلُ زُخْرُفٍ سَوَا
Kata (الظفَر )
artinya kemenangan, terdapat pada satu tempat, yakni QS. Al-Fath, 48: 24 [ْمِن بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ
عَلَيْهِمْ]. Kata (الظن), artinya prasangka (bagaimana pun
bentuknya dalam Al-Quran), terdapat pada 69 tempat, di antaranya, QS.
Al-Ahzaab, 33:10 [وَتَظُنُّونَ
بِاللَّـهِ الظُّنُونَا]. Kata (َالوَعْظ) artinya nasihat, terdapat pada 24 tempat,
di antaranya QS. Al-Baqarah, 2: 66 [وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِينَ ] kecuali kata (عِضِيْن). QS. Al-Hijr, 15: 91
Dibaca dengan “Dhad”.
Kata (َّظل),
artinya menjadi, terdapat pada 9 tempat, di antaranya pada An-Nahl (58) dan
Az-Zukhruuf (17) [ظَلَّ
وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ],
(56) … وَظَلْتُ
ظَلْتُمْ وَبِرُومٍ ظَلُّوا ۞ كَالْحِجُرِ ظَلَّتْ شُعَرَا نَظَلُّ
Dan juga pada bentuk-bentuk berikut: Kata (ْظَـلَّـتْ) pada QS. Thaaha (97) [
ظلت عليه عاكفا].
Kata (ْظَلْـتُـمْ)
pada QS. Al-Waaqi’ah (65) [فَظَلْتُمْ
تَفَكَّهُونَ]. Dan pada QS. Ar-Ruum (51)dengan bentuk (لَّظَلُّوا مِن بَعْدِهِ يَكْفُرُونَ]
juga pada QS. Al-Hijr (14) [ُ فَظَلُّوا فِيهِ يَعْرُجُونَ]. Dan dengan bentuk (ظلَّت) pada QS. Asy-Syu’ara
(4) [َ فَظَلَّتْ
أَعْنَاقُهُمْ لَهَا خَاضِعِينَ] dan bentuk (ََنَظَلُ) pada ayat (71) [ فَنَظَلُّ لَهَا عَاكِفِينَ]
(57) … يَظْلَلْنَ
مَحْظُورَاً مَعَ المُحْتَظِر ۞ وَكُنْتَ فَظَّاً وَجَمِيعٍ النَّظَرِ
Dan dengan bentuk (َيَظْلَلْـنَ) pada QS. Asy-Syuura (33) [فَيَظْلَلْنَ رَوَاكِدَ عَلَىٰ
ظَهْرِهِ]
Kata (الحظر)
artinya terhalang, terdapat pada satu tempat, yakni QS. Al-Isra, 17:20 [وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ
مَحْظُورًا]. Kata (مَحْظُورًا), artinya pohon dan duri-duri kering yang
dijadikan kandang binatang, terdapat pada satu tempat, yakni QS. Al-Qamar (31)
[فَكَانُوا كَهَشِيمِ
الْمُحْتَظِرِ ]. Kata [ظا] terdapat pada Ali ‘Imran (159) [وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ
الْقَلْبِ]. Dan seluruh kata (النَّظر) yang artinya
menyaksikan, terdapat pada 86 tempat, di antaranya QS. Al-Baqarah, 2:50 [وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ
وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ]
(58) … إِلاَّ
بِوَيْلٌ هَلْ و أَولَى نَاضِرَهْ ۞ وَالْغَيْظِ لاَ الرَّعْدِ وَهُودٍ قَاصِرَهْ
Kecuali pada: “Waylun” (QS. Al-Muthaffifiin) [نَضْرَةَ النَعِيْم],“Hal”
(QS. Al-Insaan)
[وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً
وَسُرُورًا]. Dan awal pada kata (نَّاضِرَةٌ) dalam QS. Al-Qiyaamah
[ وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ
نَّاضِرَةٌ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ], semuanya dibaca dengan “Dhad”.
Kata (الْغَيْـظُ)
artinya marah/ dengki, terdapat pada 11 tempat, salah satunya QS. Ali ‘Imran,
3:119 [عَضُّواْ عَلَيْكُمُ الانامل
مِنَ الغيظ ] selain pada: QS. Ar-Ra’du (8) [وَمَا تَغِيضُ الْأَرْحَامُ]
dan QS. Huud (44) [ُوَغِيضَ
الْمَاءُ]. Maka keduanya dibaca dengan “Dhad”.
(59) … وَالْحَظُّ
لاَ الْحَضُّ عَلَى الطَّعَامِ ۞ وَفي ضَنِينٍ الْخلاَفُ سَامِي
Dan semua al-hazhzhu (الْحَـظُّ) yang artinya balasan, terdapat pada 7
tempat, salah satunya QS. Ali ‘Imraan, 3: 176 [يُرِيدُ اللَّهُ أَلَّا يَجْعَلَ لَهُمْ حَظًّا فِي
الْآخِرَةِ]. Semuanya dengan Zha kecuali jika
disandingkan dengan (ٱلطعَام),
yakni pada kalimat berikut: [وَلَا
تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ] QS. Al-Fajr ayat 18,
Al-Haaqqah 34, dan Al-Maa’uun 3, semuanya dengan Dhad.
Dan pada kata (بِضَنِـيْـنٍ)
pada QS. At-Takwir terjadi perbedaan pendapat di antara para
Qurra’ (ahli tajwid), apakah dengan Dhad atau Zha.
التحذيرات - peringatan
(60) … وَإِنْ تَلاَقَيَا البَيَانُ
لاَزِمُ ۞ أَنْقَضَ ظَهْرَكَ يَعَضُّ الظَّالِمُ
Dan jika keduanya (Dhad dan Zha) bertemu, maka wajib
membaca keduanya dengan jelas (izhhar), seperti: (أَنْقَضَ ظَهْرَكَ) dan (يَعَضُّ الظَّالِمُ)
(61) … وَاضْطُرَّ مَعْ وَعَظْتَ
مَعْ أَفَضْتُمُ ۞ وَصَفِّ هَا جِبَاهُهُم عَلَيْهِمُ
Begitu juga wajib dibaca dengan jelas) pada pertemuan Dhad
dan Tha seperti: kata (َّوَاضْطُـرَّ).
Zha dengan Ta’ seperti: (وَعَظْتَ)
dan Dhad dengan Ta seperti: (ُأَفَضْـتُـمُ). Dan
perjelas juga huruf Ha seperti pada lafadz (ُجِبَاهُـهُـم ) dan (ُعَلَـيْـهِـمُ)
الميم والنون
المشددتين والميم الساكنة - Hukum Mim Nun Tasydid dan Mim Mati
(62) … وأَظْهِرِ
اْلغُنَّةَ مِنْ نُونٍ وَمِنْ ۞ مِيمٍ إِذاَ مَا شُدِّدَا وَأَخْفِيَنْ
Dan jelaskanlah sifat ghunnah yang ada pada huruf Nun dan Mim saat
keduanya bertasydid, karena pada saat keduanya berada pada posisi tasydid, maka
mereka berada pada tingkatan ghunnah yang paling sempurna. Lalu, samarkanlah
(ikhfa-kan).
(63) … الْمِيمَ
إِنْ تَسْكُنْ بِغُنَّةٍ لَدَى ۞ بَاءٍ عَلَى المُخْتَارِ مِنْ
أَهْلِ اْلأَدَا
Huruf Mim yang sukun disertai ghunnah saat berhadapan dengan huruf
Ba, menurut pendapat yang terpilih di kalangan para Ulama Ahli Qiraah.
(64) … وَاظْهِرَنْهَا
عِنْدَ بَاقِي اْلأَحْرُفِ ۞ وَاحْذَرْ لَدى وَاوٍ وَفَا أنْ تَخْتَفِي
Kemudian jelaskanlah Mim sukun saat berhadapan dengan sisa
hurufnya (selain Ba dan Mim), serta berhati-hatilah jangan sampai menyamarkan
suara Mim sukun saat berhadapan dengan Wawu dan Fa karena dekat dan kesamaan
makhrajnya.
التنوين والنون الساكنة - Tanwin dan Nun
Sukun
(65) … وَحُكْمُ تَنْوِينٍ وَنُونٍ يُلْفى ۞ إِظْهَارٌ ادْغَامٌ
وَقَلبٌ اخْفَا
Dan hukum Tanwin dan Nun sukun
itu ada empat, yakni izh-har (dibaca jelas huruf Nun-nya), idgham (huruf Nun
melebur ke huruf setelahnya), qalb (huruf Nun berubah ke huruf Mim), dan ikhfa
(huruf Nun disamarkan dan lidah sudah bersiap-siap mengucapkan huruf
setelahnya).
(66) … فَعِنْدَ حَرْفِ الحَلْقِ أَظْهِرْ وَادَّغِمْ ۞ فِي
اللاَّمِ وَالرَّا لاَ بِغُنَّةٍ لَزِمْ
Dan bila Nun sukun bertemu dengan
huruf-huruf halq, yakni huruf-huruf yang keluar dari makhraj al-halq (Hamzah,
Ha, ‘Ain, Ha, Ghain, dan Kha), maka jelaskanlah huruf Nun-nya. Lalu
idgham-kanlah bila Nun sukun bertemu dengan huruf Lam dan Ra, yakni suara huruf
Nun dianggap tidak ada dan langsung dibaca huruf Lam dan Ra dengan bertasydid
serta wajib tanpa menyisakan ghunnah saat membacanya. Ini merupakan bacaan pada
riwayat Imam Hafsh jalur Syathibiyyah.
(67) … وَأَدْغِمَنْ بِغُنَّةٍ في يُومِنُ ۞ إِلاَّ بِكِلْمَةٍ
كَدُنْيَا عَنْوَنُو
Dan idgham-kanlah huruf Nun sukun
dengan disertai sifat ghunnah saat membacanya bila bertemu dengan huruf
“yuuminu” (Ya, Wawu, Mim, dan Nun). Kecuali bila pertemuan kedua huruf tersebut
berada pada satu kata, seperti kata “Dun- ya” dan yang semisalnya, sepert
“Qin-wan”, “Shin-wan”, dan “Bun-yan”. Semuanya mesti dibaca dengan jelas
(disebut dengan istilah izh-har muthlaq).
(68) … وَاْلَقْلبُ عِنْدَ الْبَا بِغُنَّةٍ كذا ۞ لاِخْفَاء لَدَى
بَاقِي الحُرُوفِ أُخِذَا
Dan ubahlah huruf Nun menjadi
huruf Mim (Qalb) saat bertemu dengan huruf Ba disertai ghunnah saat membacanya.
Lalu ikhfa-kan (samarkanlah) huruf Nun saat bertemu dengan sisa huruf selain
izh-har, idgham, dan qalb
Mad dan Qashr - المد والقصر
(69) … والمدُّ
لاَزِمٌ وَ وَاجِبٌ أَتَى ۞ وَجَاَئزٌ وَهْوَ وَ قَصْرٌ ثَبَتَا
Dan hukum mad itu lazim (mesti dipanjangkan hingga enam harakat),
wajib (harus dipanjangkan lebih dari dua harakat), dan jaiz (boleh dipanjangkan
lebih dari dua harakat, boleh dibaca dua harakat saja). Hukum mad (membaca
lebih dari dua harakat)
dan qashr (membacanya hanya dua harakat saja) itu keduanya ada di dalam
Al-Quran.
(70) … فَلاَزِمٌ
إِن جَاءَ بَعْدَ حَرْفِ مَدْ ۞ سَاكِنَ حَالَيْنِ وَبِالطُّولِ يُمَدْ
Mad lazim terjadi bila setelah huruf mad (Alif, Ya mad, dan Wawu
mad) terdapat sukun asli, baik di tengah kalimat (dibaca washal) ataupun di
akhir kalimat (dibaca waqaf). Cara membacanya adalah memanjangkan mad dengan
thuul (enam
harakat).
(71) … وَوَاجِبٌ
إنْ جاءَ قَبْلَ هَمْزَةِ ۞ مُتَّصِلاً إِنْ جُمِعَا بِكِلْمَةِ
Mad wajib yaitu apabila huruf mad berada sebelum Hamzah, dimana
Hamzah tersebut berada pada satu kata dengan huruf mad. Maka mad mesti
dipanjangkan lebih dari dua harakat.
(72) … وَجَائزٌ
إِذَا أَتَى مُنْفَصِلاَ ۞ أَوْعَرَضَ السُّكُونُ وَقْفاٌ مُسْجَلاَ
Mad jaiz yaitu apabila ada Hamzah setelah huruf mad, dimana Hamzah
tersebut berada pada kata yang berbeda (terpisah) dengan huruf mad. Juga mad
dihukumi jaiz apabila setelah huruf mad terdapat sukun ‘aridh di akhir kalimat,
yakni huruf hidup yang disukunkan. Maka, mad boleh dipanjangkan lebih dari dua
harakat.
معرفة الوقوف - Mengenal Wakaf
(73) … وَبَعْدَ
تَجْوِيدِكَ لِلْحُرُوفِ ۞ لاَبُدَّ مِنْ مَعْرِفَةِ الْوُقُوفِ
Dan setelah engkau memahami kaidah-kaidah dan praktik dalam
tajwidul huruf (bab makhraj sampai mad). Maka selanjutnya engkau mesti memahami
kaidah-kaidah waqaf (tata cara berhenti) dalam membaca Al-Quran, karena
kesempurnaan membaca
Al-Quran adalah “tajwiidul huruuf wa ma’rifatul wuquuf”.
(74) … وَالاْبِتِدَاءِ
وَهْىَ تُقْسَمُ إِذَنْ ۞ ثَلاَثَةٌ تَامٌ وَكَافٍ وَحَسَنْ
Dan juga memahami tata cara ibtida` (memulai bacaan) dalam membaca
Al-
Quran. Hukum waqaf dan ibtida terbagi menjadi tiga: taam (sempurna), kaaf
(cukup), dan hasan (baik).
(75) … وَهْىَ
لِمَا تَمَّ فَإنْ لَّمْ يُوجَدِ ۞ تَعَلُق أَوْ كَانَ مَعْنَى فَابْتَدى
Dan apabila engkau berhenti pada kata yang susunan kalimatnya
telah sempurna. Baik itu: tidak ada hubungan lafazh dan makna dengan kata
setelahnya atau terdapat hubungan makna dengan kata setelahnya namun tidak
terdapat hubungan
lafazh, maka mulailah bacaan (ibtida`) dari kata setelahnya.
(76) … فَالتَّامُ
فَالْكَافِى وَ لَفْظاً فَامْنَعَنْ ۞ إِلاَّ رُؤُس الآىِ جَوِّزْ فَالحَسَنْ
Berhenti pada kata yang tidak memiliki hubungan lafazh dan makna
dengan kata setelahnya disebut waqaf taam. Sedangkan berhenti pada kata yang
memiliki hubungan makna namun tidak memiliki hubungan lafazh dengan kata
setelahnya disebut waqaf kaaf.
Adapun bila engkau berhenti pada kata yang memiliki hubungan
lafazh dan makna, maka janganlah engkau ibtida` pada kata setelahnya. Kecuali
bila engkau berhenti di akhir ayat, walaupun masih memiliki hubungan lafazh dan
makna dengan ayat setelahnya, namun engkau boleh langsung ibtida` pada awal
ayat, tanpa mengulangi kata yang ada pada akhir ayat sebelumnya. Karena
berhenti pada setiap
akhir ayat merupakan kebaikan (waqaf hasan).
(77) … وَغَيْرُ
مَا تَمَّ قَبِيحٌ وَلَهُ ۞ الوقَفُ مُضْطُرَّاً وَيُبْدَا قَبْلَهُ
Apabila engkau berhenti pada kata yang belum sempurna lafazh atau
maknanya dengan sengaja, maka itu adalah waqaf qabih, yakni cara berhenti yang
buruk. Kecuali bila berhenti karena darurat, seperti kehabisan nafas atau
bersin, maka hal tersebut diperbolehkan. Lalu, engkau memilih beberapa kata
sebelumnya untuk ibtida` agar tidak merusak makna, sehingga maksud dan tujuan
ayat tersebut tercapai.
(78) … وَلَيسَ
في الْقُرْآنِ مِنْ وَقْفٍ وَجَبْ ۞ وَلاَ حَرَامٌ غَيْرَ مَالَهُ سَبَبْ
Dan permasalahan waqaf dan ibtida’ dalam Al-Quran ini tidak ada
yang hukumnya wajib atau haram selama tidak ada sebabnya. Bila ada sebab
sebagaimana yang telah dijelaskan, yakni berkaitan dengan hubungan lafazh dan
makna, lalu mengakibatkan makna ayat berubah, maka hukumnya bisa jatuh menjadi
makruh, haram, atau bahkan kufur.
المقطوع والموصول وحكم التاء
- maqthu’ dan maushul dan hukum ta’
(79) … وَاعرِفْ لِمَقْطُوعٍ وَمَوْصُولٍ وَتَا ۞ فِي مُصْحَفِ
الإِمامِ فِيمَا قَدْ أَتَى
Dan ketahuilah permasalahan maqthu’ (dua kata yang ditulis terpisah)
dan maushul (dua kata yang ditulis bersambung), serta permasalahan penulisan
huruf Ta, apakah ditulis dengan Ta marbuthah atau ditulis dengan Ta maftuhah
pada mushaf Imam (Utsmani). Karena pengetahuan terhadap penulisan ini erat
kaitannya dengan persoalan waqaf dan ibtida`. Khususnya saat waqaf dan ibtida`
yang darurat atau waqaf
dan ibtida` ikhtibariy (sebagai bentuk ujian dan pengajaran).
(80) … فَاقْطَعْ
بعَشْرِ كَلِمَاتٍ أنْ لاَّ ۞ مَعْ مَلْجَإٍ وَلاَ إِلهَ إِلاَّ
Pisahkan pada sepuluh kalimat penulisan (أن) dan (ل), yakni saat berhadapan dengan “malja`a”
(At-Taubah 118), “laailaaha” (Huud 14),
(81) … وَتَعْبُدُوا
يَاسينَ ثَانِي هُودَ لاَ ۞ يُشْرِكْنَ تُشْرِكْ يَدْخُلَنْ تَعْلوا عَلَى
Juga bila (أن)
dan (ل) berhadapan dengan
“ta’budu” pada surat Yasin (ayat 60) &
Hud (ayat 26), “laa yusyrikna” (Mumtahanah 12), “tusyrik” (Al-Hajj 26),
“yadkhulan” (Al-Qalam 24), “ta’lu ‘ala” (Ad-Dukhaan 19),
(82) … أَن
لاَّ يَقُولُوا لاَ أَقُولَ إِن مَّا ۞ بِالرَّعْدِ وَالمَفُتُوحَ صِلْ وَعَن مَّا
Juga bila (أن)
dan (ل) berhadapan “laa
yaqulu” (Al-A’raaf 169) dan “laa aquula” (Al-A’raaf 105). Dan pisahkan juga
kata (إن) dan (ما) pada surat Ar-Ra’du
(ayat 40), dan bila difathahkan Hamzahnya maka sambungkanlah, yakni kata (أم) dan (ما).
Dan juga pisahkanlah kata (عن)
dan (ما)…
(83) … نُهُوا
اقْطَعوا مِن مَّا بِرُومٍ وَالنِّسَا ۞ خُلْفُ المُنَافِقِين أَم مَّنْ أَسَّساَ
Sebelum kata “nuhuu” (Al-A’raaf 166).
Dan pisahkanlah (من)
dan (ما) pada QS. Ar-Ruum (28)
& An-Nisaa (25). Sedangkan pada QS. Al-Munafiqun 10 para Ulama berbeda
pendapat apakah penulisan (من)
dan (ما) disambung atau
dipisah.
Dan pisahkanlah (أم)
dan (من) sebelum “assasa” (QS.
At-Taubah 109),
(84) … فُصِّلَتِ
الَّنسَا وَذِبْحِ حَيْثُ مَا ۞ وَأَن لَّمِ المَفْتُوحَ كَسْرُ إِنَّ مَا
Juga pisahkanlah (أم) dan (من) pada surat Fushshilat 40, An-Nisa 109,
dan surat yang menceritakan penyembelihan (dzibhin), yakni QS. Ash-Shaaffat 11.
Dan pisahkan juga (حيث)
dan (ما) pada semua tempat di
dalam Al-Quran, dengan kesepakatan para Ulama. Juga pisahkanlah (أن) dan (لم) pada semua tempat di
dalam Al-Quran, dengan kesepakatan para Ulama.
Dan pisahkanlah (ن إ)
dan (ما) pada…
(85) … اَلانْعَامِ
وَالمَفْتُوحَ يَدْعُونَ مَعَاَ ۞ وَخُلْفُ الاَنْفَالِ وَنَحْلٍ وَقَعَا
urat Al-An’aam 134, dan terjadi perbedaan pendapat pada Surat
An-Nahl.
Dan pisahkanlah (ن أ)
dan (ما) pada sebelum kata
“yad’uuna” (QS. Al-Hajj 62 & Luqman 30). Serta terjadi perbedaan pendapat
pada Surat Al-Anfaal (28 & 41), dimana dalam riwayat dari Imam Hafsh
disambung.
(86) … وَكُلَّ
مَا سَأَلتُمُوهُ وَاخْتُلِفْ ۞ رُدُّوا كَذَا قُلْ بِئْسَمَا وَالوَصْلُ صِفْ
Dan pisahkanlah (كل)
dan (ما) pada sebelum kata
“sa`altumuhu” (QS. Ibrahim 34). Serta terjadi perbedaan pendapat pada sebelum
kata “ruddu” (QS. An-Nisaa 91), dimana dalam riwayat Hafash dipisah
penulisannya.
juga (terjadi perbedaan pendapat) pada penulisan (بئ) dan (َسمـا) pada قل بئسما
(Al-Baqarah 93) dan sambungkan (بئ) dan (َسمـا)
(87) … خَلَفْتُمُوِنى
وَاشْتَرَوْا في مَا قْطَعَا ۞ أُوحِى أَفَضْتُمُ اشْتَهَتْ يَبْلُو مَعَا
Sebelum “khalaftumuuni” (Al-A’raaf 150) dan “wasytaraw”
(Al-Baqarah 90).
Lalu pisahkanlah (في)
dan (ما) sebelum “uuhii”
(Al-An’aam 145), “afadhtum” (An- Nuur 14), “isytahat” (Al-Anbiya 102), setelah
“liyabluwakum” (Al-Maaidah 48 & Al- An’aam 165), dan juga…
(88) … ثَانِي
فَعَلْنَ وَقَعَتْ رُومٌ كِلاَ ۞ تَنْزِيلُ شُعَرَاءٍ وَغَيْرَ ذي صِلاَ
Sebelum “fa’alna” yang kedua (Al-Baqarah 240), Al-Waqiah (61),
Ruum (28), dua tempat pada Tanzil (Az-Zumar 3 & 46), dan Syu’ara (146).
Sedangkan selainnya disambungkan.
(89) … فَأَيْنَمَا
كَالنَّحْلِ صِلْ وَ مُخْتَلِفْ ۞ في الشُّعَرَا الأَحْزَابِ وَالنِّسَا وُصِفْ
Dan sambungkanlah (أين) dan (ما) pada (َمـا ْينَ فَأَ Al-Baqarah 115) & An-Nahl (76), dan
para Ulama berbeda pendapat apakah penulisannya disambung atau dipisah pada
Asy-Syu’ara (92), Al-Ahzaab (61), & An-Nisaa (78).
(90) … وَصِلْ
فَإِلَّمْ هُودَ أَلْن نَّجْعَلاَ ۞ نَجْمَعَ كَيْلاَ تَحْزَنُوا تَأْسَوْا عَلَى
Dan sambungkanlah (إن) dan (لم) pada (فَإلَّـم ) Surat Huud (14). Juga sambungkanlah (أن) dan (لن) sebelum kata “naj’ala”
(Al-Kahfi 48) & “najma’a” (Al- Qiyaamah 3).
Dan sambungkanlah (كي) dan (لا) sebelum kata “tahzanu” (Aali Imran 154)
& “ta’saw ‘alaa” (Al-Hadid 23),
(91) … َحجُّ
عَلَيْكَ حََرجٌ وَقَطَعْهُمْ ۞ عَن مَّن يَشَاءُ مَن تَوَلَّى يَوْمَ هُمْ
Juga pada surat Al-Hajj (5), dan sebelum “’alayka harajun”
(Al-Ahzab 50).
Dan pisahkanlah (عن)
dan (من) sebelum kata “yasyaa”
(An-Nuur 43) & pada “man tawalla” (An-Najm 29). Dan juga pisahkanlah kata (يوم) dan (هم).
(92) … ومَالِ
هَذَا وَالَّذينَ هَؤْلاَ ۞ تَحِينَ في الإِمَامِ صِلْ وَوُهِّلاَ
Dan pisahkanlah (َمــال ) dengan kata setelahnya bila kata
tersebut “haadza” (Al- Kahfi 49 & Al-Furqan 7), “alladziina” (Al-Ma’arij
36), dan “haa-ulaa” (An-Nisaa 78).
Dan kata (لات) dan (حين) dalam (mushaf) Imam
terdapat keraguan apakah disambungan (atau dipisahkan). Adapun pendapat
terpilih dalam riwayat Imam Hafsh: dipisahkan.
(93) … وَوَزَنُوهُمُ
وَكَالُوهُمُ صِلِ ۞ كَذاَ مِنَ أل وَهَا وَيَا لاَ تَفْصِلِ
Dan sambungkanlah kata (ََ وَ زَنُـوا) dan (ُهــم ), juga sambungkan kata (َكـالُـو ) dan (ْهـم ُ).
Cara menyambungkannya adalah dengan menghilangkan Alif setelah Wawu jamak.
Begitu pula jangan pernah pisahkan penulisan (ال ta’rif) dengan kata setelahnya
(baik itu Qamariyyah atau Syamsiyyah). Sama halnya dengan (يَـا nida) dan (هـا tanbih) dengan kata
setelahnya
التاءات
- hukum ta
(94) … وَرَحْمَتُ
الزُّخْرُفِ بِالتَا زَبرَهْ ۞ الاَعْرَافِ رُومٍ هُودٍ كَافِ الْبَقَرَهْ
Dan kata “rahmat” pada QS. Az-Zukhruuf (32) ditulis dengan Ta
Maftuhah. Begitu juga pada QS. Al-A’raaf (56), Ruum (50), Huud (73), Kaaf
(Maryam: 2), dan Al-Baqarah (218).
(95) … نعْمَتُهَا
ثَلاَثُ نَحْلٍ ابْرَهَمْ ۞ مَعَا أَخِيرَاتُ عُقُودُ الثَّانِ هَمْ
Juga kata “ni’mat” padanya (Al-Baqarah 231) ditulis dengan Ta
maftuhah, tiga pada An-Nahl (72, 83, 114), dua pada akhir Ibrahim (28 &
34), pada ‘Uqud (Al- Maaidah 11) sebelum kata “ham” yang kedua, sedangkan
sebelum “ham” yang pertama
ditulis dengan Ta marbuthah.
(96) … لُقْمَانُ
ثُمّ فَاطِرٌ كَالطُّورِ ۞ عَمِرَانُ لَعْنَتَ بِهَا وَالنُّورِ
Juga kata “ni’mat” pada Luqman (31) ditulis dengan Ta maftuhah,
kemudian Faathir (3), juga Ath-Thuur (29), dan Aali ‘Imraan (103).
Kemudian kata La’nat padanya (Aali ‘Imraan (61)) ditulis dengan Ta maftuhah
juga pada An-Nuur (7).
(97) … وَامْرَأَتٌ
يُوسُفَ عِمْرَانَ الْقَصَصْ ۞ تَحْرِيمَ مَعْصِيَتْ بِقَدْ سَمِعْ يُخَصْ
Dan kata “imra`at” pada QS. Yuusuf (30 & 51), Aali ‘Imraan
(35), Al-Qashash (9), dan At-Tahriim (10 & 11) ditulis dengan Ta maftuhah.
Begitu pun kata “ma’shiyat”
yang terdapat pada Qad Sami’ (Al-Mujaadalah (8 & 9).
(98) … شَجَرَتَ
الدُّخِانِ سُنَّتْ فَاطِرِ ۞ كُلاً وَالاَنْفَالَ وَحرفَ غَافرِ
Kata “syajarat” pada QS. Ad-Dukhaan (43 & 44) ditulis dengan
Ta maftuhah.
Bagitu pun kata “sunnat” pada QS. Faathir (43), dan Al-Anfaal (38) serta
Ghaafir (85).
(99) … قُرَّتُ
عَيْنٍ جَنّتٌ في وَقَعَتْ ۞ فِطْرَتْ بَقِيَّتْ وَابْنَتْ وَكَلِمَتْ
Kata “Qurrat” bila bersandingan dengan ‘ain (QS. Al-Qashash 9),
kata “Jannat”
pada surat Al-Waaqi’ah (89), kata “Fithrat” pada Ar-Ruum 30, “Baqiyyat” pada
Huud 86, dan “Ibnat” pada At-Tahriim 12 dan kata “Kalimat”…
(100) … أَوْسَطَ
اَلاعْرَافِ وَكُلُّ مَا اخْتُلِفْ ۞ جَمْعَا وَفَرْداً فيهِ بِالتَاءِ عُرِفْ
Pada pertengahan Al-A’raaf (137). Serta semua kata yang
diperselisihkan oleh para Ulama Qurra mengenai mufrad atau jamaknya, maka
ditulis dengan Ta’ Maftuhah.
Hamzah washal - همز الوصل
(101) … وَابْدَأُ
بِهَمْزِ الْوَصْلِ مِنْ فِعْلٍ بِضَمْ ۞ إنْ كَانَ ثَالِثٌ مِنَ الْفِعْلِ يُضَمْ
Dan bacalah Hamzah washal pada fi’il (kata kerja) dengan dhammah,
Bila huruf ketiga pada fi’il tersebut berharakat dhammah.
(102) … وَاكْسِرْهُ
حَالَ الْكَسْرِ وَالْفَتْحِ وَفِى ۞ الاَسْمَاءِ غَيْرَ اللاَّمِ كَسْرَهَا وَفِى
Dan bacalah Hamzah washal dengan kasrah bila huruf ketiganya
berharakat kasrah atau fathah.
Juga bacalah Hamzah washal dengan kasrah apabila berada pada awal
kata benda yang tidak didahului Lam ta’rif (Alif Lam), karena pada Alif Lam,
Hamzah washal selalu dibaca fathah.
(103) … ابْنٍ
مَعَ ابْنَةِ امْرِىءٍ وَاثْنَيْنِ ۞ وَامْرَأةٍ وَاسْمٍ مَعَ اثْنَتَيْنِ
Contoh kata benda yang tidak didahului Lam ta’rif adalah ibnin,
ibnati, imriin, itsnaini, imraatin, ismin, dan itsnataini. Semua Hamzah washal
yang berada pada awal kata-kata tersebut dibaca dengan kasrah, bila kita ingin
memulai bacaan darinya.
(104) … وَحَاذِرِ
الْوَقْفَ بِكُلِّ الحَرَكَهْ ۞ إِلاَّ إِذَا رُمْتَ فَبَعْضُ حَرَكَهْ
Dan berhati-hatilah jangan sampai engkau membaca huruf yang berada
di akhir kalimat saat waqaf dengan harakat yang sempurna. Kecuali bila engkau
membacanya dengan raum, yakni membaca huruf dengan sebagian harakatnya saja,
para Ulama mengatakan: sepertiga harakat. Maksudnya membaca huruf terakhir
dengan membunyikan sebagian harakatnya saja.
(105) … إِلاَّ
بِفَتْحٍ أَوْ بِنَصْبٍ وَأَشِمْ ۞ إِشَارَةً بِالضَّمْ فِي رَفْعٍ وَضَمْ
Namun membaca dengan raum itu tidak bisa dilakukan bila harakat
pada akhir hurufnya fathah atau nashab. Jadi, raum hanya bisa dilakukan bila
harakat pada akhir hurufnya kasrah atau
Selain raum, berhenti pada akhir kalimat juga bisa dilakukan
dengan cara isymam. Yakni memberikan isyarat dengan kedua bibir sebagaimana
kita mengucapkan dhammah (memonyongkan kedua bibir tanpa suara). Dan Isymam
hanya bisa dilakukan bila harakat pada huruf terakhirnya rafa’ atau dhammah.
Penutup - الخاتمة
(106) … وَقَدْ
تَقَضَّى نَظْمِىَ المُقَدَّمَهْ ۞ مِنَّى لِقَارِئِ القُرَآنِ تَقْدِمَهْ
Telah tuntas nazhamku : Al-Muqaddimah. Sebagai hidangan yang aku
sajikan kepada segenap para pembaca Al-Quran.
(107) … أَبْيَاتُهَا
قَافٌ وَزَاىٌ فِي الْعَدَدْ ۞ مِنْ يُحْسِنِ التَّجْوِيدَ يَظْفَرْ بِالرَّشَدْ
(Bait-baitnya berjumlah Qaf (seratus) dan Zay (tujuh). Siapa saja
yang membaguskan bacaan Al-Quran dengan tajwid, merekalah orang-orang yang
mendapatkan petunjuk dan keuntungan yang besar.)
(108) … وَالحَمْدُ
لِلِه لَهَا خِتامُ ۞ ثُمَّ الصَّلاَةُ بَعْدُ وَالسَّلاَمُ
Segala puji bagi Allaah ﷻ atas terselesaikannya bait-bait ini, kemudian
shalawat teriring salam,
(109) … عَلَى
النَّبِىِّ المُصْطَفى وَآلِهِ ۞ وَصَحْبِهِ وتابعِ منوالهِ
(Atas Nabi Muhammad Al-Mushthafa ﷺ dan keluarganya. Juga kepada para
Sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah dan manhajnya.) Aamiin.
Penutup
Terima kasih telah berkunjung di kangsantri.net Dalam artikel ini, telah disajikan terjemahan lengkap kitab Al-Jazariyah dengan semua babnya. Kitab Al-Jazariyah merupakan salah satu karya klasik penting dalam ilmu tajwid. Dalam terjemahan ini, Anda dapat mempelajari dengan mudah dan mendalam tentang aturan-aturan tajwid yang dijelaskan dengan rinci oleh Al-Jazari. Terjemahan ini memungkinkan Anda untuk memahami dengan lebih baik keindahan dan keakuratan dalam membaca Al-Quran. Dengan demikian, Anda dapat meningkatkan kualitas bacaan Al-Quran Anda dan mendekatkan diri pada pemahaman yang lebih mendalam tentang makna dan pesan yang terkandung di dalamnya. Kami berharap terjemahan ini dapat memberikan manfaat dan kesempatan bagi Anda untuk terus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tajwid Anda. Mari bersama-sama menjadikan Al-Quran sebagai panduan utama dalam kehidupan kita. Dapatkan terjemah lengkap kitabAl-Jazariyah ini sekarang untuk memulai perjalanan Anda dalam memperdalam ilmu tajwid.